Suku Buton: Sejarah – Ciri Khas dan Kebudayaannya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai suku buton, berikut pembahasannya.

Siapa Suku Buton?

Suku Buton adalah salah satu suku asli di Indonesia khususnya wilayah Sulawesi Tenggara. Suku Buton merupakan suku asli yang mendiami kepulauan Buton namun karena adanya migrasi masyarakat Buton tahun 1920 an, mereka dapat kita jumpai di Kalimantan Timur, Maluku Utara, Kepulauan Riau, Maluku dan Papua.

Sejarah Suku Buton

Suku Buton merupakan salah satu suku yang menghuni wilayah kesultanan Buton yang berkuasa di wilayah Kepulauan Bau-Bau provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan dari buku silsilah Raja-Raja yang pernah memimpin di kesultanan Buton atau Walio, nenek moyang suku Buton adalah berasal dari Johor. Pada abad ke 15 diketahui seseorang berasal dari Johor bernama Sipunjanga bersama dengan temannya yaitu Sijawangkati, Simalui, dan Sitamanajo. Mereka masuk ke wilayah Nusantara dan mendirikan kesultanan bercorak Islam khususnya di kepulauan Bau-Bau.

Sultan terakhir yang memimpin kesultanan Buton meninggal pada tahun 1960 yang menyebabkan hilangnya kerajaan. Sejak saat itu tradisi kepulauan Buton menjadi tidak diperhatikan lagi bahkan tercerai berai.

Ciri Khas Suku Buton

Suku Buton memiliki ciri khas yang berbeda dengan masyarakat dari suku lainnya di Indonesia. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari ciri fisik orang Buton yaitu memiliki mata berwarna biru. Umumnya masyarakat Indonesia memiliki bola mata berwarna kecoklatan atau pun kehitaman. Namun orang-orang memiliki mata biru khas Eropa namun dengan kulit coklat layaknya orang Indonesia.

Mata biru mereka didapat dari sindrom yang sudah turun temurun dari nenek moyang mereka. Sindrom tersebut bernama sindrom Waardenburg yaitu kelainan genetik yang sangat langka. Diketahui sindrom tersebut hanya terjadi pada 1:42.000 orang di dunia ini. Kelainan gen tersebut menyebabkan seseorang memiliki mata berwarna biru atau kemerahan. Uniknya lagi sindrome ini bisa menyebabkan warna mata kanan dan kiri berbeda. Jadi tak heran jika orang Buton memiliki warna mata biru pada satu sisi dan coklat atau hitam pada sisi lainnya.

Sistem Kasta

Suku Buton mengenal adanya kasta namun hanya berlaku pada sistem pemerintahan serta ritual keagamaan saja. Sistem kasta tersebut antara lain:

  • Kasta Kaomu atau Kaumu yaitu kasta kaum ningrat atau bangsawan. Kasta ini terdiri dari  keturunan dari raja Wa Kakaa. Raja atau sultan yang akan memimpin kerajaan dipilih dari kasta ini.
  • Kasta Walaka yaitu para kaum elit penguasa. Kasta ini terdiri keturunan menurut garis bapak dari pendiri Kerajaan  buton (mia patamiana). Mereka adalah pemegang jabatan penting di Kerajaan seperti menteri serta dewan. Mereka juga yang menentukan siapa yang akan menjadi Raja berikutnya.
  • Kasta Papara atau disebut juga masyarakat biasa yang tinggal di wilayah desa dan masih merdeka. Mereka dapat diperhitungkan untuk memegang jabatan tertentu di wilayah desa, tetapi sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk memegang kekuasaan di pusat.
  • Kasta Babatua atau kasta budak yaitu orang yang hidupnya bergantung terhadap orang lain atau memiliki utang. Orang-orang dari kasta ini dapat diperjualbelikan atau dijadikan hadiah.
  • Kasta Analalaki dan Limbo adalah golongan kaomu dan walaka yang diturunkan darajatnya kerana telah melakukan kesalahan sosial dan bertindak tidak pantas sesuai dengan status sosialnya.

Kehidupan Suku Buton

Masyarakat suku Buton mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dengan tanaman pokok mereka adalah jagung, ubi, padi. Tak jarang juga mereka menanam tanaman perdagangan seperti jeruk, kapuk, dan kelapa. Selain itu mereka juga bermata pencaharian sebagai pengrajin kuningan, anyaman, dan lainnya.

Kepercayaan Suku Buton

Sebagian besar masyarakat Buton adalah pemeluk agama Islam sehingga nilai-nilai yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan hukum Islam. Namun sebelum adanya Islam, suku Buton yaitu pada abad 13 adalah pemeluk agama Hindu akibat dari pengaruh kerajaan Majapahit. Kemudian mendapat pengaruh agama Islam yang dibawakan oleh Ulama dari Patani ke Kesultanan Buton pada abad 15.

