4 Dampak Resesi dan Penyebabnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Orang-orang ramai membicarakan kemungkinan resesi global pada tahun 2023. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi dunia tahun depan akan suram.

Dana Moneter Internasional (IMF) mengubah perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk 2023 menjadi 2,7 persen, atau 0,2 basis poin lebih rendah dari yang diumumkan sebelumnya. Angka tersebut merupakan perlambatan dari perkiraan tahun ini sebesar 3,2 persen, atau dari tahun lalu sebesar 6 persen.

IMF telah mengeluarkan beberapa peringatan yang mengkhawatirkan. Lembaga tersebut memperingatkan bahwa yang terburuk “belum muncul” di tengah krisis ekonomi global, dengan inflasi akan semakin cepat dan bahwa tahun 2023 akan melihat beberapa orang “merasakan resesi” dalam kondisi ekonomi yang “menyakitkan”.

Beberapa pelaku dan ekonom, termasuk Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri, sebenarnya memprediksi Indonesia relatif aman dari resesi.

Namun, beberapa ahli yang diwawancarai oleh The Conversation Indonesia sepakat bahwa tidak ada negara, termasuk Indonesia, yang dapat menghindari resesi ekonomi. Masyarakat juga terkena dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.

1. Biaya Hidup Meningkat

Fajar B. Hirawan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan, tekanan inflasi yang melanda hampir seluruh negara di dunia, terutama Indonesia, tentunya turut mendorong kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok.

Kondisi ini juga disebabkan oleh cepatnya pemulihan ekonomi (pasca pandemi) yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan permintaan yang sangat signifikan, namun tanpa sisi pasokan yang memadai, salah satunya terganggunya rantai pasokan global.

Dalam laporan prospek ekonomi global yang diterbitkan bulan ini, IMF memprediksi sepertiga negara di dunia akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun depan. Pasalnya, tiga kekuatan ekonomi terbesar dunia—Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), dan China—mengalami kelesuan ekonomi.

IMF mengutip tiga faktor di balik ini, yaitu perang Rusia-Ukraina, yang menyebabkan harga energi dan pangan naik, krisis biaya hidup yang disebabkan oleh konflik dan juga pandemi, dan kebijakan penutupan China, yang mengganggu hubungan internasional.

Dengan adanya krisis energi dan gangguan logistik, Krisna Gupta dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dan Muhamad Iksan dari Universitas Paramadina memperingatkan bahwa harga kebutuhan sehari-hari yang biasa dibeli konsumen akan naik. Beberapa dari mereka bahkan membuat kehadiran mereka terasa di masyarakat.

Rakyat Indonesia sejak awal tahun bergelut dengan kenaikan harga pangan dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mulai berlaku pada awal September. Itu mendorong tingkat inflasi tahunan Indonesia menjadi hampir 6 persen bulan lalu.

2. Kenaikan Pendapatan Tidak Sebanding dengan Kenaikan Biaya

Bhima Yudhistira dari Adhinegara Center for Economic and Legal Studies (CELIOS) menyatakan keprihatinan bahwa tingkat pendapatan masyarakat sedang berjuang untuk mengimbangi kenaikan harga.

Alih-alih menaikkan upah untuk meringankan beban biaya hidup, perusahaan justru lebih mementingkan pengurangan biaya dan lebih cenderung meningkatkan efisiensi, terutama dari perspektif SDM.

Bisa seperti pengurangan jam kerja, pengurangan upah, akhirnya bisa berujung pada PHK (pemutusan hubungan kerja).

3. Kesulitan Mencari Pekerjaan

Akibat dampak bisnis dan pemutusan hubungan kerja, Bhima yakin persaingan untuk mendapatkan pekerjaan akan semakin ketat. Sementara itu, Krisna menambahkan, kontraksi kewirausahaan akibat minimnya investasi sudah terasa di sektor teknologi, terutama karena minimnya pendanaan asing.

Misalnya, beberapa perusahaan e-commerce dan digital Indonesia seperti Shopee, JD.ID, LinkAja, TaniHub, dan Zenius baru-baru ini mengurangi tenaga kerjanya. Mungkin juga ada kontraksi di bidang manufaktur, yang mungkin mempengaruhi terutama pekerja lepas.

4. Suku Bunga Naik

Ini adalah catatan bagi masyarakat yang sedang mencicil rumah dengan bunga variabel atau berencana membeli barang-barang konsumsi dengan mencicil.

Menaikkan suku bunga acuan merupakan langkah yang sering dilakukan bank sentral nasional untuk mengendalikan inflasi. Dengan tingkat suku bunga yang tinggi, masyarakat cenderung membatasi konsumsi agar laju kenaikan harga dapat ditekan.

Jadi suku bunga referensi global naik, terutama di negara maju, yang memicu penyesuaian suku bunga di Indonesia. Kemudian, suku bunga pinjaman atau kredit akan disesuaikan dengan kenaikan suku bunga tersebut.

Penyebab Resesi Ekonomi

Mengetahui bahwa resesi ekonomi adalah keadaan dimana perkembangan ekonomi suatu negara turun secara signifikan, kita perlu mengetahui apa saja penyebabnya. Mengutip Forbes, resesi bisa disebabkan oleh beberapa hal, mulai dari guncangan yang tiba-tiba hingga efek inflasi yang tidak terkendali.

Berikut ini adalah penjelasan lengkap tentang penyebab resesi terjadi.

1. Hutang yang Berlebihan

Jika orang atau perusahaan membayar hutang terlalu banyak, biaya pelunasan hutang dapat meningkat hingga mereka tidak dapat lagi membayar hutangnya. Jika mereka tidak dapat lagi membayar utangnya sebelum bangkrut, hal ini dapat melemahkan ekonomi hingga mencapai titik resesi.

2. Inflasi yang Berlebihan

Inflasi adalah kecenderungan harga yang terus bergerak dan meningkat dari waktu ke waktu. Inflasi sebenarnya tidak buruk, tetapi inflasi yang berlebihan bisa sangat berbahaya. Inflasi jangka panjang dapat menyebabkan kebingungan dalam resesi.

Oleh karena itu, bank sentral harus mampu mengendalikan inflasi dengan cara menaikkan suku bunga untuk menahan aktivitas perekonomian negara.

3. Guncangan Ekonomi yang Tiba-tiba

Hal pertama yang menyebabkan resesi ekonomi adalah goncangan ekonomi yang tiba-tiba yang menyebabkan masalah keuangan yang sangat serius. Contohnya adalah guncangan finansial yang terjadi beberapa tahun lalu akibat pandemi yang melanda dunia.

Sebagian besar negara di dunia merasakan dampak langsung dari pandemi terhadap perekonomian. Kondisi ini telah melemahkan perekonomian negara dan menghadapi resesi.

4. Terlalu Banyak Deflasi

Selain inflasi, deflasi justru dapat menyebabkan resesi. Deflasi adalah ketika harga turun selama periode waktu tertentu, yang menurunkan harga barang. Jika deflasi hilang, bisnis bisa berhenti karena tidak ada yang punya daya beli meski harganya sudah diturunkan. Jika dibiarkan, resesi bisa terjadi kapan saja.

5. Perubahan Teknologi

Perubahan teknologi sebenarnya dapat menyebabkan resesi. Penemuan teknologi terbaru memang dapat meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang. Namun, akan ada masa adaptasi penggunaan teknologi terkini yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi.

Ini terjadi pada tahun 1800-an, ketika terjadi gelombang perkembangan teknologi yang membuat kerajaan manusia mubazir. Revolusi Industri pada saat itu membuat banyak pekerjaan yang dibutuhkan orang menjadi tidak diperlukan, sehingga dapat memicu resesi yang berujung pada masa-masa sulit.

Situs resmi Forbes menyatakan bahwa saat ini sudah cukup banyak ekonom yang mengkhawatirkan AI atau kecerdasan buatan atau AI yang berasal dari robot bisa menyebabkan penurunan. Mengapa? Karena dapat menghilangkan semua golongan pekerjaan yang membutuhkan tenaga manusia.

fbWhatsappTwitterLinkedIn