Daftar isi
Demokrasi Pancasila adalah bentuk sistem demokrasi yang dianut negara kita.
Konsep Demokrasi Pancasila telah dikenal sejak zaman Orde Baru. Namun, perwujudannya yang sesuai asas dan nilai demokrasi serta Pancasila baru mulai dirasakan pada masa reformasi.
Pengertian Secara Umum
Kata “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “kratos” atau “cratein” yang berarti pemerintahan.
Jadi, dapat dikatakan demokrasi memiliki arti pemerintahan rakyat. Di kalangan umum, demokrasi sering juga disebut pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demokrasi memiliki banyak bentuk. Indonesia pun pernah mengalami bentuk demokrasi. Salah satunya adalah Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang berlandaskan ideologi pancasila.
Dapat dikatakan bahwa Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia dengan paham kekeluargaan dan gotong royong.
Pengertian Demokrasi Pancasila Menurut Para Ahli
Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945:
Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang merupakan sila ke-4 dari dasar negara Pancasila seperti yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945 aline ke-4.
Demokrasi Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang menggunakan kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti tercantum dalam ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 1945.
Tahun 1945-1959
Demokrasi pada awal kemerdekaan lebih difokuskan pada usaha mempertahankan kedaulatan negara.
Pada masa itu, negara asing masih ingin menguasai Indonesia. Hal ini terbukti dengan kedatangan agresi militer Belanda I dan II.
Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat.
Tahun 1949, terbentuk demokrasi federal pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS). UUD 1945 diganti menjadi Konstitusi RIS.
Indonesia dibagi menjadi beberapa negara bagian. Demokrasi ini adalah bentuk perwujudan dari cita-cita Belanda, bukan cita-cita bangsa Indonesia.
Tahun 1950, RIS bubar dan Indonesia kembali menjadi Republik Indonesia
Tahun 1950, demokrasi Indonesia menjadi sistem pemerintahan demokrasi parlementer-liberal. Pedoman demokrasi pada masa itu bukan lagi UUD 1945 atau pun Konstitusi RIS.
Pedomannya adalah Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.
Namun, sistem ini mempunyai kelemahan dalam mempersatukan bangsa. Sistem ini membawa politik Indonesia ke dalam ketidakstabilan.
Terhitung terjadi tujuh kali pergantian kabinet pada masa ini.
Tahun 1959-1966
Fase ini disebut sebagai fase demokrasi terpimpin. Fase ini dimulai sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUD 1945 kembali diberlakukan, menggantikan UUDS 1950.
Demokrasi terpimpin ini seharusnya dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perkwakilan.
Kekeliruan dalam sistem demokrasi ini adalah demokrasi ini tampak dipimpin oleh presiden dan berkembang nilai absolut.
Hal ini bertentangan dengan nilai demokrasi, di mana seharusnya kekuasaan berada di tangan rakyat.
Pada masa ini, terjadi beberapa penyimpangan, di antaranya:
Beberapa peristiwa yang terjadi pada masa ini adalah:
Sistem ini berakhir dengan dikeluarkannya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) pada tahun 1966. Periode Orde Lama berakhir.
Tahun 1966-1998
Order Baru. Jenderal Soeharto menjadi presiden, menggantikan Ir. Soekarno.
Demokrasi Pancasila mulai dikenal pada masa ini. Harapan yang dimiliki masa adalah kembalinya pelaksanaan bentuk murni Pancasila dan UUD 1945.
Demokrasi ini seharusnya menjadi masa untuk membenahi kembali demokrasi Indonesia setelah fase demokrasi terpimpin.
Namun, pada pelaksanaannya, kegiatan politik berpusat kepada presiden.
Tahun 1971, diadakan Pemilahan Umum yang melibatkan 9 partai politik dan Golongan Karya.
Namun, pemilu selanjutnya peserta dibatasi menjadi hanya 3 partai politik. Hal tersebut merupakan bentuk kekeliruan demokrasi karena membatasi wadah aspirasi rakyat.
Kekeliruan lainnya adalah kursi di DPR dan MPR hanya sebagian yang diisi berdasarkan hasil Pemilu. Kursi lainnya diisi melalui pengangkatan oleh presiden.
Dengan beberapa kekeliruan sistem demokrasi dan aspek-aspek lainnya, periode Orde Baru berakhir pada tahun 1998. Periode ini digantikan era reformasi.
