Pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai contoh kasus inflasi, baik di Indonesia maupun dunia. Berikut contohnya.
Contoh Kasus 1
Indonesia
Dikutip dari berita nasional yang menginformasikan bahwa pada tahun 2014 lalu salah satu wilayah Indonesia yaitu Sumatra Utara pernah mengalami inflasi. Diketahui apabila pada Juni 2014 tingkat inflasi yang dialami sebesar 0,52%.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika (BPS) menjelaskan inflasi tersebut dipengaruhi oleh naiknya harga beberapa komoditas seperti harga jenis pangan yaitu, bayam, wortel, bawang merah, dan daging ayam. Menanggapi hal tersebut penajabat daerah beransumsi jika kenaikan harga-harga tersebut karena adanya perayaan hari besar keagamaan. Begitu pula dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat yang menyatakan bahwa sudah menjadi kewajaran apabila setiap menghadapi hari besar keagaaman harga-harga akan melonjak.
Dari uraian diatas mengenai kasus nyata yang terjadi di daerah Sumatra Utara, dapat ditarik kesimpulan penyebab utama dari terjadinya inflasi antara lain:
- Pertama, terdapat kondisi yang membuat daya permintaan menjadi tinggi, sedangkan daya penawaran rendah atau sering dijuliki sebagai demand-pull inflation.
- Kedua, dari penyebeb pertama maka tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan pasar dimana produsen tidak mampu memenuhi banyaknya permintaan yang ada, sehingga menyebabkan melonjaknya harga-harga komoditas tertentu karena mahalnya biaya produksi. Hal ini sering dinamakan dengan cost-pull inflation.
- Ketiga, dari penyebab kedua maka kemampuan konsumen atau daya beli otomatis meningkat. Hal tersebut terjadi karena arus jumla uang yang beredar (JUB) juga ikut tidak terkendali.
Solusi yang sebaiknya dilakukan melihat penyebab-penyebab diatas:
- Untuk produsen, sebaiknya meningkatkan proses produksi atau tenaga kerja demi memperbaiki sisi penawaran agregat agar permintaan dan penawaran dapat seimbang atau keseimbangan pasar.
- Untuk Bank Indonesia cabang Sumatra Utara, sebaiknya mengendalikan arus jumlah uang yang beredar (JUB) dengan menaikan minat menabung masyarakat.
- Untuk Pemerintah setempat, sebaiknya menerapkan kebijakan-kebijakan fiskal untuk menahan laju inflasi agar tidak berlangsung lama.
Contoh Kasus 2
Dunia
Zimbabwe merupakan salah satu negara yang terletak di selatan Benua Afrika. Diketahui apabila pada Januari 2000 tingkat inflasi di Zimbabwe mencapai 55%. Diikuti pada tahun 2001 meningkat kembali menjadi 112% dan tahun 2013 mencapai 598%.
Nilai mata uang Zimbabwe terus-menerus menurun yang mengakibatkan depresiasi. Disisi lain kebutuhan-kebutuhan pokok harus mengimpor dari negara lain, sehingga harga-harga barang melonjak tinggi. Inflasi ini terus berlanjut sampai pada tahun 2007 yang telah mencapai >5000%.
Pemerintah setempat berusaha menerapkan kebijakan-kebijakan untuk menanggulangi seperti kebijakan radikal distribusi lahan. Akan tetapi kebijakan tersebut malah menimbulkan defisit negara. Kemudian Bank Central Zimbabwe terpaksa mencetak uang untuk menutupi defisit tersebut. Pada tahun 2009, akhirnya masyarakat menggunakan dolar AS dan dolar Afrika dalam melakukan transaksi karena dolar Zimbabwe tidak memiliki nilai lagi.
Dari uraian diatas mengenai kasus nyata yang terjadi di Zimbabwe, dapat ditarik kesimpulan penyebab utama dari terjadinya inflasi antara lain:
- Pertama, terjadinya penyusutan nilai mata uang atau depresiasi yang mengakibatkan naiknya harga-harga barang dan menurunkan daya beli konsumen.
- Kedua, penerapan kebijakan yang tidak tepat sehingga memperparah tingkat inflasi semakin tinggi.
- Ketiga, dari peneyebab kedua maka terjadi defisit negara atau menurunya pendapatan negara. Alih-alih ingin menutupi defisit tersebut, namun sebaliknya malah menimbulkan arus jumlah uang yang beredar (JUB) menjadi tidak terkendali. Dampaknya nilai mata uang anjlok drastis.
Solusi yang sebaiknya dilakukan melihat penyebab-penyebab diatas:
- Untuk Pemerintah, sebaiknya menerapkan kebijakan-kebijakan dengan tepat karena tentu akan sangat berdampak besar bagi nasib perekonomian negara. Mengingat laju inflasi yang sudah terlanjur tinggi.
- Untuk Bank Central, sebaiknya mengendalikan arus jumlah uang yng beredar (JUB) demi menjaga kestabilan nilai mata uang agar tidak terdepresiasi.
- Untuk semua pihak baik Pemerintah dan Bank Central, sebaiknya meningkatkan daya minat menabung kepada masyarakat dengan menaikan tingkat suku bunga demi terkontrolnya arus uang yang beredar (JUB).