Daftar isi
Desa merupakan suatu bentuk pemukiman atau komunitas yang lebih kecil daripada kota, biasanya terdiri dari sejumlah rumah tangga. Desa dapat menjadi unit administratif atau wilayah yang memiliki pemerintahan sendiri.
Karakteristik desa seringkali melibatkan kehidupan yang lebih dekat dengan alam, struktur sosial yang akrab, dan masyarakat yang saling kenal satu sama lain. Desa dapat ditemukan di berbagai negara dengan variasi dalam ukuran, struktur, dan cara hidupnya.
Desa tradisional mengacu pada suatu pemukiman yang mempertahankan nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan pola hidup turun-temurun. Di sana, masyarakatnya cenderung hidup dalam kebersamaan dan menjaga harmoni dengan alam sekitar.
Struktur sosial yang kuat dan aktifnya kegiatan komunal adalah ciri khas desa tradisional. Arsitektur dan tata ruang desa mencerminkan identitas lokal, sering kali disesuaikan dengan kebutuhan hidup sehari-hari dan kearifan budaya yang berkembang dari generasi ke generasi. Desa tradisional juga dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan keagamaan dalam suatu komunitas.
Desa memiliki beragam fungsi yang melibatkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Beberapa fungsi desa antara lain sebagai berikut.
Fungsi desa dapat berbeda-beda tergantung pada konteks geografis, budaya, dan perkembangan ekonomi suatu wilayah.
Pengertian desa tradisional dapat dirincikan melalui pandangan beberapa ahli. Berikut adalah beberapa definisi dari para ahli tersebut.
Koentjaraningrat merupakan seorang antropolog terkemuka asal Indonesia, yang memberikan penjelasan tentang desa tradisional dengan fokus pada aspek ekonomi. Baginya, desa tradisional adalah masyarakat desa yang secara ekonomi lebih mengutamakan kegiatan pertanian, perkebunan, atau penggembalaan.
Artinya, desa tradisional cenderung memiliki struktur ekonomi yang dominan dalam sektor pertanian, kebun, atau peternakan. Pendekatan tersebut menekankan bahwa mata pencaharian utama di desa tradisional seringkali terkait erat dengan aktivitas pertanian dan sektor agrikultural lainnya.
Selain aspek ekonomi, Koentjaraningrat juga mengakui bahwa desa tradisional memiliki ciri-ciri sosial dan budaya yang unik, seperti sistem kekerabatan yang kuat dan norma-norma adat yang mengatur kehidupan masyarakat desa tersebut.
Clifford Geertz adalah seorang antropolog terkenal menggambarkan desa tradisional sebagai suatu jaringan hubungan sosial yang saling terkait dan berdasarkan pada kekerabatan, serta diatur oleh norma-norma adat istiadat.
Dalam pandangan Geertz, desa tradisional bukan hanya sebuah tempat tinggal, tetapi juga sistem kompleks dari interaksi sosial yang mencakup hubungan kekeluargaan dan aturan-aturan budaya. Pendekatan Geertz menyoroti pentingnya memahami struktur sosial dan sistem kekerabatan di dalam desa tradisional.
Baginya, norma-norma adat istiadat, atau tata aturan budaya, memegang peranan sentral dalam mengatur kehidupan sosial masyarakat desa. Dengan merinci dinamika hubungan sosial dan nilai-nilai budaya, Geertz memberikan pemahaman mendalam terhadap kompleksitas desa tradisional dalam konteks antropologi.
Soemarwoto adalah seorang sosiolog Indonesia yang memberikan penjelasan yang lebih komprehensif tentang desa tradisional. Desa tradisional cenderung menunjukkan kecenderungan hidup secara bersama-sama, di mana masyarakatnya terlibat dalam kegiatan komunal dan membagi sumber daya bersama.
Kemudian seringkali memiliki tingkat isolasi yang tinggi dari perkembangan luar dan mempertahankan otonomi dalam pengaturan kehidupan sehari-hari serta keputusan lokal. Masyarakat desa tradisional terlibat aktif dalam kegiatan lokal, seperti upacara adat, kegiatan pertanian, dan kehidupan keagamaan yang mencirikan identitas dan keunikan desa.
Pandangannya mencerminkan sifat komunal, otonomi lokal, dan keterlibatan dalam kehidupan lokal sebagai unsur-unsur sentral dalam definisi desa tradisional menurut Soemarwoto.
Pandangan para ahli tersebut menyoroti aspek-aspek seperti ekonomi, hubungan sosial, kekerabatan, dan otonomi dalam mendefinisikan desa tradisional. Pemahaman itu juga mencerminkan kompleksitas dan keragaman karakteristik desa tradisional dalam konteks budaya dan masyarakat setempat.
Berikut adalah ciri-ciri desa yang diklasifikasikan sebagai desa tradisional.
