Edukasi

Teori Dasar Komunikasi Pemasaran

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Komunikasi pemasaran memiliki perspektif yang sangat luas. Dalam kaitannya antara dimensi dengan kegiatannya, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan sebuah sistem.

Ketika melakukan elaborasi pada ‘tools of promotion’, akan didapatkan bahwa pada dasarnya periklanan lebih banyak dilakukan meelalui media massa. Dengan demikian, jelas bahwa teori-teori komunikasi dapat menjelaskan fenomena tersebut.

Teori Sistem

Konsep dasar suatu sistem adalah mengenai seperangkat elemen yang saling berkaitan satu sama lain yang membentuk suatu keseluruhan. Suatu sistem terdiri dari tiga elemen, diantaranya objek-objek, atribut atau properti, dan lingkungan.

Sementara itu, komunikasi pemasaran merupakan bagian (subsistem) dari sistem yang lebih luas, yaitu sistem organisasi atau sistem perusahaan. Komunikasi pemasaran berada pada posisi tataran menengah (mezo), karena di dalamnya terdapat berbagai sub sistem lain yang membentuk sistem komunikasi pemasaran itu sendiri, seperti Key factor analysis (KFA), positioning, tujuan promosi, anggaran komunikasi, riset dan evaluasi, khalayak sasaran, dan berbagai strategi komunikasi (periklanan, public relation, personal selling, sales promotion, direct-respons-media).

Teori Organisasi Simbolik

Teori Schema

Teori schema menunjukkan bahwa manusi adalah pengolah informasi paling aktif dan selalu berpikir secara skematis dengan dikendalikan oleh kebutuhan untuk mengorganisasikan pikiran untuk berbagai tujuan dari ekonomi kognitif (Wicks, 1992). Teori schema sering digunakan sebagai landasan dalam memahami keseluruhan teori-teori kognitif.

Secara konseptual, ada berbagai jenis skema yang sering digunakan, diantaranya skema pribadi sendiri, skema probadi orang, skema jenis manusia, stereotype, skema peran, dan skema tentang kejadian atau naskah. Berbagai skema tersebut mengikuti garis alamiah dari informasi yang diterima. Kemudian, informasi tadi disusun secara aktif menjadi struktur kognitif yang lebih abstrak yang kemudian akan membentuk kesan teratur yang memancarkan struktur dari informasi input.

Teori Atribusi (Attribution Theory)

Terdapat tiga asumsi dasar mengenai teori atribusi menurut Littlejohn dan Foss (2005), diantaranya: Pertama, orang berusaha menentukan penyebab dari suatu perilaku. Kedua, orang membagi faktor penyebab perilaku secara sistematis. Ketiga, penyebab yang dihubungkan, yang akan berdampak pada perasaan dan perilaku orang yang melihatnya.

Teori atribusi menyediakan kerangka kerja guna memahami bagaimana orang-orang menjelaskan dirinya dan perilaku orang lain. Konsep ini juga digunakan untuk melihat kembali proses atribusi, serta menyelidiki pentingnya atribusi sebagai parameter sukses tidaknya seseorang mengelola konflik dalam hubungan interpersonal.

Teori Produksi Pesan

Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme berusaha menjelaskan mengenai cara-cara individu menginterpretasikan dan bertindak menurut kategori konseptual dari sebuah pikiran. Dalam memahami produksi pesan, perlu diawali dengan pemahaman tentang sistem kognitif pada diri seseorang (Miller, 2002). Sehingga, realitas tidak selalu menggambarkan tentang diri sendiri dalam bentuk apa adanya, melainkan perlu adanya penyaringan melalui cara individu dalam memandang sesuatu.

Dalam konstruktivisme dikenal dengan adanya proses pembentukan skema melalui aspek sosial yang dipelajari melalui interaksi dengan orang lain, di mana budaya memiliki peranan penting dalam pemaknaan terhadap suatu peristiwa.

Teori Pembentukan Tindakan (Action Assembly Theory)

Pada 1984, John Greene dan beberapa koleganya melakukan pengembangan terhadap Teori Pembentukan Tindakan (Action Assembly Theory), dan telah mengujinya melalui serangkaian penelitian. Greene mengatakan, salah satu dari kognisi adalah menyusun pengetahuan guna bertindak sesuai situasi. Menurut teori ini, individu memiliki pengetahuan isi dan pengetahuan prosedural, di mana individu memiliki wawasan tentang segala hal dan tahu bagaimana melakukan hal tersebut.

Sementara itu, pengetahuan prosedural adalah suatu kesadaran terhadap konsekuensi dari berbagai tindakan dalam berbagai situasi yang berbeda. Atau bisa juga disebut dengan ‘catatan prosedural’ yang masing-masing disusun dari pengetahuan tentang suatu tindakan. Hasilnya, seorang individu akan mampu beradaptasi dengan situasi yang dihadapinya. Jadi, karena individu tahu tentang hasil dari suatu tindakan, maka ia akan berperilaku secara efektif di masa-masa yang akan datang (Littkejohn & Foss, 2005).

