Daftar isi
Konstitusi atau Undang-undang Dasar adalah sebuah sumber hukum yang dimiliki oleh hampir semua negara di dunia yang menjadi pedoman atau pondasi bagi sebuah negara dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Keberadaan konstitusi ini penting artinya agar sebuah pemerintahan negara bisa melaksanakan fungsi-fungsi kenegaraannya dengan arah dan tujuan yang jelas.
Selain itu, konstitusi penting untuk memberikan batasan agar sebuah kekuasaan tidak berubah atau mengarah menjadi kekuasaan yang tanpa batas atau otoriter dan sewenang-wenang.
Pengertian Secara Umum
Konstitusi atau Constitution (Inggris), Constitutie (Belanda), atau Constituante (Latin) adalah terjemahan dari Undang-Undang Dasar.
Secara umum, konstitusi diartikan sebagai sebuah atau sekumpulan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang timbul dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pengertian Menurut KBBI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Konstitusi adalah :
Pengertian Menurut Para Ahli
Beberapa pengertian konstitusi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Sejarah perkembangan konstitusi dunia melalui beberapa tahap atau era, yaitu sebagai berikut :
1. Konstitusi Yunani Kuno
Sejak masa tersebut, yakni sekitar tahun 624-404 M, Yunani telah mengenal beberapa kodifikasi atau kumpulan hukum yang masih sederhana dan bersifat materiil
Menurut Jimly Asshiddiqie, gagasan awal konstitusi muncul dari frasa ‘politeia’ dan ‘constitutio’yang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno.
Aristoteles memaknai kata politeia ini sebagai konstitusi yang memiliki kekuasaan pembentuk.
Menurut Aristoteles, tujuan tertinggi Negara adalah a good life yang merupakan kepentingan bersama seluruh warga masyarakat. Oleh karenanya, ia membedakan konstitusi menjadi 2, yaitu:
2. Konstitusi Romawi
Gagasan berkenaan dengan konstitusi pada masa Romawi Kuno diawali oleh Cicero, seorang filsuf di masa itu melalui sebuah karyanya yang berjudul ‘De Re Republica’ dan ‘De Legibus’.
Karyanya ini memuat pemikiran tentang hukum yang jauh berbeda dengan pemikiran hukum pada masa Yunani Kuno.
Hingga pada abad ke-6, mulai muncul pemahaman bahwa konstitus iadalah sesuatu yang berada di luar dan bahkan di atas Negara.
Kosntitusi mulai dipahami sebagai “lex” yang menentukan bagaimana bangunan negara harus dikembangkan sesuai prinsip the higher law (hukum tertinggi)
3. Konstitusi Islam
Konstitusi tertulis pertama yang tercatat dalam sejarah manusia adalah Piagam Madinah.
Piagam Madinah merupakan perjanjian yang dibuat pada masa Rasulullah bersama dengan orang-orang Islam dengan penduduk Yahudi yang tinggal di Yasrib (Madinah).
Piagam Madinah memuat pokok-pokok pikiran tentang Hak Asasi Manusia, kebebasan beragama, multikulturalisme, kemanusiaan, kemerdekaan ekonomi, dan sebagainya.
Piagam Madinah dapat dikatakan sebagai konstitusi karena memiliki cirri-ciri, di antaranya:
4. Konstitusi Modern
Pada pertengahan abad ke-17, kaum bangsawan Inggris yang menang di dalam revolusi istana (The Glorious Revolution) mengakhiri kekuasaan absolut raja dan mengubahnya menjadi sistem parlemen sebagai suatu pemegang kedaulatan.
Era revolusi ini pun berakhir dengan dideklarasikannya kemerdekaan 12 negara koloni Inggris pada tahun 1776, yang kemudian menetapkan konstitusi sebagai dasar negara yang berdaulat.
Pada tahun 1789 pecah revolusi di Perancis, yang membawa kekacauan sosial dan kemudian memunculkan gagasan akan perlunya konstitusi.
Selanjutnya, pada 14 September 1791, terjadi peristiwa pengesahan konstitusi Eropa pertama oleh Louis ke-16.