Bahasa Suku Buton

Suku Buton memiliki bahasa yang sangat beragam. Diketahui ada sekitar tiga puluh bahasa dengan dialek yang bervariasi. Para ahli etnolinguistik klasik, Esser mengelompokkan bahasa suku Buton ke dalam kelompok Muna-Butung. Bahasa Buton kemudian terbagi lagi menjadi beberapa dialek seperti dialek Butung, Wolio, Wapacana, Cia-Cia, dan Wakatobi.

Pada tahun 2009, suku Buton menarik perhatian dunia karena salah satu bahasa Buton yaitu bahasa Cia-cia yang dahulunya menggunakan sejenis arab yang disebut gundul menerima tulisan Korea yaitu Hangeul sebagai tulisan cia-cia.

Pakaian Adat Suku Buton

Pakaian Adat Suku Buton

Masyarakat Buton laki-laki memiliki pakaian kebesaran bernama balahadada. Pakaian tersebut dapat dikenakan baik oleh kaum bangsawan maupun bukan bangsawan. Pakaian adat balahadada memiliki dasar warna hitam yang menjadi simbol keterbukaan para pejabat terhadap masyarakatnya. Pakaian adat balahadada dilengkapi dengan aksesoris lainnya seperti destar, baju, celana, sarung, ikat pinggang, keris, dan bio ogena atau sarung besar yang dihiasi dengan pasamani diseluruh tepiannya.

Sedangkan untuk kaum Buton wanita mengenakan pakaian adat Kambowa yaitu kain dengan bahan dasar satin dengan warna putih serta hiasan berupa pernak-pernik terbuat dari emas atau perak. Pakaian adat tersebut digunakan pada saat menghadiri upacara adat maupun acara-acara sakral.

Rumah Adat Suku Buton

Rumah Adat Suku Buton

Seperti suku di Indonesia lainnya, suku Buton juga mempunyai rumah adat yaitu rumah malige. Rumah malige merupakan rumah panggung yang terdiri dari empat lantai dan terbuat dari kayu jati atau kayu wola. Rumah Malige didirikan sebagai tempat tinggal raja atau sultan Kerajaan Buton dengan keluarganya. Keunikan dari rumah malige adalah konstruksinya yang menggunakan pasak kayu dan tidak menggunakan paku.

Tarian Suku Buton

Tarian Suku Buton

Tarian khas dari suku Buton ada berbagai macam salah satunya adalah Badenda. Tarian ini merupakan gambaran dari rasa kegembiraan masyarakat Buton. Tarian dengan gerakan lincah mengikuti alunan gendang ini merupakan tanda syukur kepada Tuhan atas rezeki yang telah diberikan. Tarian ini biasanya diadakan oleh pemuda Buton pada acara tertentu seperti nikahan atau idul fitri. Tarian ini sekaligus menjadi sarana berkumpulnya keluarga.

Senjata Khas Suku Buton

Senjata Khas Suku Buton

Senjata tradisional masyarakat Buton adalah tombak dan keris Tiworo Liya. Senjata ini sudah ada sejak zaman dahulu bahkan menjadi senjata pusaka kerajaan Buton. Keris Tiworo Liya adalah senjata yang digunakan untuk melumpuhkan musuh dari jarak dekat.

Sedangkan tombak tiworo liya adalah senjata yang digunakan untuk melawan musuh jarak jauh. Keris Tiworo Liya memiliki bentuk yang tidak memiliki seperti keris pada umumnya, keris ini memiliki panjang kurang lebih 30 cm yang terbuat dari besi dan logam mulia. Sementara itu tombak tiworo liya memiliki mata tombak yang tersusun dari material besi, berukuran seperti segitiga dengan ujung yang runcing serta tajam. Pada bagian tangkai tombak terbuat dari kayu yang sangat kuat.

Kebudayaan Suku Buton

Kebudayaan Suku Buton

Sejumlah kearifan lokal suku Buton masih terjaga dan terus dilestarikan hingga saat ini, salah satunya adalah festival pekande-kandea. Pekande-kandea adalah festival yang dilakukan masyarakat Buton setiap tahun setelah perayaan hari raya Idul Fitri. Pada festival ini terdapat puluhan talang yaitu sebutan untuk nampan yang berisi penuh dengan makanan. Talang tersebut akan dijaga oleh para gadis Buton yang mengenakan pakaian adat Buton. Selain itu festival ini juga biasanya digelar untuk menyambut tamu kehormatan suku Buton.

Makanan Khas Suku Buton

Makanan Khas Suku Buton

Salah satu kuliner khas yang dimiliki suku Buton adalah lapa-lapa. Lapa-lapa yaitu makanan berbahan dasar beras yang memiliki cita rasa gurih. Biasanya makanan ini banyak dijumpai ketika bulan Ramadhan. Lapa-lapa digunakan sebagai pengganti nasi saat berbuka.

fbWhatsappTwitterLinkedIn