Hak Kekayaan Intelektual: Pengertian, Fungsi dan Jenisnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Hak Kekayaan Intelektual telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi dunia, terutama bidang ekonomi. Perusahaan-perusahaan dari berbagai industri mengandalkan hak paten, cipta, dan merek dagang mereka yang berimplikasi pada keyakinan konsumen terhadap kualitas produk mereka.

Berikut ini telah dipaparkan mengenai pengertian, sejarah, jenis-jenis, kelembagaan, dasar hukum, beserta fungsi dan tujuan dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Kekayaan intelektual (KI) atau hak kekayaan intelektual (HaKI atau HKI) merupakan salah satu bentuk kekayaan yang mencakup kreasi intelektualitas manusia yang tidak berwujud. Keberadaan HKI diakui oleh banyak negara di dunia, yang terbagi menjadi beberapa jenis, yakni hak paten, cipta, merek dagang, rahasia dagang, dan desain industri.

Konsep modern tentang HKI pertama kali muncul di Inggris pada abad ke-17 dan ke-18. Namun, istilah intellectual property atau “Kekayaan Intelektual” baru dipakai pada abad ke-19, yang kemudian menjadi bagian dari sistem hukum dunia pada abad ke-20.

Tujuan utama dari penerapan hukum kekayaan intelektual adalah mendorong terciptanya berbagai macam barang-barang intelektual. Upaya ini dicapai dengan memberikan payung hukum terhadap orang atau organisasi dalam menggunakan, menggandakan, dan/atau mendistribusikan informasi dan barang intelektual yang dibuatnya, biasanya dalam jangka waktu terbatas.

Pihak tersebut akan memperoleh insentif ekonomi dari kreasinya. Insentif ini diharapkan mampu merangsang terciptanya inovasi dan berkontribusi pada kemajuan teknologi di negaranya, yang bergantung pada perlindungan terhadap para inovator.

HaKI juga memungkinkan para kreator atau seniman mendapatkan manfaat dari kreasinya, melindungi ide dan gagasannya, serta mencegah pembuatan barang salinan (imitasi).

Sifat HaKI yang tidak berwujud, menyebabkannya sulit jika dibandingkan dengan kekayaan fisik, seperti barang atau tanah. Dengan demikian, karya intelektual dianggap sebagai karya yang tidak bisa dibagi, mengingat begitu banyak orang yang menggunakannya tanpa menghabiskannya.

Namun demikian, investasi dalam bentuk barang intelektual akan lebih banyak menghadapi masalah perampasan. Sebagai contoh, pemilik lahan dapat melindungi tanah mereka dengan memasang pagar di batas pekarangan mereka, atau menyewa seorang petugas keamanan bersenjata.

Sementara penulis atau sastrawan tidak bisa berbuat banyak guna mencegah penggandaan yang dilakukan oleh pembeli karyanya untuk dijual dengan harga yang lebih murah. Oleh karenanya, dengan menyeimbangkan hak yang menguatkan penciptaan barang intelektual baru akan mencegah penggunaan barang secara luas.

Sejarah Hak Kekayaan Intelektual

Statuta Monopoli (1624) dianggap sebagai bentuk awal dari Hak Paten, sedangkan Statuta Inggris Anne (1710) dianggap sebagai bentuk awal Hak Paten. Keduanya secara tegas telah membangun konsep kekayaan intelektual pertama di dunia.

Istilah “Kekayaan Intelektual” pertama kali digunakan pada terbitan sebuah karya dalam “Tinjauan Bulanan” tahun 1769. Di era lebih modern, istilah kekayaan intelektual kembali digunakan sebagai judul dalam kumpulan esai di awal tahun 1808.

Bentuk hukum yang sama juga digunakan di Jerman saat pendirian Konfederasi Jerman Utara, di mana secara konstitusi memberikan kekuasaan legislatif atas perlindungan HKI (Schutz dez geistigen Eigentums) dalam konfederasi tersebut.

Penggunaan istilah kekayaan intelektual juga digunakan dalam pembentukan sekretariat administratif baru yang didasarkan pada Konvensi Paris (1883) dan Konvensi Berne (1886) pada 1893 yang berpusat di Berne, yaitu Biro Internasional Perlindungan Kekayaan Intelektual.

