Daftar isi
Periodesasi perkembangan filsafat dibagi menjadi beberapa periode yakni filsafat zaman Yunani Kuno yang ditandai dengan adanya kemajuan manusia, filsafat pertengahan yang di mana alam pikiran di dominasi oleh gereja, filsafat abad modern, dan filsafat pasca modern yang merupakan perkembangan mutakhir filsafat ilmu sejak awal abad ke dua puluh hingga saat ini.
Periode zaman modern merupakan zaman yang tepat untuk menuangkan segala pemikiran dengan bebas. Zaman modern ditandai dengan adanya perkembangan keilmuan dalam berbagai bidang ilmu yang berdampak hingga saat ini. Zaman filsafat modern didahului oleh zaman renaisans.
Filsafat modern ditandai dengan lahirnya aliran-aliran besar filsafatnya yang dimulai oleh Rasionalisme dan empirisme. Selain kedua aliran tersebut, muncul juga aliran-aliran lainnya seperti idealisme, materialisme, positivisme, Fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme.
Namun, pada intinya filsafat modern hanya terdiri atas 3 aliran pokok yakni rasionalisme dengan Rene Descartes, empirisme dengan Francis Bacon, dan kriticisme dengan Immanuel Kant.
Para filsuf abad modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci melainkan dari manusia itu sendiri. Namun, tentang aspek mana yang berperan dalam manusia, terdapat banyak perbedaan dari ketiga aliran tadi.
Aliran rasionalisme mengatakan bahwa sumber pengetahuan berasal dari rasio atau akal. Sementara itu, aliran empirisme mengayakan bahwa pengalaman lah yang merupakan sumber pengetahuan baik itu dari batin maupun inderawi.
Menurutnya tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. Kemudian muncul aliran kritisisme yang menggabung kedua pendapat dari aliran tadi. Berikut ini beberapa tokoh filsafat modern beserta aliran dan pemikirannya.
1. John Dewey
John Dewey merupakan filsuf yang beraliran filsafat pragmatisme. Ia mengatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran metafisis yang dianggap kurang praktis dan tidak memiliki manfaat.
Oleh sebab itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dengan mengolahnya secara kritis. Menurut John Dewey di dunia ini tidak ada yang sempurna. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan mengetahui artinya adalah dengan metode induktif. Metode ini tidak hanya berlaku pada ilmu fisika saja melainkan berlaku juga bagi persoalan-persoalan sosial dan moral.
2. Soren Kierkegaard
Soren Kierkegaard merupakan filsuf yang beraliran eksistensialisme. Ia mengatakan bahwa filsafat bukan suatu sistem melainkan eksistensi individual. Ia mengkritik Hegel karena terlalu meremehkan eksistensi yang nyata dengan mengutamakan idea secara umum. Kemudian ia mengenalkan eksistensi dengan memandang manusia sebagai aku secara individual.
Selain mengkritik Hegel, ia juga mengkritik agama Kristian. Ia mengatakan bahwa gereja Lutheran yang merupakan gereja Kristen Remi di Denmark dianggap telah menyimpang dari inzil kritus. Ia mengatakan bahwa kebenaran itu tidak ada dalam sistem yang umum melainkan berada dalam eksistensi individu yang nyata karena eksistensi manusia penuh dengan dosa. Hanya iman kepada Tuhan yang dapat menghapus dosa-dosa tersebut.
3. Gabriel Marcel
Gabriel Marcel merupakan filsuf yang beraliran sama dengan Soren yakni aliran eksistensialisme. Ia mengatakan bahwa manusia tidak hidup sendirian melainkan bersama dengan orang lain. Manusia memiliki kebebasan yang bersifat otonom.
Pada saat itu ia selalu berada dalam situasi yang ditentukan oleh jasmaninya. Dari luar ia dapat menguasai jasmaninya namun dari dalam ia justru yang dikuasai oleh jasmaninya.
Di dalam pertemuan dengan manusia lain, manusia bisa saja memiliki dua macam sifat. Kesetiaan yang menciptakan ini pada akhirnya berdasarkan atas partisipasi manusia kepada Tuhan. Perjuangan manusia yang sebenarnya terjadi ada di daerah perbatasan atau antara tidak berada.
Oleh sebab itu, manusia akan menjadi gelisah, takut dan putus asa kepada kematian. Padahal, sebenarnya kemenangan kepada kematian hanya semu sebab hanya cinta kasih dan kesetiaan yang memberikan harapan untuk mengatasi kematian.
4. William James
William James merupakan tokoh filsafat aliran pragmatisme. Ia mengatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum tetap dan berdiri sendiri yang lepas dari akal yang mengenal. Sebab, pengalaman kit terus berjalan dan segala yang dianggap benar dalam perkembangan pengalaman senantiasa berubah karena di dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman selanjutnya. Menurutnya, dunia tidak dapat diterangkan pada satu asas saja.
5. Francis Bacon
Francis Bacon merupakan tokoh yang merupakan aliran empirisme. Ia mengatakan bahwa pengetahuan yang diterima orang itu berasal dari persentuhan indrawi dan dunia fakta. Pengetahuan merupakan sumber pengetahuan sejati.
Pengetahuan ini harus dicapai dengan jalan induksi dan kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Ilmu yang benar adalah yang telah terakumulasi antara pikiran, kenyataan yang diperkuat oleh sentuhan indrawi.
6. David Hume
Merupakan tokoh filsafat yang beraliran empirisme. Hume merupakan filsuf besar yang pertama dari zaman modern yang membuat filosof naturalis. Filosof ini sebagian besar mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia yang merupakan miniatur dari kesadaran suci.
Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Edward Craig yang dimasukan ke dalam doktrin image of God. Doktrin ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam kekuatan akal manusia dan penglihatan dalam realitas yang di mana kekuatan berisi seritikasu Tuhan. Keraguan Hume berawal dari penolakannya atas ideal di dalam.
7. John Locke
John Locke merupakan filsuf yang beraliran empirisme. Ia kerap disebut dengan tokoh yang memberikan titik terang dalam perkembangan psikologi. Teori yang sangat penting dari John Locke adalah tentang gejala kejiwaan. Jiwa itu pada saat awal seseorang dilahirkan masih bersih seperti sebuah Tabula rasa.
Sebagai seorang empiris, pengetahuan mengenai dunia akan didapatkan melalui apa yang dikatakan oleh indera. John Locke setuju dengan pendapatan Aristoteles yakni tidak ada sesuatu dalam pikiran kecuali yang sebelumnya telah diserap oleh indera.
Menurutnya, semua pikiran dan gagasan berasal dari sesuatu yang didapatkan dari indera. Dengan cara ini muncul apa yang kemudian disebut gagasan-gagasan indra yang sederhana.
8. George Barkeley
George Barkeley merupakan tokoh empiris yang paling konsisten. Ia menyatakan bahwa benda-bedna duniawi itu seperti yang kita lihat tetapi mereka itu bukan benda-benda. Berkeley juga merasa bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan yang mutakhir merupakan ancaman bagi cara hidup Kristen.
Berkeley menanyakan perihal dunia material adalah realitas dan dia memecahkan nya dengan menggunakan logika empirisme. Menurutnya apa yang ada hanyalah dapat kita lihat tetapi kita tidak dapat melihat materialnya.
Berkeley mempercayai adanya ruh. Ia beranggapan bahwa gagasan mempunyai penyebab di luar kesadaran kita tetapi penyebab tersebut tidak bersifat bersifat material melainkan spritual. Segala sesuatu yang disebabkan oleh ruh itu Than yang merupakan penyebab dari segala sesuatu yang membentuk segala sesuatu.
9. Immanuel Kant
Immanuel Kant merupakan tokoh filsafat dengan aliran idealisme theis. Pemikirannya berhasil menghentikan Sofisme modern untuk mendudukkan kembali akal dan iman pada tempatnya. Pada kerangka inilah ia mendapatkan tempat yang cukup tinggi di dalam sejarah filsafat. Situasi pemikiran yang dihadapi Kant jauh lebih kritis dibandingkan situasi pemikiran Socrates meskipun memiliki kesamaan esensi.
Situasi Kant benar-benar sudah mencapai titik kritis. Kritis artinya menentukan, menentukan eksistensi manusia dan kemanusiaan. Oleh sebab itulah, argumen yang disampaikan oleh Kant jauh lebih rumit dibandingkan argumen yang diajukan oleh Socrates pada tahun 2000 an.
Argumen yang diajukannya kemudian dimuat dalam sebuah buku yang berjudul Critique of Pure Reason dan Critique of Practical Reason. Sebenernya masih ada satu buku Critique lagi namun buku tersebut tidak sehebat buku Critique yang pertama dan kedua.
Sebelum Immanuel Kant tertarik pada metafisika, ia lebih dulu menyukai hal-hal yang berbau pengetahuan. Ia pernah menulis tentang planet, gempa, api, bumi, gunung, etnologi, angin dan ratus subjek lainnya yang tidak ada kaitannya dengan metafisika. Salah satu bukunya yang berjudul Theory of Heavena memiliki kemiripan dengan hipotesis nebula dari laplace.
Menurutnya semua planet sudah atau akan dihuni yang barang kali di huni oleh species yang lebih cerdasr dibandingkan penghuni bumi kita ini dan planet yang jauh dari matahari memiliki masa berkembang yang lebih panjang. Selain, terdapat bukunya yang berjudul Antropology menerangkan mengenai perkiraan keberasalan manusia dari hewan.
10. Pascal
Menurut Filsafat Pascal, manusia dapat melakukan apa saja tetapi hasilnya tidak sempurna. Sebab kesempurnaan itu ada pada iman, sehebat apapun manusia berpikir ia tidak akan mendapatkan kepuasan karena memang manusia memiliki logika yang kemampuannya melebihi logika yang dipunyainya sendiri.
Berkaitan dengan usaha mencari Tuhan, Pascal tidak menggunakan argumen metafisika sebab tidak termasuk ke dalam bidang geometri dan tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap keimanan seseorang. Pascal meniadakan metafisika dengan mengembalikan persoalan ketuhanan kepada jiwa.
Terdapat 4 kesimpulan yang berkaitan dengan filsafat Pascal yakni pengetahuan diperoleh melalui dua jalan yaitu akal atau reason dan hati. Hati memiliki logika tersendiri. Unsur terpenting dalam manusia kontradiksi, satu-satunya jalan memahami manusia ialah jalan agama, pengetahuan rasional tidak dapat menyingkap manusia, pengetahuan rasional hanya mampu menangkap objek yang bebas dari kontradiksi.
Terakhir, Tuhan tidak dapat dipahami melalui argumen metafisika sebab Tuhan hanya dapat dipahami melalui hati.
11. G.W.F. Hegel
G.W.F. Hegel merupakan tokoh filsuf yang beraliran idealisme. Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit) yang merupakan suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak.
Yang mutlak itu roh atau jiwa yang menjelma pada alam sehingga sadarlah ia akan dirinya. Roh pada intinya adalah idea yang artinya berfikir. Dalam sejarah kemanusiaan, sadarlah roh ini akan dirinya. Demikian pula kemanusiaan yang merupakan bagian dari udara mutlak yakni tuhan sendiri.
Idea yang berfikir sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan sedirinya menimbulkan gerak yang bertentangan, antisintesis. Yang menjadi aksioma dari pemikiran Hegel adalah apa yang masuk akal itu sungguh nyata dan apa yang nyata itu masuk akal.
12. J.G Fichte
J.G Fichte merupakan tokoh penganut aliran idealisme. Ia berpendapat bahwa manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindra objek, manusia berusaha untuk mengetahui yang dihadapinya maka akan berjalan sebuah proses intelektual untuk membentuk dan mengabstraksikan objek menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
J.G Fichte menganjurkan supaya kita memenuhi tugas dan hanya demi tugas. Tugas lah yang kemudian menjadi pendorong moral. Sedangkan isi moral hukum ialah berbuatlah menurut kata hati.
Bagi seorang Idealis, hukum moral merupakan setiap tindakan harus berupa langkah menuju kesempurnaan spiritual. Hal itu hanya saat dicapai dalam masyarakat yang anggotanya adalah pribadi yang bebas merealisasikan diri mereka dalam kerja untuk masyarakat. Pada tingkatan yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam kasih Tuhan.
13. F.W.U Schelling
F.W.U Schelling merupakan tokoh filsuf aliran idealisme. Pemikirannya merupakan mata rantai dari pemikiran Fichte dan Hegel. Ia menggambarkan jalan yang dilalui intelek dalam proses mengetahui semacam epistemologi.
Menurut Reese, filsafat Schelling berkembang melalui beberapa tahap yakni idealisme subjek yang mengikuti pemikiran Fichte, filsafat alam (menerapkan prinsip atraksi dan repulsi dalam berbagai problem filsafat dan sains), idealisme transandental, filsafat identitas dan filsafat positif.
Secara singkat, pemikiran Schelling mengatakan bahwa yang mutlak adalah sebagai identitas murni dalam artian tidak mengenal pembedaan antara subjektif dan objektif. Yang mutlak akan menjelmakan diri dalam dua potensi yakni yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subjektif dari subjek). Yang mutlak sebagai indentitas mutlak menjadi sumber roh (subjek) dan alam (objek) yang subjektif dan objektif, yang sadar dan tidak sadar.
14. Edmund Husserl
Edmun Gustav Husserl merupakan seorang filsuf Jerman yang terkenal sebagai Bapak Fenomenologi. Karyanya meninggalkan orientasi yang murni positivis dalam dunia sains dan filsafat. Ia mengutamakan pengalaman subjek sebagai sumber dari semua pengen kita mengenai fenomena objektif.
Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis melalui pengalaman yang berbeda dan bukan melalui koleksi data yang besar untuk suatu teori umum di luar substansi yang sesungguhnya.
Melalui Fenomenologi Husserl hakikatnya adalah kritikus yang interpreter dengan menguraikan suatu fenomena yang dihadapi. Ilmu pengetahuan bagi Husserl sendiri dapat mengatakan pada pengalaman baru yang eksklusif secara subyektif transendental.
15. Rene Descartes
Rene Descartes lahir pada tanggal 31 Maret 1596 di La Hate. Ia dikenal sebagai Renatus Cartesius dalam beberapa literatur bahasa latin yang artinya seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Salah satu karya yang dihasilkannya adalah Diacours de la methode dan Meditationes de Prima Philoshopia.
Rene Descartes dikenal juga sebagai penemu filsafat modern dan Bapak matematika modern karena ia merupakan tokoh paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Ia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan generasi selanjutnya dengan membawa mereka untuk membentuk pada rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal di Eropa pada abad ke-17 dan 18.
Dengan pemikirannya, ia berhasil membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa sebab pendapatnya yang revolusioner.
Ia berpendapat bahwa semuanya tidak ada yang pasti kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Meskipun ia lebih dikenal sebagai seorang filsuf dengan karya-karya filsofinya, ia juga menjadi penciptaan sistem koordinat kartesius yang mempengaruhi perkembangan kalkulus modern. Ia pernah menulis sebuah buku dengan judul Rules for the Direction of the Mind.
Descrates percaya bahwa filsafat itu seharusnya berawal dari sesuatu yang sederhana menuju hal yang rumit. Menurutnya, matematika dan angka dapat memberikan kita lebih banyak kepastian dari pada bukti dari Indra kita. Tujuan pengetahuan adalah kepastian dan kepastian berasal dari intuisi dan dedikasi.
Kepastian memerlukan keraguan sistematis. Keraguan sistematis inilah yang akan membawa kepada kejelasan dan prinsip pertama di mana semua pengetahuan penting dan murni dapat dideduksi sebagaimana dalam pengetahuan geometri.