Daftar isi
Perjanjian Tuntang atau Kapitulasi Tuntang diluncurkan pada tahun 1811. Perjanjian ini menandakan awal perjanjian Inggris di Indonesia.
Perjanjian Tuntang atau Kapitulasi Tuntang adalah sebuah perjanjian tentang penmberian kekuasaan di Indonesia kepada pemerintah Inggris dari Hindia Belanda.
Berikut ini pembahasan mengenai sejarah Perjanjian Tuntang atau Kapitulasi Tuntang.
Perjanjian Tuntang terjadi pada tahun 1811, dan diresmikan di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
Rempah-rempah menjadi alasan utama mengapa bangsa Inggris datang ke Nusantara. Namun, harganya tinggi karena dijual pihak ketiga.
Dengan begitu, bangsa Inggris pun memulai pelayarannya ke Nusantara, tepatnya ke Ternate.
Menurut buku A History of Modern Indonesia since c. 1200 karya M. C. Ricklefs (2008), selain berdagang, Inggris juga ingin menguasai wilayah Nusantara.
Pelaut F. Drake singgah di Ternate pada 1579 di Ternate. Saat itu, pelaut asal Inggris ini sudah memberi perhatian terhadap Nusantara.
Mulai dari persinggahan pertama itu, muncul pula ekspedisi lain yang dikirim pada abad ke-16 melalui kongsi dagang East Indian Company (EIC). Pemerintah Inggris pun memberi hak istimewa pada EIC.
Mulai tahun 1806, Inggris terus menggoyahkan kedudukan Belanda di Nusantara.
Pada abad ke-18, pedagang Inggris pun semakin banyak berdagang di Ambon, Banda, Kalimantan, Makassar, dan Jakarta.
Namun, Inggris selalu mengancam kedudukan Belanda di Indonesia. Karena, Belanda saat itu menjadi sekutu Perancis.
Usaha itu memuncak pada tahun 1810 dan terjadi serangan pada tahun 1811.
Tidak hanya itu, latar belakang pendudukan Inggris lainnya yakni, Continental Stelsel yang diterapkan Napoleon Bonaparte di Eropa (1806) dengan memblokade perdagangan Inggris di Eropa daratan (kontinental).
Inggris pun tumbuh menjadi negara industri besar yang membutuhkan daerah pasaran yang luas.
Karena itu, India dan Nusantara menjadi tempat pemasaran barang-barang industri di Inggris.
Lord Minto, seorang pimpinan Inggris di India memberikan perintah kepada Thomas Stanford Raffles untuk menguasai Pulau Jawa pada 1811. Saat itu, Thomas Stanford Raffles berada di Penang.
Alasan mengapa Raffles diminta Lord Minto untuk menguasai Pulau Jawa adalah untuk mengalahkan Belanda dan Belanda bermusuhan dengan Inggris. Inggris pun sudah menguasai Bengkulu, Gorontalo, dan Minahasa.
Setelah pertempuran berakhir, muncullah Perjanjian Tuntang sebagai tanda penyerahan Nusantara dari Belanda ke Inggris.
Perjanjian ini memberi kesempatan rakyat Nusantara untuk melakukan perdagangan bebas.
Dan pada akhirnya Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens yang menyatakan menyerah akibat pertempuran dengan Inggris.
Seminggu sebelum Perjanjian Tuntang diresmikan, Lord Minto (gubernur jenderal) di India mengangkat Thomas Stanford Raffles.
Raffles diangkat sebagai wakil gubernur di beberapa daerah yang cukup besar.
Secara politis, Jawa menggantungkan diri pada kebijakan Inggris di India. Namun dalam pelaksanaannya, Raffles berkuasa penuh di Nusantara.
Pemerintahan Raffles mendapat tanggapan positif dari raja dan rakyat, karena:
Perjanjian Tuntang atau Kapitulasi Tuntang sudah diresmikan. Perjanjian ini diresmikan di Desa Tuntang pada 11 September 1811, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
Tuntang dipilih menjadi lokasi peresmian perjanjian ini karena termasuk daerah istirahat para pembesar Belanda. Tepatnya di tepi Danau Rawa Pening. Daerah tersebut, banyak terdapat barak-barak tentara.
Isi Perjanjian Tuntang atau Kapitulasi Tuntang terdiri atas:
Perjanjian-perjanjian ini dirasa menguntungkan bagi masyarakat pribumi. Namun perjanjian ini bersifat temporer dan mungkin berbeda dengan pelaksanaannya.
Pendudukan atau penjajahan yang berlangsung selama 5 tahun (1811-1816) ini, Inggris menjadi penguasa dan eksekutor pemerintahan di Indonesia.
Thomas Stanford Raffles selaku Gubernur Jenderal di Indonesia, memberlakukan poin-poin yang berdampak pada Perjanjian Tuntang, antara lain:
Hal ini memberi dampak pada bidang ekonomi, sosial, dan pendidikan seperti di bawah ini.
Buku ini terbagi atas dua jilid, jilid satu tentang kebudayaan Jawa dan perekonomian dan jilid dua tentang sejarah Jawa dan bangunan dari zaman Hindu-Buddha di Jawa.