Daftar isi
Kali ini kita akan mempelajari tentang ilmu antropologi yang meliputi pengertian, sejarah, cabang, tujuan, sampai contoh penerapan ilmu antropologi dalam kehidupan sehari hari. Lebih jelasnya, simak pembahasan berikut ini.
Pengertian Secara umum
Antropologi berasal dari bahasa Yunani anthropos yang berarti manusia dan logos yang berarti wacana (bernalar, berakal) atau disebut ilmu. Secara etimologis, antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia.
Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya.
Pengertian Menurut KKBI
Menurut KKBI antropologi adalah ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau.
Pengertian Menurut Para Ahli
Sejarah perkembangan Antropologi menurut Koentjaraningrat (1996:1-3) terdiri dari empat fase, yaitu:
1. Fase Pertama (Sebelum 1800)
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selam kurang lebih 4 abad.
Orang-orang eropa tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut, pendeta, kaum nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan,
Mulai menerbitkan buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari bangsa-bangsa yang mereka kunjungi.
Deskripsi tersebut berupa adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa, atau ciri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian disebut sebagai “etnografi” (dari kata etnos berarti bahasa.
2. Fase kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)
Pada awal abad ke-19, ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beerapa karangan-karangan yang membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi.
Masyarakat dan kebudayaan di dunia tersebut mentangkut masyarakat yang dianggap “primitiv” yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat yang tingkatannya sudah dianggap maju.
Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi setelah terdapat bebarapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.
3. Fase Ketiga ( Awal Abad ke-20)
Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka.
Dalam era Kolonial tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting bagi kepentingan kolonialisme.
Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non Eropa ternyata makin penting karena masyarakat tersebut pada umumnya belum sekompleks bangsa-bangsa Eropa.
Dengan pemahaman mengenai masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang kompleks.
4. Fase Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)
Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik. Penembangannya meliputu ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya.
Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitive (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelah Perang Dunia II.
Menyebabkan bahwa antropologi kemudian seolah-olah kehilangan lapangan.
Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian para ahli antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku bangsa primitiv non Eropa kepada penduduk pedesaan, termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan Amerika.
Secara akademik perkembangan antropologi pada fase ini ditandai dengan symposium internasional pada tahun 1950-an, guna membahas tujuan dan ruang lingkup antropologi oleh para ahli dari Amerika dan Eropa.
Pada fase keempat ini antropologi memiliki dua tujuan utama:
Berikut ini cabang-cabang ilmu antropologi:
Antropologi Fisik
Antropologi Budaya
Di samping itu ada pula cabang ilmu antropologi terapan dan antropologi spesialisasi.
Antropology spesialisasi contohnya seperti antropologi politik, antropologi kesehatan, antropologi ekonomi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Berikut dibawah ini terdapat beberapa ruang lingkup dari antropologi, antara lain:
Berikut ini adalah teori dalam antropologi, sebagai berikut:
Teori Evolusi Deterministrik
Adalah teori tertua dan dikembangkan oleh 2 tokoh pertama dalam antropologi, ialah Edward Burnet Tylor (1832-1917) dan Lewis henry Morgan (1818-1889).
Teori ini berangkat dari anggapan bahwa ada suatu hukum (aturan) universal yang mengendalikan perkembangan semua kebudayaan manusia.
Teori Difusi
Perkembangan sejarah unsur-unsur kebudayaan manusia di awali oleh seorang sarjana bernama F. Ratzel (1844-1904).
Dia adalah seorang sarjana Ilmu hayat merangkap ilmu bumi, yang memberiakn suatu anggapan bahwa Kebudayaan manusia itu pangkalnya satu, dan di satu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu makhluk manusia baru saja muncul di dunia ini.
Kemudian, kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah ke dalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu.
Dalam proses pemecahan itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru tadi tidak tetap tinggal terpisah.
Sepanjang masa di muka bumi ini senantiasa terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh mempengaruhi.
Teori Fungsionalisme
Teori ini dikembangkan oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang selama Perang Dunia II mengisolir diri bersama penduduk asli pulau Trobrian untuk mempelajari cara hidup mereka dengan jalan melakukan observasi berperanserta (participant observation).