Seringkali desa tradisional dapat ditinggali oleh sebuah suku. Suku-suku memiliki kecenderungan untuk membentuk komunitas yang lebih kecil dan homogen, dan desa-tradisional sering mencerminkan kehidupan dan kebudayaan suku tersebut.
Dalam beberapa konteks, desa tradisional bisa menjadi pusat kehidupan suku, dengan penduduknya yang berbagi ikatan kekerabatan, bahasa, adat istiadat, dan tradisi budaya tertentu. Namun, perlu diketahui bahwa ada variasi besar di seluruh dunia, dan tidak semua desa tradisional dihuni oleh satu suku saja.
Ada desa yang mungkin dihuni oleh beberapa kelompok etnis atau suku yang berbeda, terutama di daerah yang memiliki keragaman etnik yang tinggi. Oleh karena itu, sifat dan ciri-ciri desa tradisional dapat bervariasi tergantung pada konteks geografis dan kultural spesifik.
Banyak desa tradisional memiliki kecenderungan untuk menjaga dan mempertahankan adat tradisi leluhur. Hal tersebut seringkali menjadi ciri khas dari desa tradisional, di mana masyarakatnya secara aktif berusaha untuk melestarikan nilai-nilai, norma-norma adat, dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Pemeliharaan adat tradisi leluhur dapat mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti upacara adat, sistem kekerabatan, seni dan kerajinan tradisional, dan praktik keagamaan khas. Desa tradisional cenderung melibatkan komunitas dalam menjalankan upacara-upacara khusus yang menjadi bagian integral dari warisan budayanya.
Beberapa desa mungkin lebih sukses dalam melestarikan tradisi leluhur mereka, sementara yang lain mungkin mengalami transformasi atau bahkan kehilangan beberapa aspek dari warisan budayanya seiring waktu.
Sebagian besar desa tradisional memiliki kecenderungan untuk berlokasi di daerah yang terpencil dan terisolir. Faktor-faktor yang menyebabkan desa tradisional terisolir melibatkan pertimbangan historis, geografis, dan kultural.
Desa-desa tradisional sering kali berlokasi di daerah yang sulit diakses, seperti pegunungan, pedalaman hutan, atau wilayah terpencil lainnya. Hal tersebut dapat menciptakan isolasi geografis yang membuat akses dari luar menjadi sulit.
Selain itu, adanya isolasi dapat membantu desa tradisional untuk lebih baik mempertahankan tradisi dan adat istiadat karena minimnya pengaruh dari luar. Desa tradisional yang terisolir mungkin sulit dijangkau dengan sarana transportasi modern, menjadikan desa tersebut tetap mempertahankan gaya hidup tradisional.
Beberapa desa tradisional juga dapat berada di dekat pusat perkotaan atau memiliki akses yang relatif mudah. Variasi tersebut tergantung pada banyak faktor, termasuk perkembangan infrastruktur dan tingkat pengaruh modernisasi di wilayah tersebut.
Masyarakatnya masih bergantung pada alam untuk bertahan hidup. Kehidupan sehari-hari dan mata pencaharian masyarakat desa tradisional seringkali terkait erat dengan sumber daya alam di sekitarnya. Desa tradisional cenderung memiliki sistem pertanian yang bersifat subsisten, dengan masyarakat yang menanam tanaman pangan untuk kebutuhan sendiri.
Kemudian, masyarakat desa dapat mengandalkan sumber daya alam lokal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk kayu bakar, air, dan bahan bangunan tradisional. Jika desa terletak di daerah pedesaan atau dataran tinggi, masyarakatnya mungkin terlibat dalam penggembalaan dan beternak hewan sebagai sumber mata pencaharian.
Selain itu, jika lokasi desa di sekitar hutan mungkin mengandalkan hasil hutan untuk keperluan seperti obat-obatan, bahan bangunan, dan bahan kerajinan.
Di suatu desa tradisional penduduk desa cenderung memiliki sifat tertutup terhadap daerah lain. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti isolasi geografis, ketahanan tradisional, dan gaya hidup yang telah lama terjaga.
Desa tradisional sering kali berada di daerah yang sulit diakses atau terpencil, menjadikannya kurang terpapar dengan pengaruh dari luar. Masyarakat desa mungkin memiliki kebanggaan yang tinggi terhadap identitas lokal dan tradisinya.
Sehingga, lebih memilih mempertahankan keberlanjutan budaya mereka. Keinginan untuk memelihara norma-norma adat istiadat dan nilai-nilai tradisional dapat membuat masyarakat desa enggan menerima pengaruh yang dapat merusak keberlanjutan tradisinya.
Desa tradisional sering didasarkan pada sistem kekerabatan yang kuat, di mana hubungan antaranggota masyarakat sangat dipengaruhi oleh ikatan keluarga dan kekerabatan. Selain itu, umumnya memiliki populasi yang relatif kecil, memungkinkan setiap individu untuk saling mengenal dan terlibat dalam kehidupan sosial satu sama lain.
Dalam situasi sulit atau keadaan darurat, masyarakat desa tradisional sering kali bersatu dan mendukung satu sama lain karena hubungan yang erat di antara anggota komunitas. Solidaritas sosial yang tinggi dapat menjadi faktor kunci dalam membentuk hubungan antarpersonal yang erat di desa tradisional.
Di mana masyarakat mendukung satu sama lain dalam berbagai aspek kehidupan. Melalui hubungan antarpersonal yang erat ini, desa tradisional menciptakan lingkungan sosial yang khas dan menguatkan rasa kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa pemukiman desa tradisional sering kali memiliki tata ruang yang teratur, dengan rumah-rumah yang diatur sesuai dengan pola tertentu. Desa tradisional mungkin memiliki pemisahan wilayah fungsional, dengan area untuk pertanian, perumahan, dan kegiatan komunal yang diatur secara terpisah.
Serta dapat diatur dengan mempertimbangkan arah mata angin, keberadaan sumber air, atau karakteristik alam setempat. Hal itu karena arsitektur rumah-rumah di desa tradisional sering mencerminkan kearifan lokal dan keunikan budaya, dengan pola pembangunan yang mengikuti tradisi leluhur.
Kemudiam seringkali memiliki pusat komunal, seperti tempat ibadah atau lapangan umum, yang menjadi titik fokus kegiatan masyarakat. Pola-pola yang dibuat dapat bervariasi tergantung pada konteks kultural dan geografis spesifik dari desa tradisional tersebut.
Masyarakat di desa tradisional biasanya terlibat secara bersama-sama dalam berbagai upacara adat. Hal itu akan menciptakan rasa kebersamaan dan solidaritas di antara anggota masyarakat. Beberapa desa kadang-kadang memiliki kalender upacara adat yang dijalankan secara berkala, misalnya upacara panen, upacara penyambutan musim, atau upacara keagamaan.
Upacara adat yang dilakukan mencerminkan norma dan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Partisipasi masyarakat adalah cara untuk mempertahankan dan mewariskan warisan budayanya. Dalam banyak kasus, upacara adat melibatkan seluruh komunitas desa, termasuk anak-anak, remaja, dan lansia, sehingga menciptakan pengalaman kolektif yang mendalam.
Adanya lartisipasi masyarakat dalam upacara adat juga mencerminkan penghormatan terhadap warisan budaya dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat desa tradisional. Dengan demikian, partisipasi aktif dalam upacara adat merupakan salah satu cara masyarakat desa tradisional memelihara dan menyelenggarakan nilai-nilai tradisionalnya.
Di Indonesia, terdapat banyak desa tradisional yang mempertahankan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya. Contoh-contoh desa tradisional di Indonesia antara lain:
Tenganan Pegringsingan di Bali merupakan salah satu contoh desa tradisional di Indonesia yang sangat terkenal. Desa tersebut memiliki keunikan dalam berbagai aspek, termasuk budaya, adat istiadat, seni, dan arsitektur tradisional.
Desa ini terkenal karena berhasil mempertahankan tradisi dan adat istiadatnya sepanjang waktu, menciptakan lingkungan yang kaya akan kearifan lokal serta kain tenun ikat khasnya yang disebut Pegringsingan. Kain tersebut dihasilkan melalui teknik tenun ikat tradisional yang diwariskan secara turun-temurun.
Rumah-rumah adat di Tenganan Pegringsingan memiliki arsitektur khas Bali, dengan tata letak yang terorganisir dengan baik dan material bangunan tradisional. Selain itu, memiliki sistem sosial dan kekerabatan yang kuat, dan masyarakatnya hidup dalam kebersamaan yang erat, dengan norma-norma adat yang dihormati.
Kampung naga di Jawa Barat juga merupakan salah satu contoh kampung atau desa tradisional di Indonesia yang mempertahankan keunikan budaya dan tradisi lokalnya. Rumah-rumah di kampung naga mengikuti gaya arsitektur tradisional sunda
Dengan atap yang bersusun dan dinding yang terbuat dari anyaman bambu serta pemukimannya diatur dengan tata letak yang khas, menciptakan suasana yang sejuk dan nyaman. Masyarakat di kampung tersebut masih menjalankan tradisi pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama, dan menerapkan pola pertanian yang berkelanjutan.
Hubungan kekerabatan yang terjalin dalam masyarakat sangat penting, dan norma-norma adat membentuk dasar interaksi sosial di dalamnya.
