Robert Bierstedt mendefinisikan kelompok sosial sebagai kumpulan individu yang memiliki kesadaran bersama terhadap keanggotaannya dan saling berinteraksi. Bierstedt juga beranggapan bahwa kelompok sosial memiliki ragam jenis yang bisa diklasifikasi. Pengklasifikasian tersebut didasari pada ada atau tidaknya organisasi, hubungan sosial antarkelompok, dan jenis kesadaran.
Sementara itu menurut George Homans, kelompok sosial merupakan kumpulan individu yang melakukan kegiatan, saling berinteraksi, dan memiliki perasaan untuk membuat segala sesuatu menjadi terorganisir serta berhubungan secara timbal balik.
Tidak semua sekumpulan individu dapat disebut dengan kelompok sosial. Ada berbagai syarat yang harus dipenuhi agar suatu kelompok dapat dikatakan sebagai kelompok sosial. Menurut Soerjono Seokanto, syarat-syarat utama tebentuknya kelompok sosial adalah sebagai berikut:
- Adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa ia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
- Ada hubungan timbal balik (interaksi sosial) antara anggota kelompok yang satu dengan anggota yang lainnya.
- Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antarkelompok semakin bertambah erat.
- Berstruktur, berkaidah, dan memiliki pola perilaku.
Contoh kelompok sosial dalam masyarakat yaitu keluarga, teman sepermainan, komunitas pecinta hewan, ekstrakurikuler di sekolah, dan berbagai kelompok profesi seperti PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia).
Setiap kelompok sosial dalam masyarakat saling berinteraksi dan berhubungan dengan berbagai alasan serta kepentingan. Hubungan tersebut akan menimbulkan berbagai macam dampak, seperti adanya kerja sama yang terbentuk, terjadinya persaingan antarkelompok, atau bahkan tercetusnya sebuah konflik.
Ada beberapa dimensi yang mengiringi hubungan antarkelompok sosial, seperti dimensi sejarah, sikap, institusi, dan gerakan sosial. Berikut adalah penjelasannya.
1. Dimensi Sejarah
Jika dilihat dari dimensi sejarah, hubungan antarkelompok sosial dapat diartikan sebagai awal mula terbentuk hingga berkembangnya interaksi dalam kelompok-kelompok tersebut. Seiring dengan bertumbuhnya hubungan antarkelompok, terjadilah berbagai penggolongan masyarakat secara bertingkat ke dalam kelas-kelas sosial tertentu. Misalnya, stratifikasi etnis, stratifikasi usia, dan stratifikasi jenis kelamin.
- Stratifikasi Etnis
Stratifikasi etnis merupakan pengelompokkan masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan warna kulit, bahasa, dan budaya. Jenis stratifikasi ini dapat terjadi apabila terdapat tiga syarat, yaitu etnosentrisme, persaingan, dan perbedaan kekuasaan.
Contohnya, pada masa kolonial Belanda di Indonesia. Orang-orang Eropa atau kulit putih menempati urutan pertama dalam struktur sosial Hindia Belanda. Disusul oleh orang-orang Timur Asing (Tiongkok, India, dan Arab) diurutan kedua. Sementara itu, orang-orang asli Indonesia atau pribumi menempati posisi terakhir.
Hal tersebut dapat terjadi karena orang-orang kulit putih (Belanda) menganggap bahwa kelompoknya lebih baik daripada kelompok lain. Tidak hanya itu, penjajah Belanda juga memegang kendali di bidang ekonomi dan politik.
- Stratifikasi Usia
Stratifikasi usai dapat diartikan sebagai penggolongan masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan rentang usia. Stratifikasi ini berhubungan erat dengan kewajiban, kekuasaan, peran, prestise (status sosial), dan privilege (hak istimewa) yang dimiliki oleh setiap individu mulai dari usia remaja sampai mendekati usia tua.
Seiring dengan bertambahnya usia, hal-hal seperti privilege, prestise, dan kekuasaan akan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan orang-orang yang sudah memasuki usia lanjut (lansia) akan semakin tergantung kepada orang-orang yang berusia lebih muda.
- Stratifikasi Jenis Kelamin
Bentuk stratifikasi ini berhubungan dengan industrialisasi dan pembagian kerja. Sebelumnya, hanya kaum laki-laki saja yang bisa bekerja di sektor publik sedangkan kaum perempuan hanya berada di ranah domestik (rumah tangga).
Namun, seiring dengan perkembangannya masyarakat dan adanya perubahan sosial, baik laki-laki maupun perempuan saat ini memiliki peran yang sama di segala bidang, khususnya di bidang industrialisasi dengan pembagian kerja yang semakin jelas.
2. Dimensi Sikap
Di dalam hubungan antarkelompok sosial, sering kali diiringi dengan adanya prasangka dan stereotip terhadap kelompok masyarakat lain. Sikap-sikap tersebut cendurung berdampak negatif karena dapat menimbulkan terjadinya perpecahan dalam masyarakat.
Prasangka (prejudice) merupakan sikap atau pendapat yang tidak didasari bukti kongkret, pengalaman, dan pengetahuan. Dengan kata lain, prasangka juga bermakna sebagai sikap menduga-duga yang belum bisa dibuktikan.
Contoh prasangka yang sering terjadi dalam masyarakat yaitu menganggap dan memandang orang yang berasal dari suku Madura memiliki watak keras dan arogan, tetapi pada realitanya banyak juga orang Madura yang bersifat lembut dan penyabar.
Sementara itu, stereotip dapat didefiniskan sebagai suatu kesan atau perasaan curiga terhadap individu, kebiasaan, dan budaya dalam masyarakat berdasarkan pendapat subjektif yang belum tentu benar. Dalam kehidupan sehari-hari, stereotip dapat bersifat positif dan negatif.
Contoh stereotip positif yaitu laki-laki dalam masyarakat dinilai memiliki sifat yang tangguh, kuat, dan pekerja keras. Sementara itu, contoh stereotip negatif adalah siswa yang berasal dari keluarga miskin cenderung dianggap memiliki sifat pemalas, bodoh, dan nakal.
3. Dimensi Institusi
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mendefinisikan institusi sosial sebagai sistem norma sosial dan hubungan-hubungan terorganisir yang menyatukan nilai-nilai serta prosedur tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Institusi sosial juga dapat disebut dengan istilah pranata atau lembaga sosial. Institusi sosial memiliki berbagai jenis, misalnya lembaga ekonomi, lembaga hukum, lembaga agama, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan lembaga pariwisata.
Fungsi institusi sosial dalam masyarakat yaitu untuk mengoptimalkan sikap, perilaku, kontrol sosial, dan interaksi antarkelompok. Selain itu, institusi sosial juga berperan menghapuskan pola hubungan antarkelompok yang awalnya bersifat personal menjadi lebih birokratis.
4. Dimensi Gerakan Sosial
Cohen memiliki pendapat bahwa gerakan sosial adalah gerakan yang dilakukan oleh sejumlah individu, besifat terorganisir, dan bertujuan untuk mengubah atau mempertahankan suatu unsur dalam masyarakat.
Sementara itu, Touch dan Kuppuswany mengartikan gerakan sosial sebagai suatu usaha yang dilakukan sejumlah individu secara kolektif dengan tujuan menyelesaikan masalah yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara kolektif, terorganisasi dengan baik, memiliki tujuan dan kepentingan bersama, serta dilakukan demi kepentingan masyarakat luas.
Contoh gerakan sosial yaitu demonstrasi buruh dan pengemudi ojek online di Bandung yang menuntut kenaikan upah dan menolak kenaikan harga BBM.
Contoh lainnya yaitu gerakan sosial perempuan “Women’s March” yang bertujuan untuk memobilisasi dan mengumpulkan aksi demi membela hak asasi perempuan secara global. Selain itu, “Women’s March” juga giat menyuarakan berbagai isu terkait perempuan.