Ia mengajukan teori fungsionalisme, yang berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan merupakan bagian-bagian yang berguna bagi masyarakat di mana unsur-unsur tersebut terdapat.
Berikut ini fungsi ilmu antropologi:
Ilmu antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia mulai dari sejarah, perkembangan, perubahan tingkah laku dan lain lain sejak zaman dulu sampai sekarang
Antropologi memiliki objek yaitu manusia baik itu sebagai seorang individu, masyarakat, suku bangsa, kebudayaan dan perilakunya.
Pengetahuan tentang antropologi ini dapat kita pakai untuk mengetahui tata cara perilaku, pergaulan , kehidupan bermasyarakat dan berbagai problem atau masalah yang sering muncul di masyarakat.
Selain itu kita dapat mempelajari fitu biologis dan manusia sosial seperti.
1. Mempelajari Pola Perilaku Individu
Cabang ilmu antropologi psikologi biasanya sering digunakan dalam ilmu pengetahuan sosial.
Sebab keterkaitan ilmu ini dengan kehidupan bermasyarakat cukup erat.
Antropologi psikologis dapat digunakan untuk mempelajari pola perilaku manusia, baik secara individual, kelompok, ataupun yang lebih luas yakni dalam sebuah suku bangsa.
Dengan ilmu ini, kita juga bisa membaca psikis seseorang. Memahami pola berpikirnya sehingga menjadikan kita lebih mudah mendekati ornag tersebut.
2. Mendeteksi Sebuah Masalah
Penerapan antropologi psikologi yang selanjutnya adalah untuk mendeteksi sebuah masalah.
Ilmu yang mempelajari tentang manusia dari sisi psikis, emosi, tingkah laku dan lingkungannya ini dapat membantu seseorang untuk lebih peka.
Cukup dengan melihat raut muka atau perilaku biasanya ada atau tidaknya permasalahan bisa terdeteksi dengan cepat.
3. Menciptakan Solusi-Solusi untuk Pemecahan Masalah
Sejalan dengan poin sebelumnya, selain mendeteksi masalah, ilmu antropolgi psikologi juga mampu memecahkan problem.
Pemahaman secara mendalam terhadap ilmu ini bisa membantu pikiran untuk lebih sensitif terhadap penciptaan ide-ide baru atau solusi terhadap masalah tertentu.
Khususnya yang berhubungan dengan manusia, kejiwaan, budaya dan sosial.
4. Mengenal Karakter Tiap Bangsa di Dunia
Cakupan ilmu atropologi psikologi tidak hanya memahami karakter manusia secara individual saja.
Tapi juga dalam ruang yang lebih luas yakni kehidupan di masyarakat. Dengan mempelajarinya maka kita bisa menambah wawasan tentang tata pergaulan bangsa di tiap-tiap negara sesuai dengan ciri khas masing-masing.
5. Memahami Kebudayaan Manusia
Selain mengenal karakter manusia dari berbagai negara, antropologi psikologi juga bisa diterapkan untuk mempelajari kebudayaan dunia. Tentunya hal ini sangat menarik.
Dengan mengenal budaya yang bervariasi maka bisa menjadikan kita pribadi yang open mind, baik terhadap budaya politik, tradisi dan interaksi sosial. Budaya sendiri merupakan warisan sosial yang dimiliki tiap masyarakat.
Sifat budaya ini dapat mengalami alkuturasi dan berkembang lewat hubungan sosial yang terus-menerus dan sesuai perubahan zaman.
6. Membentuk Sikap Toleransi
Penerapan antropologi psikologi yang selanjutnya adalah untuk membentuk sikap toleransi, baik antar individu ataupun dalam pergaulan yang lebih luas di masyarakat.
Dengan memahami konsep-konsep ilmu atropologi sekaligus psikologi, biasanya seseorang bisa menjadi lebih memahami, saling tolong-menolong serta menghargai.
Sikap-sikap tersebut tentunya sangat penting untuk memupuk kekeluarga, sekaligus membentuk kemajuan bangsa dan negara.
Selain itu, sikap toleransi juga berguna untuk melestarikan budaya. Sebab dengan saling mengerti maka kita bisa menghormati budaya etnis lain tanpa harus menjatuhkan.