Teori Pemrosesan Pesan

Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif membahas tentang ketidakkonsistenan dan ketidakseimbangan secara psikologis mengenai apa yang diketahui seseorang dan bagaimana mereka bertindak, serta bagaimana mereka memperlakukan ketidakkonsistenan tersebut. Mar’at (1982) menyebutkan bahwa teori ini memiliki konsep dasar yakni adanya variabel unsur kognitif, terapan, besarnya ketidakseimbangan dan tanggung jawab dari riri seseorang.

Untuk mengatasi suatu disonansi, perlu adanya penyesuaian diri secara kognitif (cognitive adjustment)  agar terjadi keseimbangan kembali.  Salah satu contohnya adalah dengan pemberian hadiah atau pemeberlakuan hukuman (Applbaum & Anato, 1974). Jika keseimbangan tercapai, maka akan terjadi suatu perubahan sikap.

Teori Tindakan Rasional (Theory of Reasoned Action)

Teori tindakan rasional dikembangkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen (1980), yang mengkaji mengenai kaitan antara sikap dan perilaku, di mana hal tersebut membentuk cara-cara bersikap terkait isu-isu tertentu yang memengaruhi perilaku yang relevan dengan isu-isu tersebut.

Secara lebih jauh, teori ini menjelaskan bahwa perubahan sikap perubahan sikap seseorang bisa terjadi karena tiga faktor, diataranya: Pertama, informasi mampu mengubah kepercayaan atau bobot dari keyakinan tertentu. Kedua, informasi mampu mengubah valensi dari suatu keyakinan. Ketiga, informasi mampu menambah keyakina baru terhadap struktur sikap (Littlejohn & Foss, 2005).

Teori Pertimbangan Sosial (Social Judgement Theory)

Perintis dan pengembang dari teori Social Judgement adalah Hovland dan Sherif (1952). Asumsi dasar teori ini adalah orang membentuk situasi penting untuk dirinya, yang tidak ditentukan oleh situasi tertentu. Ada dua aspek dalam pembentukan situasi tersebut, yaitu aspek internal dan eksternal.Aspek internal yang terdiri dari sikap, emosi, motif, pengaruh, pengalaman di masa lalu, dan lainnya. Sedangkan aspek eksternal terdiri dari objek, orang perseorang, dan lingkungan fisik.

Apabila kedua aspek tersebut bertemu dan saling berinteraksi, maka akan membentuk sebuah frame of reference atau kerangka acuan bagi perilaku seseorang. Jika rangsangan yang didapat dirasa meragukan atau tidak jelas, sementara motivasi individu tinggi, maka aspek internal yang akan lebih berpengaruh. Begitu juga sebaliknya, apabila faktor motivasi individu lemah, sementara rangsangan dari luar jelas dan kuat, maka aspek eksternal yang akan lebih mendominasi (Sarwono, 1984).

Elaboration Likelihood Model

Konsep dasar dari teori Elaboration Likelihood adalah adanya kepercayaan bahwa seseorang mampu memproses pesan dengan berbagai cara. Terkadang seseorang mengevaluasi pesan secara terperinci menggunakan pemikiran kritis, terkadang juga seseorang melakukannya dengan cara sederhana. Bahkan terkadang, mereka juga sangat berhati-hati dengan argumentasi, dan kadang-kadang juga tidak terlalu berhati-hati dengan itu.

Richard Petty dan John Cacioppo (1968) yang merupakan Psikolog sosial dan juga mengembangkan teori Elaboration Likelihood menyatakan bahwa terdapat dua rute dalam perubahan sikap seseorang, yaitu rute sentral dan rute periferal. Rute sentral digunakan ketika penerima sedang memproses informasi secara aktif dan terbujuk oleh rasionalitas argumen. Adapun rute periferal digunakan ketika penerima sedang dalam keadaan tidak mencurahkan energi kognitifnya untuk mengevaluasi argumen dan memproses informasi, mereka cenderung dibimbing oelh syarat eksternal =, seperti kredibilitas sumber, gaya dan format pesan, suasana hati, dan lainnya (Severin & Tankard, 2005).

Teori Inokulasi (Theory of Inoculation)

Berbagai penjelasan mengenai bagaimana imunitas atau kekebalan sikap terhadap perubahan, dapat dipelajari dalam teori inokulasi.pada 1961, William J. McGuire dkk melakukan serangkaian penelitian eksperimental yang mereka sebut dengan ‘Teori Inokulasi (Theory of Inoculation). menurut McGuire, pendekatan inokulasi merupakan analogi dengan proses penggunaan imunisasi untuk jenis penyakit tertentu.

