Daftar isi
Pengertian Akulturasi Budaya
Menurut Mulyana, akulturasi merupakan suatu bentuk perubahan budaya yang diakibatkan oleh interaksi antar kelompok-kelompok budaya sehingga tercipta pola-pola dan budaya baru, serta ciri-ciri kelompok masyarakat.
Menurut Robert Redfield, Ralph Linton, dan Melville J. Herskovits, akulturasi merupakan sebuah fenomena yang muncul saat sebuah entitas dalam masyarakat memiliki perbedaan dalam segi budaya, namun tetap berhubungan dan berkesinambungan satu sama lain.
Menurut Kim, akulturasi merupakan bentuk proses belajar dan menginternalisasi budaya dan nilai yang dianut oleh sebagian kelompok. Kim juga menambahkan bahwa akulturasi sebagai suatu proses yang dilakukan oleh imigran untuk menyesuaikan diri dengan budaya penduduk asli, kemudian akan mengarah pada terciptanya asimilasi.
Akulturasi budaya biasanya ditandai dengan adanya perubahan seperti pada kelompok minoritas dari segi bahasa, nilai, pakaian, makanan, dan perilaku kelompok.
Akulturasi secara fundamental merupakan suatu proses perubahan kebudayaan dalam masyarakat yang menerima dan mengadopsi unsur-unsur baru tanpa menghilangkan kepribadian maupun jati diri suatu kelompok masyarakat.
Unsur- unsur baru tersebut dapat diterima dari dalam maupun luar kebudayaan masyarakat itu sendiri, bentuknya dapat berupa inovasi atau kebaruan lain.
Jenis-jenis Akulturasi
Menurut Bogardus terdapat tiga jenis akulturasi, antara lain:
- Democratic Acculturation, akulturasi jenis ini terjadi ketika representasi tiap budaya menghormati budaya lainnya.
- Imposed Acculturation, akulturasi jenis ini terjadi ketika kelompok budaya satu memaksa kelompok budaya lain untuk menginternalisasi kebudayaan baru.
- Blind Acculturation, akulturasi budaya terjadi ketika kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda secara tidak sengaja telah mempelajari budaya baru akibat tinggal dalam lingkungan yang sama dengan kelompok kebudayaan lainnnya.
Penyebab Terjadinya Akulturasi
Menurut Gilin dan Gilin, akulturasi dapat terjadi diakibatkan oleh beberapa hal, yakni:
- Perkawinan campur.
- Persamaan kebudayaan.
- Adanya ancaman dari luar.
- Kesetiaan dan keserasian sosial.
- Kesempatan dalam bidang ekonomi.
Selain menurut pendapat tokoh, ada pula dua faktor yang menyebabkan terjadinya akulturasi budaya, yakni:
1. Faktor Internal
Bersumber dari dalam kelompok itu sendiri, bertambah dan berkurangnya jumlah anggota disebabkan oleh fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Selain itu adanya inovasi yang dikembangkan dalam suatu kelompok akan menghasilkan penemuan baru yang dapat menambah ataupun mengganti sesuatu yang sudah ada.
2. Faktor Eksternal
Bersumber dari luar kelompok, kebudayaan asing menurut kelompok lainnya dapat mempengaruhi masyarakat dan mengubah tatanan masyarakat. Dampak pengaruh eksternal terhadap suatu kelompok akan menyebabkan terjadinya suatu akulturasi, difusi, maupun asimilasi.
Akulturasi budaya juga dapat terjadi jika suatu kelompok kebudayaan dihadapkan dengan unsur kebudayaan lainnya yang sifatnya asing. Kemudian, unsur kebudayan asing ini diterima dan diinternalisasi oleh suatu kelompok tanpa menghilangkan kekhasan kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Dalam proses berkembangnya, akulturasi budaya dapat terjadi dalam waktu yang cepat dan lambat. Hal ini tergantung dengan bagaimana cara suatu kelompok membawa kebudayaan terhadap kelompok lainnya. Selain itu juga tergantung dengan persepsi masyarakat.
Jika suatu kelompok membawa suatu kebudayaan terhadap kelompok lain nya secara paksa, maka proses internalisasi kebudayaan terhadap suatu kelompok akan berjalan dengan sangat lambat dan membutuhkan waktu yang relatif lama.
Begitu pula sebaliknya, jika proses masuk kebudayaan asing terhadap suatu kelompok disampaikan secara damai, maka akulturasi budaya akan berlangsung cenderung lebih cepat.
Faktor Pendorong Akulturasi
1. Berorientasi Ke Masa Depan
Masyarakat yang berpikir ke masa depan memiliki sebuah perencanaan dan penuh kesiapan untuk menghadapi kebudayaan-kebudayaan baru yang dibawa dari luar kelompoknya. Salah satu implementasinya seperti sikap saling menghormati terhadap kebudayaan asing bagi kelompok tersebut.
Cara berpikir yang berorientasi ke depan dapat membuat mobilitas budaya dapat lebih terkendali. Dalam suatu kelompok pasti memiliki kekhawatiran tersendiri terhadap identitas budaya mereka sehingga perlu antisipasi untuk menghadapi sesuatu yang asing.
2. Pendidikan yang Maju
Pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat. Pendidikan yang maju akan membuat masyarakat memiliki sikap dan pemikiran yang terbuka. Dengan pendidikan yang maju akan menjadikan masyarakat lebih toleransi dan mengerti cara menghadapi budaya asing.
Pendidikan yang maju mendorong terjadinya akulturasi budaya, sebab suatu kelompok dapat beradaptasi dengan lingkungan baru karena mereka telah memiliki pemahaman dan wawasan yang luas mengenai kebudayaan lain. Dengan hal tersebut pula individu atau kelompok dapat memajukan peradaban.
3. Toleransi Terhadap Budaya Lain
Dari segi sosial manusia memang tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lain. Sejatinya baik individu maupun kelompok saling membutuhkan individu atau kelompok lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup satu sama lain.
Maka dari itu, setiap individu maupun kelompok harus memiliki sikap toleransi terhadap budaya lain. Toleransi menjadi penting dalam kehidupan bermasyarakat terutama pada masyarakat yang sifatnya heterogen. Hal ini akan mendukung terjadinya proses akulturasi budaya.
4. Masyarakat yang Heterogen
Dengan latar belakang yang berbeda-beda, masyarakat heterogen menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya akulturasi budaya. Hal ini diakibatkan karena dengan keberagaman dapat memudahkan individu maupun kelompok untuk mencoba mengerti dan memahami satu sama lain.
5. Sikap dan Perilaku Saling Menghargai Budaya
Menjaga hubungan baik dengan kelompok lain yang memiliki kebudayaan berbeda akan berdampak positif bagi suatu kelompok. Salah satunya akan menciptakan akulturasi budaya, dengan menghargai kebudayaan lain tidak sama sekali membuat kelompok sendiri merasa dirugikan.
Dengan menanamkan sikap dan perilaku saling menghargai budaya lain akan menghindari perselisihan antar suatu kelompok budaya. Namun, jika tidak ada sikap dan perilaku menghargai budaya lain maka akan menghambat akulturasi budaya.
Faktor Penghambat Akulturasi
1. Kebiasaan Adat Turun-temurun
Tidak jarang dijumpai pada masyarakat adat bahwa mereka memiliki kebiasaan yang disampaikan secara lisan ke lisan kepada anak dan cucu sebagai generasi yang akan meneruskan adat tradisi suatu kelompok.
Namun hal ini akan menghambat terjadinya proses akulturasi budaya. Ketika budaya baru datang, masyarakat adat menganggap bahwa hal tersebut sangat asing dan sulit menerima untuk menjadi bagian dalam kebiasaan-kebiasaan mereka.
2. Sikap Masyarakat yang Masih Tradisional
Masyarakat yang masih tradisional akan menganggap kebudayaan asing menjadi sebuah ancaman bagi kelompoknya. Ancaman itu akan menghilangkan keistimewaan, jati diri, ataupun kepribadian kelompoknya sendiri. Oleh karena itu, sikap masyarakat yang masih tradisional akan menghambat proses terjadinya akulturasi budaya.
3. Hal – Hal Baru Dianggap Buruk
Masyarakat yang masih berpikiran tertutup, tidak mau kebudayaan atau kebiasaannya diganggu dan sulit menerima kebudayaan baru, akan menganggap segala suatu hal selalu buruk.
Hal ini akan menghambat proses akulturasi budaya dalam suatu kelompok. Selalu ada stigma masyarakat bahwa hal baru merupakan hal buruk yang akan merusak kebudayaan mereka.
4. Ilmu Pengetahuan yang Bergerak Lambat
Stagnanisasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akan menghambat terjadinya akulturasi budaya. Kurangnya pengetahuan dan wawasan akan berdampak pada melambatnya proses memajukan peradaban.
Ilmu pengetahuan menjadi salah satu faktor penting jika suatu kelompok masyarakat menginginkan kemajuan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Tidak akan merugi jika mengembangkan ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan akan memberikan banyak dampak positif.
Contoh Akulturasi Budaya
Salah satu contoh hasil akulturasi budaya yakni seni wayang Mahabharata yang merupakan perpaduan antara kesenian Jawa dan India. Sejak zaman Hindu hingga sekarang, cerita Mahabharata telah diterima dalam pergelaran wayang di Indonesia.
Cerita wayang Mahabharata yang telah tersebar luas di Indonesia telah dimodifikasi dan sudah berbeda dengan cerita wayang Mahabarata yang aslinya, berasal dari India. Namun unsur-unsur budaya dari keduanya masih terasa, tidak serta merta berubah mengikuti salah satu kelompok budaya saja.
Secara alur cerita, dalam Ramayana dan Mahabharata India memiliki cerita yang lebih kompleks dan berbeda-beda kisah, tetapi di Indonesia cerita tersebut menjadi satu rangkaian. Pewayangan kisah Ramayana selalu disambung dengan kisah Mahabharata, dan dalam kisah lain justru disambung kembali dengan kisah Kerajaan Kediri.
Cerita Mahabharata India dengan cerita Mahabharata Indonesia memiliki perbedaan yang menonjol pada nilai-nilai keagamaan. Jika di India menyajikan cerita yang lebih bernuansa Hinduisme sedangkan setelah di Indonesia cerita tersebut diselipkan nilai-nilai Islam.
Cerita Ramayana dan Mahabharata ini memang berasal dari India, namun juga disebarluaskan bukan hanya di Indonesia saja, melainkan ada pula cerita Ramayana dan Mahabharata versi Thailand, Myanmar, Kamboja, dan lainnya.