Pada 1960, organisasi ini kemudian dipindahkan ke Jenewa, dan diganti dengan World Intellectual Property Organization (WIPO) pada 1967, dengan sebuah perjanjian sebagai badan otonom Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menurut pakar hukum Standford Law School Mark Lemley, periode ini menjadi awal Amerika Serikat menggunakan istilah tersebut (sebelum menjadi bagian dari Konvensi Berne), dan tidak digunakan secara populer  hingga diberlakukannya UU Bayh-Dole tahun 1980.

Namun demikian, sejarah paten bukanlah sebuah penemuan, melainkan pemberian dari Ratu Elizabeth I (1558-1603) untuk tujuan monopoli.

Sekitar 200 tahun setelah berakhirnya kekuasaan Elizabeth I, Hak Paten secara ekskusif diberikan kepada seorang penemu yang mampu mengontrol produksi dan/atau penjualan atas penemuan ilmiah atau mekanisnya, yang menggeser makna paten prerogatif kerajaan menjadi doktrin common law.

Pada 500 SM, pemerintah Yunani di negara bagian Sybaris pernah menawarkan hak paten selama satu tahun kepada semua orang yang mampu menemukan inovasi dan penyempurnaan dalam sebuah kemewahan.

Istilah ini juga dapat ditemukan dalam putusan Pengadilan Sirkuit Massachusetts sekitar Oktober 1845, dalam kasus paten Davoll et al. V. Brown. Dalam putusan tersebut tertulis bahwa hanya dengan cara ini kekayaan intelektual, produksi, kerja pikiran, dan kepentingan milik manusia dapat terlindungi.

Hingga awal 2000-an, hukum HKI global lebih banyak didominasi oleh HKI yang berstandar dari Eropa atau Amerika Serikat, dengan tujuan penyeragaman Hukum Kekayaan Intelektual di setiap negara dengan beberapa pertimbangan atas nilai-nilai sosial, budaya, dan tingkat pembangunan ekonomi nasional.

Wacana tersebut juga menganjurkan adanya fleksibilitas kebijakan yang lebih luas serta akses lebih luas terhadap pengetahuan, terutama bagi negara-negara berkembang.

Dalam Agenda Pembangunan yang diadopsi WIPO pada 2007, perlu adanya 45 rekomendasi penyesuaian terhadap kegiatan WIPO di negara-negara berkembang guna mengurangi distorsi, terutama isu terkait akses pasien ke obat-obatan, akses informasi dan internet, akses benih oleh petani, akses artikel oleh pelajar, dan lainnya.

Namun, di tingkat internasional, pergeseran paradigma ini belum terwujud secara konkret dalam reformasi. Sehingga para anggota WTO diwajibkan menetapkan standar minimun terhadap perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual sesuai situasi negara masing-masing.

Hal ini didasarkan pada Perjanjian Trade-Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPS). Perjanjian ini secara luas telah memasukkan Hak Kekayaan Intelektual ke dalam sistem perdagangan global sejak 1995.

Fungsi & Tujuan Hak Kekayaan Intelektual

Terdapat setidaknya tiga tujuan utama dari disahkannya Undang-Undang dan Keputusan Presiden tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yaitu:

  • Sebagai Bentuk Perlindungan Secara Hukum Terhadap Pencipta dan Karyanya

Perlindungan hukum akan diberikan kepada karya intelektual apapun yang telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Dengan demikian, pemilik karya intelektual tersebut tentunya akan merasa lebih tenang dan aman dalam memanfaatkan nilai ekonomis dari karya yang dibuatnya, tanpa takut melanggar hukum tertentu.

  • Sebagai Bentuk Antisipasi Terhadap Pelanggaran HKI

Hak Kekayaan Intelektual dapat digunakan seorang individu atau kelompok atau badan sebagai landasan kuat dan perlawanan jika sewaktu-waktu ada pihak lain yang tidak bertanggung jawab, menggunakan karya yang terdaftar HKI secara ilegal.

Dengan diberlakukannya kebijakan HKI, akan menstimulasi banyak pengusaha atau pebisnis untuk berinovasi, sehingga terjadi peningkatan kompetisi. Peningkatan kompetensi ini secara tidak langsung akan membuat berbagai perusahaan saling berlomba menghasilkan karya terbaik mereka.

