5 Tokoh Organisasi Gerakan Perempuan

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pada era kolonialisme dan kultur budaya pada saat itu menempatkan kaum perempuan memiliki hak yang sempit dibandingkan dengan kaum laki-laki. Ruang gerak kaum perempuan dibatasi, kaum perempuan harus tinggal di dalam rumah, tidak boleh bekerja di luar rumah dan tidak diberikan hak untuk mendapatkan pendidikan.

Terbatasnya ruang gerak bagi kaum perempuan memunculkan gagasan emansipasi terhadap perempuan yang mengidealkan kemajuan diantara kaum laki-laki dan kaum perempuan harus sama. Kaum perempuan mulai mekakukan gerakan untuk memperbaiki keadaan perempuan.

Pada awalnya dilakukan secara individu/perorangan kemudian mengalami perkembangan dan selanjutnya perjuangan kaum perempuan dilakukan dengan membentuk organisasi. Atau, perkumpulan yang memiliki pandangan, tujuan ataupun cita-cita yang sama. Yaitu untuk memajukan keadaan perempuan, memperjuangkan hak-hak perempuan termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Adapun tokoh-tokoh dalam organisasi gerakan perempuan yang memiliki peran penting dalam berdirinya organisasi gerakan perempuan di Indonesia diantaranya yaitu:

1. R.A. Kartini

Raden Ajeng Kartini Djojo Adiningrat lahir pada tahun 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Keluarga R.A. Kartini merupakan kelompok bangsawan yang memiliki pemikiran maju. Ayah R.A. Kartini yaitu Sosroningrat sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Dan membiasakan anak-anaknya sejak kecil untuk ikut ke tengah-tengah masyarakat supaya dapat mengenal kehidupan rakyat kecil.

Ketika R.A. Kartini sudah menginjak usia 12 tahun, maka R.A. Kartini harus dikurung di dalam rumah dan tidak boleh berhubungan dengan dunia luar bahkan tidak boleh melanjutkan pendidikannya sampai ada pria yang menikahinya.

Adat kebiasaan tersebut membuat dunia R.A. Kartini sangat sempit dan terbatas, sehingga R.A. Kartini memiliki tekad yang kuat untuk melawat tradisi tersebut. R.A. Kartini menyadari bahwa adat kebiasaan tersebut membuat kaum perempuan selalu menerima nasibnya dan berdiam diri, tidak ada yang berani menentang karena takut akan dicerai dan terlantar.

R.A. Kartini berfikir bahwa perempuan tidak dapat berdiri sendiri karena bodoh, kaum perempuan tidak mendapatkan pendidikan seperti kaum laki-laki dan dalam kondisi seperti itu kaum laki-laki menganggap bahwa kaum perempuan sebagai makhluk rendah.

R.A. Kartini mulai mencari jalan untuk membuka kemajuan bagi kaum perempuan, khususnya di Jawa. R.A. Kartini bertekad untuk belajar dan berfikiran maju dan modern. Setelah 4 tahun dikurung R.A. Kartini dibebaskan kembali.

Hal tersebut dimanfaatkan oleh R.A. Kartini untuk memperjuankan kaum perempuan supaya mendapatkan pendidikan. Kemandirian perempuan dan menumbuhkan rasa percaya diri merupakan pondasi yang harus dimiliki oleh kaum perempuan supaya perempuan di Indonesia dapat maju.

Perjuangan R.A. Kartini memberikan semangat dan pemikiran bagi bangsa Indonesia, khususnya kaum perempuan untuk dapat maju dalam segala bidang. Semangat dan buah dari pemikirannya didirikanlah sekolah-sekolah perempuan.

2. Raden Ajeng Sutartinah

Raden Ajeng Sutartinah merupakan pelopor berdirinya organisasi Wanita Taman Siswa yang memperjuangkan hak pendidikan perempuan.

Nama Raden Ajeng Sutartinah tidak dapat dipisahkan dari organisasi Wanita Taman Siswa. Setelah satu windu terbentuknya organisasi Wanita Taman Siswa kemudian dibentuklah struktur organisasi dan dibentuk juga pengurus pusat di Yogyakarta.

Raden Ajeng Sutartinah membina gerakan perempuan melalui organisasi baru yaitu wanita Taman Siswa yang berkedudukan di dalam lingkungan Taman Siswa untuk membantu organisasi Taman Siswa dalam hal memperjuangkan hak-hak kaum perempuan salah satunya yaitu hak pendidikan bagi kaum perempuan.

3. R.A. Theresia Sabaroedien

Awal berdirinya organisasi Putri Mardika diketuai oleh R.A. Theresia Sabaroedien yang merupakan salah satu perempuan pribumi dari golongan elit atau golongan terpelajar, namun pada tahun 1915 R.A.

Theresia Sabaroedien mengundurkan diri dari jabatannya dikarenakan harus pulang ke kampung halamannya di Sumatera Barat.

R.A. Theresia Sabaroedien melalui pidatonya memberikan pandangannya menganai pentingnya memuliakan perempuan pribumi yang memberi kekuatan bagi organisasi Putri Mardika.

4. Dewi Sartika

Dewi Sartika lahir pada tahun 1884 di Bandung, Jawa Barat. Dewi Sartika mendapatkan pendidikan barat dan menjadi perempuan bumiputra generasi awal yang menempuh pendidikan barat. Dewi Sartika sering berinteraksi dengan rakyat biasa.

Pada saat itu para perempuan belum mengenal pendidikan dan hanya dapat menuruti keinginan dari ornag tua mereka, sehingga membuat Dewi Sartika tergerak untuk melakukan perbaikan. Menurutnya hanya pendidikan yang dapat merubah dan memperbaiki nasib kaum perempuan.

Semangat emansipasi Dewi Sartika diwujudkan melalui tindakan nyata di bidang pendidikan dengan didirikannya sekolah untuk kaum perempuan yaitu Sekolah Istri yang didirikan pada tahun 1904. Pendidikan di Sekolah Istri meliputi  belajar tugas rumah tangga seperti mencuci, memasak, kemudian mempelajari adat dan tata cara sesuai dengan kedudukan, belajar merawat orang sakit dan belajar agama.

Sekolah Istri kemudian berubah nama menjadi Sekolah Keutamaan Istri pada tahun 1910 dan semakin berkembang.

5. Rohanna Kuddus

Rohanna Kuddus memiliki catatan kiprah yang panjang dalam memperjuangkan nasib kaum perempuan, beliau membuka pikiran mengenai pembebasan dan ketidaksetaraan gender antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.

Rohanna berfikir bahwa perempuan harus bangkit dari ketertinggalannya selama ini. Rohanna menawarkan konsep kesetaraan gender yang menekankan pada fungsi  dan karakter alamiah dari kaum perempuan. Perempuan sejati adalah perempuan yang berdaya sehingga perempuan membutuhkan ilmu pengetahuan/pendidikan dan keterampilan.

Berbagai gerakan pemberdayaan kaum perempuan dicptakan oleh Rohanna Kuddus seperti Roehana School, Kerajinan Amai Setia (KAS), pemberdayaan ekonomi hingga pelopor jurnalis perempuan pertama di Sumatera Barat.

Organisasi atau perkumpulan merupakan salah satu upaya yang diharapkan lebih efisien untuk mencapai tujuan karena didalam organisasi masing-masing anggotanya memiliki peran yang berkaitan dengan tujuannya.

Pada abad abad ke-20 mulai berdiri organisasi-organisasi perempuan. Putri Mardika menjadi organisasi perempuan pertama di Indonesia yang didirikan pada tahun 1912. Setelah lahirnya organisasi Putri Mardika lahirlah organisasi-organisasi gerakan perempuan lainnya seperti Aisyiyah, Wanito Hadi, Wanita Taman Siswa dan organisasi-organisasi lainnya yang tersebar di wilayah Indonesia.

fbWhatsappTwitterLinkedIn