Kini, kampung naga sering menjadi destinasi wisata bagi masyarakat yang tertarik untuk merasakan kehidupan dan budaya tradisional Indonesia serta memberikan pengalaman yang mendalam tentang keberlanjutan tradisi lokal dan kehidupan masyarakat tradisional tersebut.
Desa kete di tana toraja yang berdomisili di Sulawesi Selatan, Indonesia, memiliki budaya dan tradisi yang unik, terutama terkait dengan upacara kematian dan kehidupan setelah mati. Desa kete kesu dikenal dengan rumah adat tradisional toraja yang disebut tongkonan.
Rumah-rumah tersebut memiliki atap melengkung khas dan dihiasi dengan ukiran-ukiran artistik yang mencerminkan status dan kekayaan keluarga. Upacara kematian disana sangat penting, karena proses pemakaman melibatkan serangkaian ritual yang melibatkan seluruh komunitas.
Makam yang diukir dalam batu sering ditemui di lereng bukit, dan meyakini bahwa hubungan dengan leluhur masih terjalin. Kemudian, suku toraja memiliki sistem kekerabatan yang kuat, dan struktur masyarakat mereka didasarkan pada kelompok-kelompok kekerabatan yang besar.
Hubungan kekerabatan memainkan peran penting dalam mengatur kehidupan sehari-hari dan keputusan komunal. Selain itu, seni ukir dan kerajinan tangan tradisional seperti ukiran kayu dan pahatan batu menjadi bagian integral dari budaya suku toraja. Hal itu mencerminkan nilai-nilai estetika dan keahlian kerajinan masyarakatnya.
Dengan kata lain, suku toraja menciptakan desa tradisional yang memadukan unsur-unsur budaya, spiritualitas, dan keberlanjutan lingkungan, menjadikannya contoh yang menarik dari keberlanjutan tradisi lokal di Indonesia.
Suku baduy terkenal dengan konsep tanah warisan di mana tanah diwariskan dari generasi ke generasi. Hal itu menciptakan hubungan erat antara manusia dan lingkungan, serta mempertahankan prinsip keberlanjutan.
Masyarakat baduy terbagi menjadi dua kelompok, yaitu baduy luar dan baduy dalam. Baduy luar memiliki sedikit interaksi dengan dunia luar, sementara baduy dalam lebih melestarikan tradisi dan lebih terisolasi.
Pakaian adat suku baduy mencerminkan identitasnya. Masyarakat baduy dalam paling melestarikan tradisi, yaitu dengan mengenakan pakaian khas berwarna putih dan tidak menggunakan sepatu sebagai tanda kesederhanaan.
Kemudian, suku tersebut mempraktekkan kepercayaan aliran sunda wiwitan yaitu suatu bentuk kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan tersebut seperti mengadakan berbagai upacara adat, seperti upacara pertanian dan upacara kematian.
Secara keseluruhan, suku baduy sangat menolak pengaruh teknologi modern dan menjaga jarak dari dunia luar. Masyarakat disana hidup sederhana dengan mata pencaharian utama seperti bertani, berkebun, dan merajut.
Desa ini terkenal dengan arsitektur rumah adat Bali yang khas, dengan atap jerami dan dinding dari anyaman bambu. Rumah-rumah ini diatur dengan teratur dan menciptakan tata ruang yang indah serta dirancang dengan pola tata ruang yang teratur, dengan jalan-jalan yang lurus dan rumah-rumah yang menyusun sepanjang jalan utama desa.
Desa penglipuran sangat menjaga dan merayakan kebudayaan Bali. Masyarakatnya masih aktif dalam menjalankan upacara adat, tarian, dan berbagai kegiatan budaya lainnya. Sebagai destinasi wisata, desa penglipuran juga dikenal karena upaya masyarakatnya dalam mengelola pariwisata dengan baik.
Masyarakat terlibat dalam pengembangan pariwisata sebagai sumber pendapatan tambahan. Desa penglipuran juga sering disebut sebagai Desa Adat Bali Murni, karena mempertahankan tradisi dan budaya Bali tanpa banyak dipengaruhi oleh modernisasi.
Fakta unik selanjutnya yaitu desa terlibat dalam pemberdayaan perempuan, dengan peran perempuan dalam kehidupan desa yang diakui dan dihargai. Desa tersebut menjadi contoh yang menarik tentang bagaimana sebuah komunitas dapat memadukan kehidupan tradisional dengan pariwisata, sambil mempertahankan dan merayakan budaya lokal.
Setiap desa tradisional di Indonesia memiliki ciri khasnya sendiri dalam mempertahankan warisan budaya dan kearifan lokal. Desa tradisional jika dikelola dengan baik akan menjadi destinasi pariwisata berkelanjutan. Hal tersebut dapat memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat setempat tanpa mengorbankan integritas budaya dan lingkungan.