Jenis-Jenis Hak Kekayaan Intelektual

Terdapat beberapa jenis HKI yang sah menurut perundang-undangan di Indonesia, antara lain:

  • Hak Cipta

Hak cipta secara khusus memberikan hak kepada pencipta karya asli dari suatu kekayaan intelektual, umumnya dalam jangka waktu yang terbatas. Hak cipta tidak mencakup gagasan dan informasi dari suatu karya, melainkan dalam bentuk atau cara mengungkapkannya.

Hak cipta kebanyakan melindungi berbagai macam karya yang sifatnya kreatif, artistik, dan intelek. Hak cipta terdiri dari dua hak, yang kesemuanya diberikan kepada penciptanya, yaitu hak moral dan hak ekonomi.

Hak moral secara pribadi melekat pada diri pencipta asli, dan tidak bisa dialihkan selama ia masih hidup. Hak ekonomi adalah hak khusus bagi pencipta atau pemegang hak cipta guna mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya, berupa lisensi dan royalti.

Beberapa ciptaan yang memperoleh hak cipta diantaranya seperti buku, pamflet, program komputer, kuliah, pidato, ceramah, peta, seni batik, arsitektur, fotografi, musik atau lagu dengan/tanpa teks, koreografi, tafsir, saduran, dan lainnya.

  • Hak Paten

Hak paten adalah salah satu bentuk hak eksklusif yang diberikan oleh pemerintah kepada penemu atau ahli lain yang telah disetujui, untuk membuat, menggunakan, menjual, menawarkan, dan mengimpor penemuan baru di bidang IPTEK dalam jangka waktu yang terbatas kepada publik setelah diumumkan.

Hak paten terbagi menjadi dua, yaitu paten dan paten sederhana. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan kepada inventor atas invensi di bidang teknologi, dalam jangka waktu tertentu karena telah melakukan sendiri atau memberikan persetujuan kepada ahli lain melakukan invensinya.

Invensi sendiri merupakan solusi dari suatu masalah teknologi tertentu, berupa proses atau produk, atau bisa juga pengembangan dan penyempurnaan dari suatu proses atau produk.

Sedangkan paten sederhana adalah upaya perlindungan terhadap setiap invensi berupa alat atau produk baru yang memiliki nilai kegunaan praktis baik karena bentuk, konstruksi, konfigurasi, atau komponennya.

Salah satu contoh hak paten terhadap penemuan teknologi di Indonesia adalah penemuan aeronautika dan cakar milik B. J. Habibie.

  • Merek Dagang

Merek dagang adalah desain, tanda, atau ekspresi yang ditampilkan secara grafis guna membedakan produk atau layanan dari produsen satu dengan produsen pesaing lain yang serupa.

Merek dagang memiliki beberapa kegunaan lain, yaitu sebagai alat bukti bagi produsen atau pemilik yang berhak atas merek yang telah didaftarkan.

Merek dagang juga menjadi dasar penolakan terhadap permohonan pendaftaran merek yang secara keseluruhan sama. Serta menjadi dasar untuk mencegah pihak lain memakai merek dagang yang sama, baik secara keseluruhan atau hanya pada pokoknya saja.

  • Desain Industri

Desain industri berfungsi untuk melindungi desain visual objek yang tidak utilitarian secara murni. Desain industri merupakan penciptaan dari berbagai bentuk, komposisi atau konfigurasi pola dan warna, yang dapat berbentuk dua atau tiga dimensi untuk menghasilkan suatu produk, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

Karena produk memiliki visual yang menarik, nilai komersilnya sering kali mengalami peningkatan. Ada dua syarat dalam pendaftaran hak desain industri, pertama memiliki kebaruan, yaitu penerimaan permohonan pendaftaran desain industri tersebut tidak sama dengan yang telah ada sebelumnya.

Kedua, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau melanggar ketertiban umum, norma agama, atau norma kesusilaan di masyarakat setempat. Contoh dari hak desain industri ada pada bentuk dan detail gadget, seperti laptop, tablet, dan smartphone.

  • Rahasia Dagang

Rahasia dagang adalah berbagai formula, proses, praktik, pola, instrumen, atau kompilasi dari beberapa informasi yang tidak diketahui oleh umum. Upaya ini digunakan oleh suatu organisasi bisnis untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari para kompetitor dan konsumennya.

Tidak ada perlindungan secara resmi yang pemerintah berikan terhadap rahasia dagang. Di sejumlah negara, rahasia dagang menjadi tanggung jawab masing-masing organisasi bisnis.

Sebagai contoh, KFC menjaga kerahasiaan resep asli dari ayam gorengnya. Begitu juga dengan Coca-Cola dan Pepsi yang juga menjaga kerahasiaan resep asli minuman mereka.

  • Indikasi Geografis

Indikasi geografis merupakan tanda pada suatu barang atau produk yang menunjukkan daerah asalnya berdasarkan faktor geografis. Indikasi geografis merepresentasikan kualitas, reputasi, dan karakteristik tertentu pada suatu produk atau barang yang dihasilkan dari wilayah tertentu.

Ada dua pihak yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran indikasi geografis, yaitu pemerintah daerah kabupaten/kota atau provinsi, dan lembaga tertentu yang berhak mewakili masyarakat dari kawasan geografis tertentu guna mengusahakan sumber daya mereka.

Contoh dari hak indikasi geografis adalah mebel kayu ukir Jepara yang haknya dipegang oleh Jepara Indikasi Geografis Produk – Mebel Kayu Ukir Jepara, dan Minyak Nilam Aceh yang haknya dipegang oleh Forum Masyarakat Perlindungan Nilam Aceh.

  • Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST)

Sirkuit terpadu adalah produk sempurna atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat salah satunya adalah elemen aktif, di mana sebagian atau seluruhnya saling berkaitan dan dibentuk secara terpadu dalam sebuah bahan semikonduktor untuk menghasilkan fungsi elektronik.

Desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) adalah kreasi berupa peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, di mana salah satunya adalah elemen aktif yang dapat menjadi koneksi pada sirkuit terpadu tersebut.

Permohonan pendaftaran DTLST dapat diajukan jika rancangan adalah karya mandiri dari pendesain, dan bukan sesuatu yang umum bagi para pendesain saat DTLST dibuat. Contoh dari DTLST antara lain Motherboard dalam PC dan Oscilator yang ada di dalam radio.

Kelembagaan Kekayaan Intelektual

Regulasi tentang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia diatur melalui beberapa lembaga, yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM, yang di dalamnya juga mencakup Komisi Banding Merek, Komisi Banding Paten, dan Lembaga manajemen Kolektif Nasional.

Konsultan Hak Kekayaan Intelektual secara khusus memberikan jasa dalam proses pengajuan dan pengurusan permohonan Hak Kekayaan Intelektual, yang nantinya akan dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi jika ingin menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, antara lain:

  • Merupakan WNI (Warga Negara Indonesia)
  • Berdomisili tetat di wilayah Republik Indonesia
  • Minimal lulusan strata satu
  • Menguasai bahasa asing, terutama bahasa Inggris
  • Bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
  • Telah lulus dari pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual

Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual

Pada 21 Maret 1997, DPR RI pertama kali mengesahkan peraturan yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan Keputusan Presiden. Kebijakan-kebijakan tersebut menjadi dasar hukum atas kekayaan intelektual bagi setiap orang atau kelompok atau lembaga yang memiliki pemikiran-pemikiran inovatif.

Berikut ini merupakan berbagai dasar hukum tentang perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual di Inonesia, antara lain:

  • UU Nomor 7 Tahun 1994, memuat tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
  • UU Nomor 10 Tahun 1995, memuat tentang Kepabeanan
  • UU Nomor 12 Tahun 1997, memuat tentang Hak Cipta
  • UU Nomor 13 Tahun 1997, memuat tentang Hak Paten
  • UU Nomor 30 Tahun 2000, memuat tentang rahasia dagang, lingkup rahasia dagang, dan perlindungan terhadap rahasia dagang
  • UU Nomor 31 Tahun 2000, memuat tentang Desain Industri
  • UU Nomor 32 Tahun 2000, memuat tentang Desain Tata Letak dan Sirkuit Terpadu
  • UU Nomor 15 Tahun 2001, memuat tentang Merek
  • UU Nomor 19 Tahun 2002 yang kemudian diganti menjadi UU Nomor 28 Tahun 2014, memuat tentang Hak Cipta, pencipta, perlindungan terhadap Hak Cipta, dan berbagai ciptaan yang dilindungi
  • UU Nomor 13 Tahun 2016, memuat tentang Hak Paten bagi investor dan pemegang Hak Paten
  • Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1997, memuat tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
  • Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 1997, memuat tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
  • Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 1997, memuat tentang Pengesahan berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
  • Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 1997, memuat tentang Pengesahan Wipo Copyrights Treaty
fbWhatsappTwitterLinkedIn