Tahun 1998-sekarang
Demokrasi Pancasila pada era reformasi mulai mengalami perubahan dibandingkan masa-masa sebelumnya.
Keberadaan demokrasi mulai lebih tampak jelas. Aspirasi rakyat dapat lebih bebas dikemukakan.
Pada tahun 1999, dilangsungkan Pemilu dengan sistem multipartai. Tahun 2004, dilangsungkan Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden.
Pada periode inilah pertama kalinya rakyat dapat memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.
Rakyat pada periode ini lebih dapat merasakan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan berpolitik dibandingkan pada periode-periode sebelumnya.
Titik terang menuju era demokrasi yang sesungguhnya seolah mulai tampak.
Namun, perilaku kebebasan yang sudah dimiliki haruslah kebebasan yang bertanggung jawab agar sesuai dengan Pancasila.
Sistem demokrasi Pancasila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Terdapat dua asas yang dikenal dalam sistem ini, yaitu asas kerakyatan dan asas musyawarah.
Asas ini menunjukkan kesadaran cinta kepada rakyat, memperhatikan nasib dan cita-cita rakyat, dengan jiwa kerakyatan demi mewujudkan cita-cita yang sama.
Asas ini memiliki tujuan agar aspirasi rakyat Indonesia yang beraneka ragam diperhatikan melalui proses permusyawaratan untuk mencapai mufakat, sehingga tujuan bersama dapat tercapai.
Berikut ini prinsip-prinsip dalam demokrasi Pancasila:
Demokrasi Pancasila memiliki fungsi terhadap hal-hal yang memilki peran dan kehidupan dan kesejahteraan negara. Berikut ini fungsi demokrasi Pancasila:
Demokrasi Pancasila memiliki tujuan terselenggaranya nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila, yaitu:
Pelaksanaan demokrasi harus sesuai dengan UUD 1945 dan tidak melanggar Hak Asasi Manusia. Isi Pokok Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Demokrasi Pancasila memiliki peran dalam kehidupan di negara ini. Penerapannya dapat dilakukan dalam berbagai bidang.
Semua orang berhak menjadi kaya. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, tidak jarang segala cara dilakukan.
Demikian juga terdapat perilaku hukum yang menyerupai hukum rimba, yaitu yang kuatlah yang menang.
Seseorang pun terkadang menggunakan atau memanfaatkan segala macam kesempatan yang merampas hak orang lain. Perilaku seperti ini bertentangan dengan landasan kehidupan negara ini.
Keadaan seperti itu dapat menggeser hak-hak orang lain dan masyarakat. Keadilan dan kesejahteraan secara merata tidak akan terwujud. Rakyat dengan status sosial di bawah akan merasa tertindas.
Dengan Demokrasi Pancasila, seharusnya setiap orang dapat mengutamakan memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi orang lain, masyarakat, dan negara.
Setiap individu yang memiliki kemampuan lebih di atas justru seharusnya melindungi hak-hak orang lain, masyarakat, dan negara.
Dengan begitu, perkembangan ekonomi yang merata dapat terwujud bersama dengan kesejahteraan rakyat.
Politik sering kali dicap sebagai sesuatu yang negatif. Hal ini terjadi karena isu politik yang menghalalkan segala cara hanya demi mewujudkan kepentingan individu atau kelompok.
Pengamalan demokrasi Pancasila dalam bidang politik seharusnya tidak demikian.
Rakyat menjadi pemegang kekuasaan. Aspirasi rakyat seharusnya menjadi sesuatu yang diperhatikan.
Politik seharusnya tidak digunakan sebagai alat merebut kekuasaan.
Banyak sekali berita mengenai tindakan anarkis atau tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok masyarakat.
Kelompok-kelompok dalam masyarakat mungkin merasakan memiliki hak lebih di atas kelompok lainnya.
Namun, perwujudan tindak anarkis dan kekerasan kurang sesuai dengan Demokrasi Pancasila.
Kepentingan individu atau kelompok seharusnya beriringan dengan kepentingan rakyat bersama.
Hal ini untuk mewujudkan persatuan Indonesia dan membangun keadilan. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa pun seharusnya dijadikan landasan dalam kehidupan untuk mencegah tindakan kekerasan.
Nilai-nilai pada sistem demokrasi ini menyesuaikan dengan nilai-nilai yang dimiliki Pancasila, yaitu: