Daftar isi
Buruh adalah satu-satunya kelas sosial yang dapat melumpuhkan kapital. Pasalnya, modal bergantung pada eksploitasi buruh untuk terus eksis dan menumpuk.
Meski demikian, gerakan buruh tetap beroperasi dalam kondisi struktural tertentu yang mengandung peluang dan/atau hambatan tertentu bagi dirinya sendiri.
Awal Mula Didirikannya Serikat Pekerja
Gerakan buruh di Indonesia muncul sekitar pertengahan abad ke-19 ketika merkantilisme Belanda mulai berubah menjadi kapitalisme perusahaan dan ketika peran langsung pemerintah dalam perekonomian digantikan oleh kelas borjuasi swasta Belanda.
Pada masa ini kelas pekerja Indonesia mulai tumbuh. Munculnya gerakan buruh juga didorong oleh tumbuhnya ulama-ulama pribumi yang radikal.
Lapisan terakhir ini timbul dari perluasan pendidikan gaya barat yang merupakan dampak dari politik etis Belanda. Selama 1900-1920, misalnya, jumlah bumiputera ( pribumi ) siswa yang menghadiri sekolah dasar meningkat dari 896 ke 38.024, sementara mereka yang terus HBS dan sekolah menengah MULO meningkat dari 13 ke 1168.
Pada masa ini, gerakan buruh tumbuh dalam suasana perjuangan nasional. Serikat pekerja pertama di Indonesia adalah Nederland Indische Onderweys Genootschap (NIOG), yang dibentuk pada tahun 1879. Setelah itu, berbagai serikat pekerja lahir di Indonesia.
Di antaranya adalah Vereeniging voor Spoor-en Tramweg Personeel in Nederlandsche-Indie (VSTP) yang didirikan pada tahun 1908; Serikat Pekerja (PPPB) Bumiputera ‘Pegadaian’ (Pegadaian) terbentuk pada tahun 1914, dan Personeel Fabrik Bond (PFB) lahir pada tahun 1918.
Berbagai serikat buruh ini tumbuh bersama organisasi perjuangan nasionalis seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam (SI).
Pendiri Serikat Pekerja
Sebenarnya, dalam sejarah Indonesia, serikat buruh didirikan pertama kalinya pada zaman Kolonial Belanda pada tahun 1879. Sejumlah aktivis sosial sekaligus pekerja yang mendirikan,beberapa diantaranya yakni Tan Malaka, Bergsma, Abdul Muis, dan Reksodiputro.
Dan sempat vakum dikarenakan berbagai macam terpaan khususnya dari pemerintah Hindia Belanda saat itu.
Namun, pada masa Orde Lama kembali bangkit dan didirikan kembali oleh Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, S.H., M.A. Beliau seorang tokoh buruh Indonesia yang mendirikan serikat buruh independen pertama di Indonesia.
Perkembangan Serikat Pekerja
1900-1920
Diawali oleh serikat pekerja pertama di Indonesia yang bernama Nederland Indische Onderweys Genootschap (NIOG), dan dibentuk pada tahun 1879. Untuk kemudian disusul berdirinya berbagai serikat pekerja di Indonesia.
Meskipun perkembangan gerakan buruh pada saat ini tampak pesat, namun gerakan buruh pada masa ini sebenarnya tidak kuat. Karena struktur kapitalisme kolonial masih bertumpu pada perdagangan dan produksi hasil bumi, sehingga jumlah tenaga kerja hanya sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.
Kelemahan gerakan buruh terlihat ketika pemerintah kolonial mengakhiri kebijakan etisnya. Beberapa serikat pekerja besar yang berusaha mogok besar berhasil dilumpuhkan oleh pemerintah.
Misalnya, pemogokan PPPB pada tahun 1922, yang meluas dan mendapat dukungan dari organisasi-organisasi pembebasan nasional seperti Sarekat Islam Center (CSI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Budi Utomo, Muhammadiyah dan Vatcentrale Revolutonaire yang dipimpin oleh Tan Malaka dan Bergsma. Diakhiri dengan pemecatan 1000 pekerja.
Abdul Muis dan Reksodiputro dibawa pergi di Garut, sedangkan Tan Malaka dan Bergsma dibuang dari Hindia. Hak berkumpul di Yogyakarta dicabut pada tanggal 8 Februari 1922.
Kejatuhan serikat-serikat buruh besar ini dan kehancuran PKI pada tahun 1926 menenggelamkan gerakan buruh selama masa kolonial.
Orde Lama
Setelah kemerdekaan, pada masa yang disebut Orde Lama ( Orde Lama ), serikat buruh dihidupkan kembali. Beberapa dari mereka berafiliasi dengan partai politik.
Pendataan tahun 1955 oleh Kementerian Tenaga Kerja menyebutkan bahwa terdapat 1.501 serikat pekerja nasional, regional dan lokal, dimana 56% dari serikat pekerja nasional mereka tidak berafiliasi di manapun.
Federasi serikat pekerja terbesar saat itu adalah Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), yang kepemimpinannya sebagian besar adalah anggota PKI. Dari 596.115 anggota serikat pekerja yang bekerja di sektor manufaktur, sekitar 530.000 adalah anggota SOBSI.
Pada saat ini, ada polarisasi ideologis antara serikat komunis dan non-komunis. Setelah nasionalisasi perusahaan asing dimulai pada tahun 1957, di mana perusahaan yang dinasionalisasi jatuh ke tangan militer, serikat anti-komunis menemukan mitra kuat mereka di militer.
Kontradiksi ini juga pecah dengan terjadinya peristiwa 30 September 1965 yang diikuti dengan pembantaian ratusan ribu atau jutaan orang.
Pukulan maut yang diterima oleh gerakan buruh sebenarnya juga merupakan tanda minimnya gerakan buruh di Indonesia saat itu. Alasannya sama seperti pada masa kolonial, gerakan buruh pada masa Orde Lama masih beroperasi dalam situasi ekonomi yang tidak industrial dengan tingkat proletarisasi yang rendah.
Orde Baru
Setelah menghancurkan PKI bersama organisasi progresif lainnya, termasuk SOBSI, rezim Orde Baru ( Orde Baru ) kemudian membersihkan sisa tenaga kerja. Caranya adalah dengan memfasilitasi berbagai organisasi buruh yang ada menjadi satu organisasi korporat yang berada di bawah kendali negara.
Oleh karena itu, pada tahun 1973 dibentuk Federasi Pekerja Seluruh Indonesia (FBSI) sebagai wadah untuk membahas berbagai organisasi buruh.
Pada tahun 1985, FBSI menjelma menjadi sebuah kesatuan dan disebut Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Namun pada tahun 1990 SPSI berubah lagi menjadi federasi dengan nama FSPSI.
Sedangkan untuk melemahkan PNS, mereka dipisahkan dari tenaga kerja swasta dan dikipasi menjadi Korps Pegawai (Kokar) yang kemudian menjadi Korps Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (Korpri).
Pada tahun 1990-an, gerakan buruh di Indonesia mulai bangkit kembali. Terbukti dari jumlah pemogokan dan organisasi buruh alternatif yang mulai bertambah. Pada tahun 1988, hanya ada 39 pemogokan, tetapi pada tahun 1994, jumlah ini meningkat menjadi sekitar 367 pemogokan.
Organisasi buruh alternatif lahir. Pada tahun 1990, Serikat Buruh Bebas (SBM) Setiakawan didirikan oleh beberapa aktivis buruh dan LSM. Kemudian, pada tahun 1992, berdiri pula Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SBSI). Belakangan, ada juga serikat pekerja yang lebih radikal, seperti Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI).
Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, gerakan sosial perintis diambil oleh sektor yang tradisi organisasinya relatif tidak terputus dan tertutup, ke dunia ide yang bisa menumbuhkan sikap kritis: gerakan mahasiswa
Setelah jatuhnya Soeharto, gerakan buruh mengalami berbagai perubahan. Diantaranya adalah kebebasan berorganisasi bagi pekerja. Pada masa lalu, sangat sulit untuk membentuk serikat pekerja di luar FSPSI, karena berbagai regulasi yang menghambat.
Pasca Reformasi , berdasarkan UU no. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja, serikat pekerja hanya dapat dibentuk dengan sedikitnya 10 orang. Berbagai serikat pekerja muncul selama periode ini.
Masa Sekarang
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa gerakan buruh di masa kolonial dan Orde Lama menghadapi hambatan struktural dari situasi ekonomi yang tidak terindustrialisasi dengan tingkat proletarisasi yang rendah. Saat ini, pekerja hidup dalam neoliberalisme, yang ditandai dengan fleksibilitas pasar tenaga kerja, tingkat mobilitas modal yang tinggi, dan finansialisasi yang berdampak pada deindustrialisasi.
Fleksibilitas pasar tenaga kerja berdampak pada sulitnya mengorganisir pekerja, karena tingkat turnover yang lebih tinggi. Demikian pula, mobilitas modal yang tinggi antara lokasi geografis dan cabang industri yang berimplikasi pada tingginya perpindahan lokasi produksi dan pemutusan hubungan kerja juga akan berdampak serupa.
Sementara itu, transfer finansial atau modal dari produksi ke sektor finansial, yang berdampak pada deindustrialisasi dan penurunan proletarisasi, akan memberikan hambatan yang relatif sama dengan yang dialami gerakan buruh di masa kolonial dan Orde Lama. Untuk mengatasi hambatan tersebut, gerakan buruh harus lebih terbuka terhadap persatuan.
Mobilitas modal industri antar cabang, misalnya, hanya dapat diatasi oleh serikat buruh industri.
Di negara yang sepenuhnya terindustrialisasi dan bahkan terdeindustrialisasi, seperti Indonesia, situasi pasar tenaga kerja dan daya tawar tenaga kerja, sangat dipengaruhi oleh sektor-sektor rakyat lainnya.
Misalnya, pencabutan subsidi BBM dan membanjirnya produk pertanian impor akan menurunkan nilai tukar petani, yang membuat petani berhenti menjadi petani dan merantau ke kota untuk mencari pekerjaan lain. Akibatnya, tenaga kerja yang dipesan meningkat, sementara dunia yang terdeindustrialisasi tidak dapat menyerap tenaga kerja baru.
Pasar tenaga kerja menjadi semakin tidak setara dan daya tawar pekerja terhadap modal menurun.
Untuk membangun dan memimpin blok persatuan multi-sektor anti-neoliberal, rakyat pekerja harus membangun organisasi politik mereka sendiri. Dan untuk itu diperlukan seorang pekerja yang sadar politik dan tidak resisten terhadap perjuangan politik.
Kapital, bagaimanapun, akan selalu menggunakan kekuatan politiknya melalui negara untuk memfasilitasi eksploitasi pekerja.
Tanpa perjuangan politik, tidak mungkin kaum buruh mampu menghentikan penindasan kapital. Oleh karena itu, peran organisasi massa (ormas) buruh menjadi penting sebagai ‘ground teaching’ bagi kaum buruh untuk menumbuhkan kesadaran politik.