Daftar isi
Dalam praktiknya, humas dan media selalu berkaitan dan bersentuhan dikarenakan kebutuhannya masing-masing. Humas memerlukan media untuk publikasi, sedangkan jurnalis membutuhkan bahan atau informasi yang bisa mereka muat di media.
Maka dari itu, diperlukan hubungan yang baik dan stabil diantara keduanya, agar selalu bisa saling memenuhi kebutuhan masing-masing.
Media relations atau hubungan media merupakan sebuah spesialisasi khusus dalam public relations atau humas yang berkewajiban membangun dan memelihara hubungan saling menguntungkan antara sebuah organisasi dan berbagai saluran komunikasi atau media massa yang meliput berbagai organisasi atau perusahaan yang ada.
Terdapat dua pendekatan menonjol yang digunakan dalam melihat media relations. Pendekatan pertama melihat media relations sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh publisitas secara maksimum dari media massa.
Pendekatan kedua melihat media relations sebagai sebuah hubungan positif yang berkelanjutan dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Selain untuk memperoleh publisitas, tujuan lain dari hubungan ini adalah membantu jurnalis agar berita yang dilaporkan nya bersifat akurat, fair, dan berimbang.
Ada beberapa alasan yang menjadi penyebab mengapa media massa menjadi begitu penting bagi praktisi humas, di antaranya:
Tugas utama dari sebuah media adalah bagaimana mengolah realitas sosial untuk dijadikan sebuah informasi yang nantinya akan disampaikan oleh pers. Agar informasi yang disajikan bermanfaat bagi pemberdayaan khalayak, informasi yang diberikan oleh praktisi humas haruslah objektif dan tidak terdistorsi oleh pihak mana pun. Reporter yang berfungsi sebagai gatekeeper harus melakukan seleksi terhadap realitas sosial yang ada menggunakan kriteria nilai layak berita.
Setelah itu, berita yang telah ditulis oleh reporter kemudian akan diseleksi lagi oleh para redaktur bidang menggunakan kriteria layak muat. Redaktur boleh melakukan penyuntingan terhadap berita tadi, dan boleh pula untuk tidak memuatnya karena berbagai alasan.
Berbagai berita yang sudah layak muat akan diseleksi dan diedit lagi oleh redaktur pelaksana atau pimpinan redaksi sebagai penanggung jawab media. Para redaktur pelaksana dan pimpinan redaksi akan menggunakan kriteria layak terbit sebagai pedoman dalam pemilihan berita yang akan dimuat di media massa.
Media relations pada level kelembagaan terjadi antara organisai (bisnis, sosial, politik) dan organisasi media. Pada level ini, para pimpinan lembaga atau organisasi harus memiliki kesadaran untuk selalu menjaga hubungan baik dengan para pimpinan media massa.
Pada level individu, media relations terjadi antara pekrja organisasi yang masing-masing diwakili oleh humas dan pekerja media, yaitu wartawan. Ini merupakan hubungan yang mau tidak mau pasti terjadi, direncanakan atau tidak. Praktisi humas akan selalu berhubungan dengan media, baik direncanakan atau tidak, diinginkan atau tidak, maupun suka atau tidak suka.
Maka dari itu, membangun hubungan baik antar keduanya adalah sebuah kewajiban utama. Dengan begitu, hubungan kedua organisasi pun akan terkelola dengan baik. Humas akan mendapatkan media sebagai penyampai pesan-pesannya, dan wartawan akan mendapatkan bahan untuk pemberitaanya.
Terdapat dua langkah sistematis yang perlu dilakukan oleh humas dalam rangka membangun hubungan baik dengan media, yaitu:
Cutlip, Center, dan Broom menyarankan beberapa sikap yang harus diterapkan oleh para praktisi humas yang ingin membangun hubungan baik dengan para jurnalis, antara lain:
Sedangkan untuk aktivitas atau kegiatan yang bisa dilakukan oleh praktisi humas guna menjalin hubungan baik dengan media, di antaranya:
Grabowski mengidentifikasi bahwa terdapat tujuh kesalahan yang dilakukan oleh praktisi humas guna menjalin hubungan dengan media, di antaranya:
Masalah etis yang sedang berkembang di Indonesia mengenai hubungan praktisi humas dengan media massa (jurnalis) adalah pantaskah seorang praktisi humas menyediakan sebuah “amplop” bagi jurnalis yang sedang meliput kegitan yang dilakukan oleh lembaga atau organisasinya.
Kode etik profesi humas di berbagai negara menekankan pentingnya komitmen untuk menjaga integritas saluran komunikasi, termasuk oleh praktisi humas. Karena dengan begitu, praktisi humas juga berharap terhadap terhadap kredibilitas media yang terjaga serta pesan-pesan yang disampaikan dapat menjadi acuan dan dipercaya oleh publik.
Sebagai contoh, salah satu kode etik PRSA (Public Relations Society of America) yang menyatakan bahwa “seorang anggota tidak akan terlibat dalam praktik yang bertujuan mengorupsi integritas saluran komunikasi atau proses pemerintahan”. Dalam kode etik Perhumas Pasal III ayat b menyatakan “Anggota Perhumas selayaknya tidak melibatkan diri dalam tindakan untuk memanipulasi integritas sarana maupun jalur komunikasi massa.”
Masih di pasal yang sama, namun di ayat c menyatakan bahwa “seorang praktisi humas tidak diperbolehkan menyebarkan informasi yang tidak benar atau menyesatkan”. Serta akan segera melakukan koreksi terhadap informasi salah yang sudah terlanjur beredar, serta yang berada dalam tanggung jawabnya (artikel 2 Kode Etik PRSA).
Dari sini kita tahu bahwa kode etik humas mengatur dengan jelas bagaimana seharusnya seorang praktisi humas bersikap dalam menghadapi media massa (saluran komunikasi massa). yang menjadi persoalan adalah bagaimana para praktisi humas menginterpretasikan pasal-pasal tersebut.