Konstitusi tersebut sangat diilhami oleh sebuah karya J. J. Rousseau yang berjudul Du Contract Social, yang mengatakan bahwa manusia terlahir dalam keadaan bebas dan sederajat di dalam hak haknya.
Sedangkan hukum merupakan ekspresi dari kehendak umum (rakyat). Tulisan Rousseau inilah yang menjiwai deklarasi hak hak dan kemerdekaan rakyat (De Declaratioan des Droit d I’Homme et Du Citoyen).
Sejak saat itu sebagain negara-negara di dunia sama-sama mendasarkan atas suatu konstitusi, seperti Amerika Serikat pada tahun 1787, Spanyol (1812), Norwegia (1814) dan Belanda (1815).
Konsep konstitusi Indonesia telah mulai dibahas sejak dibentuknya BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) oleh pemerintahan colonial Jepang pada Maret 1945.
Pada sidang pertama BPUPKI dibahas mengenai bentuk negara Indonesia, dan dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia termasuk di dalamnya dasar negara Indonesia.
Selanjutnya pada sidang kedua, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil yang salah satu diantaranya adalah Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno).
Panitia ini kemudian berhasil menyusun Pembukaan dan juga Batang Tubuh Undang-Undang Dasar yang disebut sebagai Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang dasar itulah yang kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi konstitusi pertama Indonesia Merdeka dengan sedikit perubahan yang diperlukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa kala itu.
Menurut C.F Strong, tujuan konstitusi pada prinsipnya adalah untuk membatasi kewenangan pemerintah serta untuk menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Oleh sebab itu, maka setiap konstitusi senantiasa memiliki dua tujuan, yaitu:
Fungsi utama konstitusi menurut Henc Van Maarseven (Harahap, 2008:179) adalah untuk menjawab berbagai persoalan pokok negara dan masyarakat, yang antara lain adalah sebagai berikut:
Adapun Fungsi konstitusi menurut Asshiddiqie adalah sebagai berikut :
Dalam keadaan tertentu dan jika diperlukan, konstitusi dapat berubah melalui suatu prosedur tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Undang-Undang sulit atau tidak bisa diubah sampai kapanpun, atau hanya dapat diubah melalui prosedur yang berbeda dengan prosedur membuatnya.
Adapun jenis pembagian konstitusi menurut K.C. Wheare (1975), yaitu sebagai berikut:
Sebuah konstitusi secara umum berisi hal-hal sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945
Naskah konstitusi atau Undang-Undang Indonesia merdeka pertama kali disusun oleh panitia perancang undang-undang dasar di bawah sebuah lembaga bentukan Jepang yang bernama BPUPKI.
Panitia tersebut berhasil merumuskan sebuah draft konstitusi yang terdiri dari pembukaan dan batang tubuh, yang didalamnya juga termuat buti-butir dasar negara Pancasila.
Rancangan undang-undang itu kemudian disahkan sehari setelah diproklamirkannya kemerdekaan negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh sebuah badan yang bernama PPKI.
Sebelum disahkan, ada beberapa perubahan yang dilakukan terhadap rancangan Undang-Undang yang disusun oleh panitia perancang undang-undang.
Perubahan itu dilakukan setelah ada aspirasi dari tokoh-tokoh wakil Indonesia Timur yang merasa keberatan dengan beberapa poin dalam rancangan tersebut.
Perubahan tersebut adalah:
2. Konstitusi RIS 1949
Sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya, belanda dan sekutu masih berusaha untuk kembali menancapkan kekuasaannya atas Republik Indonesia.
Upaya tersebut tak pelak menimbulkan perlawanan dari bangsa Indonesia yang ingin mempertahankan kemerdekaannya.
Diantara upaya Belanda untuk kembali berkuasa adalah dengan melakukan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II pada tahun 1948.
Menindaklanjuti hal itu, atas saran Perserikatan Bangsa-Bangsa diadakan Konferensi Meja Bundar (Round Table Conference) di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai dengan tanggal 2 November 1949.
Hasil dari konferensi itu menyepakati tiga hal, yaitu :
Naskah konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) disusun oleh delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem dan delegasi B.F.O Naskah yang kemudian dikenal dengan Konstitusi RIS itu disampaikan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kemudian secara resmi dinyatakan berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949.
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Pada perkembangannya, bentuk negara federal menimbulkan sejumlah masalah serta dinilai tidak cocok dengan kondisi bangsa Indonesia. Akibatnya, bentuk negara federal RIS tidak bertahan lama.
Diawali dengan bergabungnya tiga negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur dan negara Sumatera Timur, menjadi satu wilayah Republik Indonesia.
Sampai kemudian pada akhirnya Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia sepakat untuk kembali bersatu dalam negara kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 19 Mei 1950.
Berkenaan dengan itu, dibentuklah Panitia bersama yang bertugas menyusun rancanagan undang-undang dasar yang baru.
Setelah selesai, pada tanggal 12 Agustus 1950 rancangan itu kemudian disahkan oleh badan pekerja Komite nasional Pusat, dan pada tanggal 14 Agustus 1950 juga disahkan oleh dewan Perwakilan rakyat dan Senat Republik Indonesia Serikat.
Naskah UUD yang dikenal dengan nama UUDS 1950 ini diberlakukan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus 1950, yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1950.
4. Berlakunya kembali UUD 1945
Setelah berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950, mulailah diadakan usaha untuk menyusun Undang-Undang dasar baru melalui dibentuknya lembaga Konstituante.
Lembaga konstituante yang secara khusus bertugas untuk membuat konstitusi baru yang bersifat tetap, mulai mengadakan berbagai persidangan mulai tahun 1956 sampai tahun 1959.
Akan tetapi usaha lembaga konstituante itu pada akhirnya gagal diselesaikan, sehingga pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusannya yang dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Yang isinya antara lain membubarkan Konstituante dan menetapkan berlakunya kembali Undang-Undang dasar 1945 menjadi hukum dasar dalam negara Kesatuan republik Indonesia.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga yudikatif negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman secara merdeka, untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Peran Mahkamah Konstitusi
Peran utama Mahkamah Konstitusi adalah adalah menjaga berdisinya prinsip konstitusionalitas hukum, menjamin tidak ada produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi, menjaga hak-hak konstitusional warga, dan mengawal konstitusi itu sendiri.
Wewenang Mahkamah Konstitusi
Empat kewenangan Mahkamah Konstitusi telah diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai empat kewenangan konstitusional (conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitusional obligation).
Empat wewenang sebagaimana termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 adalah:
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015, Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewenangan tambahan, yakni Memutus perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota selama belum terbentuk peradilan khusus.
Kewajiban Mahkamah Konstitusi
Kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Tugas Mahkamah Konstitusi
Berikut ini adalah beberapa tugas mahkmah konstitusi:
Konstitusi suatu negara sangat dipengaruhi oleh bentuk negaranya. Selain itu konstitusi suatu negara juga dipengaruhi oleh budaya dan falsafah masyarakat yang ada di negara tersebut.
Pembentukan konstitusi itu sendiri bisa terjadi dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang sengaja dibentuk oleh lembaga negara tersebut, ada yang merupakan pemberian dari penguasa , maupun dengan cara revolusi dan evolusi.
Pada dasarnya penentuan sebuah konstitusi yang akan digunakan oleh suatu negara haruslah memenuhi syarat sebagai berikut:
Adakalanya sebuah perubahan, baik sedikit atau banyak, perlu dilakukan terhadap sebuah konstitusi.
Hal ini dikarenakan seiring perkembangan zaman, situasi dan kondisi banyak berubah dalam segenap aspek kehidupan bernegara dibidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan juga keamanan.
Perubahan suatu konstitusi tentunya tidak bisa serta merta dilakukan. Disana ada banyak tahapan dan cara yang dilakukan untuk mengubah sebuah konstitusi suatu negara.
Perubahan-perubahan pada konstitusi juga bisa terjadi dengan banyak cara atau jalan.
Hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli hukum dan tata negara sebagai berikut: