Daftar isi
Kekhalifahan Bani Abbasiyah ialah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (saat ini ibukota Irak).
Kekhalifahan ini berkembang pesat sehingga menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Awal kekhalifahan ini berkuasa yaitu setelah merebut kekuasaan dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayah kekuasaannya kecuali Andalusia.
Nama Daullah Abbasiyah sendiri berasal dari pendiri dan penguasa dinasti ini yakni keturunan Abbas yang merupakan paman Nabi Muhammad SAW.
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 Hijriah, serta dilantik menjadi khalifah pada tanggal 3 Rabiul Awwal tahun 132 Hijriah.
Awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah, disebabkan pemberontakan yang terjadi di seluruh negeri.
Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari pemberontakan yaitu perang antara pasukan Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad dari Dinasti Umayyah, yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbas.
Jatuhnya Negeri Syria menandakan berakhirnya riwayat Dinasti Bani Ummayah, sehingga bangkitlah kekuasaan dari Dinasti Abbasiyah.
Dalam buku Sejarah Peradaban Islam dijelaskan hal lain yang mempengaruhi berdirinya Dinasti Abbasiyah ialah adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium Dinasti Umayyah yang notabene korupsi, sekuler, dan memihak sebagian kelompok diantaranya kelompok syiah dan khawarij (Badri Yatim, 2008 : 49-50) serta kaum Mawali (orang-orang yang baru masuk Islam mayoritas dari Persia).
Mereka merasa diperlakukan tidak adil dengan kelompok Arab dalam hal pembebanan pajak yang terlalu tinggi, kelompok inilah yang mendukung gerakan revolusi Abbasiyah.
Dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam dijelaskan gerakan Bani Abbasiyah yang dikendalikan oleh pimpinan yang bernama Muhammad bin Ali al-Abbasy dilakukan dalam dua fase yaitu:
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara, dan mendapatkan pengikut yang banyak, terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada mulanya mendukung Bani Umayyah.
Setelah Muhammad bin Ali al-Abbasy meninggal, digantikan oleh anaknya yakni Ibrahim. Maka seorang pemuda dari Persia yang berani, gagah, dan cerdas bernama Abu Muslim al-Khusarany bergabung dalam gerakan rahasia ini.
Semenjak itu dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan dan kemudian diakhiri dengan pertempuran. Hingga akhirnya bulan Zulhijjah tahun 132 Hijriah, Khalifah terakhir Bani Umayyah yang bernama Marwan terbunuh di Fusthath, Mesir. Kemudian Daulah Bani Abbasiyah resmi berdiri
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain:
Selanjutnya periode II, III, IV, kekuasaan politik Abbasiyah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral.
Hal ini disebabkan negara-negara bagian kerajaan-kerajaan kecil sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah tersebut sudah berkuasa dan mendirikan kerajaan kecil sebagai contoh Daulah Fatimiyah.
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah terdapat dua tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya pemberontakan yaitu pertama tindakan keras terhadap Bani Ummayah dan kedua mengutamakan orang-orang keturunan Bangsa Persia.
Pada masa kepemimpinannya khalifah Daulah Abbasiyah dibantu oleh seorang Perdana Menteri (Wazir) atau yang menjabat disebut Wizaraat.
Wizaraat sendiri dibagi menjadi dua yakni:
Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kuttab (sekretaris negara).
Pun demikian dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen).
Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary al-markazy. Selain itu, dalam zaman Daulah Abbasiyah juga didirikan angkatan perang, amirul umara, Baitul maal, organisasi kehakiman.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik; sosial; ekonomi dan budaya.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, ahli sejarah membagi masa pemerintahan Daulah Abbasiyah menjadi lima periode:
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus, namun di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. selanjutnya digantikan oleh Abu Ja’far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij dan juga Syiah.
Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingannya disingkirkan satu persatu. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya.
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-manshur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya yaitu Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir (perdana menteri) sebagai koordinator dari kementerian yang ada.
Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata.
Dia menunjuk Muhammad bin Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas.
Jika dulu hanya sekedar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Manshur berusaha menakhlukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut banteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756 – 758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus.
Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Byzantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus dan India.
Untuk dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu:
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi.
Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Basrah menjadi pelabuhan yang penting.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pedidikan dokter dan farmasi.
Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (saat ini ibukota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat sehingga menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Awal kekhalifahan ini berkuasa yaitu setelah merebut kekuasaan dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayah kekuasaannya kecuali Andalusia.