Dalam situasi biologis, seseorang dapat memiliki kekebalan terhadap serangan virus tertentu dengan sebuah terpaan guna memperlemah dosis virus, yang bertujuan untuk menstimulasi imunitas tubuh yang disebabkan oleh serangan virus tersebut. Meski pun demikian, dosis penyuntikan tersebut tidak cukup ampuh menjadi penyebab terserangnya penyakit tersebut (Applbaum & Anatol, 1974).

Pada 1992, Austin Babroe mengembangkan teori Integrasi Problematik, yang merupakan cara untuk menggabungkan pemikiran komunikasi dan disiplin yang berkaitan dengan bagaimana individu menerima, memproses, dan memandang pesan pada situasi tertentu.

Teori Integrasi Problematik (Problematic Integration Theory)

Teori ini dinilai cukup penting karena berkembang dalam disiplin komunikasi, dan karena berusaha untuk mendapatkan serangkaian panteorian di area lain, yang sepenuhnya dalam pemahaman utuh mengenai bagaimana seseorang melakukan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Teori Diskursus dan Interaksi

Speech Act Theory

Speech Act Theory atau Teori Aksi-Bicara dilatarbelakangi oleh Ludwig Wittgenstein yang menemukan garis pemikiran, yang ia sebut dengan filsafat bahasa biasa. Menurutnya, makna bahasa tergantung pada penggunaan aktualnya. Sementara itu, bahasa yang kita gunakan sehari-hari merupakan suatu permainan bahasa (language game), karena terbentuk berdasarkan pada aturan-aturan yang disepakati.

Coordinated Management of Meaning Theory

Coordinated Management of Meaning Theory dikembangkan oleh Vernon Cronen dan Barnett Pearce (1970-an). teori ini berusaha menjelaskan tentang bagaimana suatu pemaknaan diciptakan, dikoordinasikan, dan dikelola dalam dunia sosial (Miller, 2002). teori ini juga menjelaskan bahwa, makna dari pesan yang disampaikan dan diterima bisa berbeda, tergantung dari orang yang menciptakannya di mana hal tersebut dapat menciptakan suatu dunia sosial.

Expectancy Violation and Interaction Adaption Theories

Expectancy Violation and Interaction Adaption Theories memberikan penjelasan yakni seseorang biasanya berperilaku menurut norma-norma yang ada, namun bisa juga tidak demikian. Kita berharap orang lain berperikaku sesuai norma sosial yang berlaku, sebagaimana pengalaman kita sebelumnya dengan orang lain dalam situasi di mana perilaku itu terjadi. Harapan-harapan ini seolah-olah dapat melibatkan setiap perilaku nonverbal, seperti kontak mata, posisi tubuh, dan jarak.

Teori Pengembang Hubungan

Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory)

Teori penetrasi sosial mengungkapkan tentang pemikiran bahwa suatu hubungan akan menjadi lebih intim ketika perilaku komunikasi semakin banyak mengungkapkan informasi mengenai diri mereka masing-masing (Littlejohn & Foss, 2005).

Teori Reduksi Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory)

Teori Reduksi Ketidakpastian mengungkapkan cara-cara seseorang mengumpulkan infoemasi mengenai orang lain. Teori ini juga mengungkapkan cara individu memantau lingkungan sosialnya, sehingga memberikan pemahaman mengenai diri sendiri dan orang lain (Littlejohn & Foss, 2005)

Teori Hubungan Berkelanjutan

Teori Sistem Rasional

Kajian komunikasi yang berkaitan mengenai relasional, berangkat dari karya Watzlawick, Beaving, dan Jackson. Ada lima aksioma yang mendasarinya, yaitu: Pertama, orang tidak bisa jika tidak berkomunikasi. Kedua, setiap percakapan meliputi dua pesan, pesan isi dan pesan hubungan. Ketiga, interaksi selalu doirganisasikan ke dalam pola-pola yang memiliki arti dari para komunikator. Keempat, orang menggunakan kode digital dan analog. Kelima, pencocokkan pesan komunikasi dalam suatu interaksi.

Persepsi Rasional

Teori dasar paling penting dalam literatur persepsi rasional adalah konsep yang dikemukakan oleh R. D. Laing. Laing berpendapat bahwa perilaku komunikatif seseorang dipengaruhi oleh persepsinya sendiri mengenai hubungan dengan komunikator lainnya (Littlejohn & Foss, 2005).

Teori Dialektika Relasional

Teori Dialektika Relasional dikembangkan oleh Baxter dan Montgomery, di mana inti pemikiran dari teori ini adalah kehidupan sosial adalah simpul pertentangan yang dinamis, di mana keadaan saling memengaruhi secara terus menerus antara kontroversi atau kecenderungan yang menentang.

Teori Proses dan Efek Media

Teori Peluru (The Bullet Theory)

Teori peluru merupakan konsepsi pertama yang muncul ketika berkenaan dengan efek media massa. Teori ini membahas mengenai pengaruh pesan yang disampaikan melalui media massa, dan bahwa media massa memiliki kemampuan yang efektif dalam mengubah perilaku manusia. DeVito (2006, 1997) menyatakan bahwa teori peluru memiliki asumsi bahwa media massa bekerja layaknya peluru yang dibidikkan secara akurat ke arah sasaran, yang nantinya akan menghasilkan efek sesuai yang diinginkan atas khalayak sasaran.

Seperti yang dikemukakan oleh Miller (2003), khalayak atau audiens dalam pandangan teori peluru merupakan masyarakat massa (mass society), yang terdiri dari berbagai individu yang relatif bebas, impersonalitas dalam berinteraksi, dan berada dalam situasi keterisolasian psikologis. Sehingga pengaruh yang diberikan oleh media massa terhadap mereka sifatnya menjadi langsung dan kuat.

Teori Kognitif Sosial

Teori kognitif sosial menyatakan bahwa pengamatan terhadap perilaku manusia menghasilkan banyak pembelajaran mengenai sifat dan karakter manusia. Menurut Bandura dan Walters (Sarwono, 1984), jika seseorang melihat suatu rangsangan tertentu dan kemudian seseorang tersebut bereaksi secara tertentu, maka dalam bayangan orang tersebut telah ada serangkaian simbol-simbol yang menggambarkan rangsangan dari tingkah laku batas tersebut. Sehingga manusia mampu berpikir mengenai manfaat dari suatu pengamatan dan pengalaman.

Severin dan Tankard (2005) menyatakan bahwa kemungkinan banyak dampak yang didapatkan seseorang dari media massa terjadi melalui proses pembelajaran sosial. Keduanya juga mengatakan bahwa pembelajaran sosial akan lebih efektif jika disampaikan melalui televisi, di mana ia akan mendapatkan kekuatan berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan cara-cara berpikir dan berperilaku baru bagi khalayak luas di lokasi yang berlainan.

Uses and Gratifications Theories

Uses and Gratifications Theories menjadi alternatif atas kegagalan riset komunikasi guna menghasilkan bukti-bukti langsung mengenai efek media massa terhadap audiens (Blake & Haroldsen, 2003). Teori ini memiliki asumsi bahwa ‘interaksi manusia dengan media massa sering kali dapat dijelaskan melalui penggunaan konten (isi) media dan/atau kepuasan yang diperoleh’.

Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974) mengemukakan tentang kerangka kajian teori Uses and Gratifications, yaitu (1) asal-usul sosial dan psikologis, (2) kebutuhan, yang nantinya melahirkan (3) harapan-harapan akan (4) media massa atau sumber-sumber lain, yang pada (5) berbagai pola paparan media berbeda, sehingga akan menghasilkan, (6) gratifikasi kebutuhan, dan (7) berbagai konsekuensi lain.

Media System Dependency Theory

Teori Media System Dependency pertama kali dikembangkan oleh Ball-rokeach dan DeFleur (1976) dengan mengemukakan sistem ‘tripartite’, di mana audiens, media, dan masyarakat dilihat sebagai suatu sistem yang saling memiliki ketergantungan satu sama lain. Ketergantungan di sini merupakan hubungan di mana perolehan tujuan yang dilakukan melalui suatu kegiatan dengan memungkinkan atas sumber daya kegiatan yang lain.

Dalam Media System Dependency Theory, perhatian khusus dipusatkan pada sumber daya media dalam masyarakat modern. Sistem media dilihat seperti sedang berbicara mengenai berkembangnya peran penting seperti halnya industrialisasi dan urbanisasi yang menyusut pengaruhnya pada jaringan sosial interpersonal (1999).

Teori Komunikasi Dunia Maya: Mediamorfosis

Mediamorfosis adalah suatu proses perubahan bentuk media komunikasi, yang biasanya disebabkan oleh interaksi kompleks dari berbagai kebutuhan penting, tekanan-tekanan kompetitif dan politis, dan inovasi-inovasi sosial dan teknologi (Robert Fidler (1997). Esensi dari mediamorfosis adalah pemikiran bahwa media adalah ‘sistem yang adaptif dan kompleks’.

Internet adalah salah satu produk dari mediamorfosis tersebut. Perkembangan internet dapat dikatakan fenomenal, baik dari segi jumlah host computer (komputer induk) maupun dari segi jumlah penggunanya. Hal ini berimplikasi pada keceopatan dan jumlah sebuah pesan terbesar kepada audiens.