Daftar isi
Masa Demokrasi Terpimpin mencakup tahun 1959-1965, yaitu sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan dimulainya kabinet pimpinan Ir. Juanda pda 9 April 1957. Era ini disebut sebagai Demokrasi Terpimpin, dan dipandang sebagai upaya untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan nasional yang kuat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kestabilan politik merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan sistem politik. Hal inilah yang tidak terjadi dalam sistem demokrasi parlementer terbukti dari kegagalan partai-partai politik dalam menciptaan kestabilan politik dan pemerintahan, sehingga mengharuskan Presiden Soekarno untuk mengambil inisiatif perlunya penciutan jumlah parpol dengan kendali pemerintah yang kuat.
Inisiatif ini sekaligus mengakhiri era multipartai dan melahirkan munculnya kekuatn baru, yakni pemerintahan yang kuat di bawah demokrasi terpimpin, yang menurutnya merupakan bentuk pengejawantahan dari kepribadian bangsa Indonesia.
Persepsi demokrasi terpimpin sebagaimana dikemukakan oleh presiden Soekarno terdiri atas beberapa poko, yaitu :
1. Tidak puas pada hasil yang dicapai
Ada rasa tidak puas terhadap hasil-hasil yang dicapai sejak tahun 1945 karena belum mendekati cita-cita dan tujuan proklamasi, seperti masalah kemakmuran dan pemerataan keadilan yang tidak terbina, belum utuhnya wilayah RI karena masih ada wilayah yang dijajah Belanda, instablilitas nasional yang ditandai oleh jatuh bangunnya kabinet sampai tujuh kali, serta pemberontakan daerah-daerah.
2. Kurangnya rasa nasionalisme
Kegagalan tersebut disebabkan menipisnya atau kurangnya rasa nasionalisme, pemilihan demokrasi liberal tapa pimpinan tanpa disiplin suatu demokrasi yang tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, serta sistem multipartai berdasarkan pada Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang ternyata prtai-partai itu digunakan sebagai alat perebutan kekuasaan dan bukan alat pengabdi rakyat.
3. Adanya koreksi pada sistem politik
Suatu koreksi untuk segera kembali pada cita-cita dan tujuan semula harus dilakukan dengan cara meninjau kembali sistem politik. Harus diciptakan sistem demokrasi yang menuntut untuk mengabdi kepada negara dan bangsa yang beranggotakan orang-orang jujur.
Cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan koreksi tersebut adalah :
Dalam era demokrasi terpimpin, kekuasaan Presiden semakin dominan, sebaliknya peranan partai-partai politik terus menurun. Seiring dengan berkurangnya peran partai politik, pengaruh komunis semakin berkembang dan peranan militer ikut meningkat, tidak hanya sebagai kekautan hankam tetapi juga peran sosial politik.
Kekuasaan Presiden yang demikian kuat telah menyebabkan terjadinya pemusatan kekuasaan sehingga mendorong terjadinya penyimpangan terhadap konstitusi. Dalam periode Demokrasi Terpimpin, terdapat beberapa keputusan yang patut untuk dicermati, diantaranya adalah :
Lahirnya Ketetapan MPRS no.III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan konstitusi yang membatasi waktu lima tahun sesuai dengan Undang – Undang Dasar 1945.
Presiden Ir. Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasl pemilihan umum dan menggantikannya dengan dewan Perwakila Rakyat Gotong Royong. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 presiden tidak memiliki wewenang untuk melakukan hal tersebut. Fungsi kontrol dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjadi Menteri.
yang memberikan wewenang kepada presiden untuk campur tangan dalam yudikatif. Presiden juga memiliki kekuasaan wewenang di bidang legislatif dalam hal anggita Dewan Perwakilan Rakyat tidak mencapai mufakat melalui terbitnya Peraturan Tata Tertib Peraturan Presiden No.14/1960.
Pada masa ini lahir pula beberapa badan ekstra konstitusional, seperti Front Nasional yang dalam realitas empiris menjadi arena kegiatan komunis. Selain itu, beberapa kebijakan preside Soekarno juga mengundang kontroversi, seperti Dekrit Presiden 5 juli, serta pengebiria peran partai politik, pers, dan organisasi masyarakat (ormas) yag tidak sejalan dengan rel revolusi.
Kekuasaan presiden yang demikian kuat ini kemudian dimanfaatkan oleh komunis melalui strateginya untuk menggulingkan pemerintahan yang sah melalui Pemberontakan Gerakan 30 September 1956 (G30S PKI).
Praktik politik Demokrasi terpimpin setidaknya ditandai oleh beberapa hal penting. Diantaranya sebagai berikut :
1. Mengaburnya sistem kepartaian
Kehadiran partai-partai politik bukan untuk mempersiapkan diri dalam kerangka kontestasi politik untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan tetapi lebih merupakan elemen penompang dari tarik menarik antara Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia.
2, Dengan terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)
Peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah. Hal ini karena DPR-GR kemudian lebih merupakan instrumen politik Presiden Soekarno. Proses rekruitmen politik Presiden Soekarno, Proses rekruitmen politik untuk lembaga inipun ditentukan oleh presiden.
3. Basic human right menjadi sangat lemah.
Soekarno dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijaksanaannya atau yang mempunyai keberanian untuk menentangnya.
4. Masa Demkrasi Terpimpin.
Masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan majalah diberangus oleh Presiden Soekarno, seperti Harian Abadi, dari Masyumi dan Harian Pedoman dari Partai Serikat Islam.
5. Sentralliasi kekuasaan
Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Daerah-daerah memiliki otonomi yang sangat terbatas.
Secara empiris terdapat kelemahan implementasi Demokrasi terpimpin, yaitu :
Terjadinya instabilitas politik akibat seringnya trjadi pergantian kabinet. Rata-rata kabinet tdak berumur lebih dari dua tahun. Hal ini mengakibatkan pemerintahan tidak bisa berkonsentrasi pada program-program pembangunan, utamanya pembangunan ekonomi.
Menurut catatan para ahli, sepanjang 1948-1967 telah terjadi 20 kali pergantian kekuasaan eksekutif di Indonesia, dengan rata-rata satu kali pergantian setiap tahun. Terjadinya isntabilitas politik terutama disebabkan oleh pertentangan dan konflik politik ideologi, baik yang terjadi di parlemen, maupun pertentangan politik dalam masyarakat.
Menurut catatan para ilmuwan, sepanjang 1948-1967 telah terjadi 45 kali demontrasi protes, 82 kali kerusuhan, 7.900 kali serangan bersenjata, dan 615.000 orang terbunuh disebabkan oleh kekerasa politik.
Terbengkalainya program ekonomi sehingga menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Tahun 1950 defisit anggaran mencapai Rp. 1.73 juta, antara tahun 1958-1965 produk domestik bruto (PDB) hanya meningkat rata-rata 1,4%/tahun, inflasi tahun 1965 mencapai ratusan persen.
Pada tahun 1960 defisit neraca berjalan mecapai US$ 84 dan pada tahun 1965 defisit itu berjumlah US$ 248 juta. Pada tahun 1966 pemerintah harus membayar utang luar negerinya sebesar US$ 530 juta yang jatuh tempo, sedangkan total devisa pada tahun itu hanya US$ 714.
Birkokrasi yang diharapkan dapat melaksanakan program pemerintah tidak terurus dan mengalami inefisiensi, korup, dan tidak terkontrol.