4 Faktor Pembeda Teori Konflik dan Teori Fungsionalisme Struktural

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sosiologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari kehidupan. Di dalam sosiologi terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang kehidupan masyarakat. Di mana di antara teori sosiologi tersebut adalah teori konflik dan teori fungsionalisme struktural. Kedua teori kerap dianggap sama, padahal memiliki sejumlah perbedaan.

Teori konflik merupakan salah satu teori sosiologi yang menilai bahwa masyarakat merupakan area yang dapat terjadi konflik atau pertentangan di antara kelompok sosial yang berbeda. Biasanya pertentangan ini terjadi dalam hal kekuasaan, penyebaran sumber daya serta status sosial.

Sementara itu, teori fungsionalisme struktural merupakan teori sosiologi yang memahami bagaimana sistem sosial di masyarakat saling melakukan interaksi sehingga tercapai kestabilan. Teori ini menekankan pada peranan fungsi sosial dalam menjaga ketertiban dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Keberadaan teori konflik dan fungsionalisme struktural memiliki sejumlah perbedaan yang mendasar.

Berikut ini faktor pembeda antara teori konflik dan teori fungsionalisme struktural.

1. Fokus Analisis

Pada teori konflik, memiliki fokus analisis terhadap pertentangan serta konflik yang terjadi di antara kelompok-kelompok sosial. Adanya kepentingan yang berbeda membuat munculnya konflik di antara kelompok sosial.

Selain itu, teori konflik juga menilai bagaimana peran konflik dapat membentuk struktur sosial dan perubahan di masyarakat. Keberadaan konflik di masyarakat tentunya akan mengakibatkan adanya perubahan. Misalnya seperti hubungan antar kelompok akan merenggang.

Biasanya, setelah adanya konflik, hubungan atau interaksi kelompok yang terlibat konflik akan merenggang. Hubungan yang merenggang inilah yang akan membawa perubahan pada interaksi di masyarakat.

Namun, di beberapa kasus, keberadaan konflik justru membuat hubungan semakin terjalin. Hal ini dapat terjadi jika kedua pihak yang terlibat konflik sama-sama menyadari dan sadar akan permasalahan yang terjadi. Mereka akan belajar dari kesalahan sehingga membuat hubungan keduanya menjadi lebih baik.

Berbeda dengan fokus analisis pada teori fungsionalisme struktural. Di mana teori berfokus pada upaya menjaga keseimbangan sosial serta hubungan di antara lembaga-lembaga sosial. Pada teori konflik, akan mengakibatkan adanya ketegangan.

Berbeda dengan teori fungsionalisme struktural yang berupaya untuk menjaga hubungan di tengah-tengah masyarakat. Teori fungsionalisme struktural berfokus pada pentingnya peran lembaga sosial dalam memenuhi kebutuhan serta menjaga kestabilan sosial.

Di dalam masyarakat terdapat lembaga-lembaga sosial yang memiliki peranan masing-masing. Jika peranan lembaga sosial ini berjalan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan sosial. Keberadaan teori fungsionalisme struktural adalah untuk melihat hal tersebut.

Bagaimana lembaga sosial menjalankan perannya sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi dan tercipta keseimbangan. Teori fungsionalisme struktural menilai masyarakat sebagai suatu bagian yang saling terikat di mana terdapat lembaga sosial, norma dan nilai sosial.

Contoh dari keberadaan teori fungsionalisme sosial adalah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan merupakan sebuah lembaga yang berperan untuk membagikan ilmu pengetahuan serta keterampilan.

Keberadaan lembaga pendidikan tidak hanya sebatas itu melainkan juga membantu memelihara nilai dan norma masyarakat. Hal ini dikarenakan di dalam lembaga pendidikan diajarkan untuk mengenal nilai dan norma sosial yang pada akhirnya dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Keberadaan lembaga sosial telah membantu menyiapkan individu yang baik sehingga dapat tercapai keseimbangan sosial. Meskipun begitu, kedua teori ini menganggap penting adanya struktur sosial yang membentuk masyarakat.

Kedua teori ini beranggapan bahwa setiap masyarakat memiliki struktur sosial. Di mana di dalam struktur sosial ini terdiri atas lembaga-lembaga yang saling berkaitan. Lembaga-lembaga inilah yang akan mengatur jalannya kehidupan bermasyarakat.

2. Pandangan Terhadap Ketidaksetaraan

Baik teori konflik maupun teori fungsionalisme struktural memiliki anggapan bahwa ketidaksetaraan itu ada di dalam masyarakat. Keduanya beranggapan bahwa ketidaksetaraan ini akan mengakibatkan adanya perubahan sosial serta gangguan sosial di masyarakat.

Namun, pada teori konflik beranggapan bahwa perubahan sosial ini disebabkan oleh adanya konflik antar kelompok di masyarakat. Pada teori konflik, menganggap bahwa ketidaksetaraan sosial merupakan buah dari adanya konflik kepentingan serta penyebaran yang tidak merata atas sumber daya dan kekuasaan.

Menurut teori ini keberadaan ketidaksetaraan ini dapat mengakibatkan adanya konflik di tengah-tengah. Ketidaksetaraan membuat masyarakat memberontak sehingga terjadilah konflik. Biasanya ketidaksetaraan ini berkaitan dengan status sosial.

Status sosial di masyarakat timbul karena adanya perbedaan kekuasaan dan sumber daya. Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya konflik. Misalnya konflik yang biasa terjadi di antara para pekerja dengan pemilik modal.

Para pekerja berusaha untuk mendapatkan hak-hak yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan. Sementara itu, para pemilik modal berusaha untuk tetap mempertahankan keuntungan yang didapatkan dari kegiatan ekonomi.

Kedua kelas sosial ini memiliki kepentingan yang berbeda. Di mana di satu sisi para pekerja ingin mendapatkan hak yang sesuai, namun para pemilik modal hanya berfokus pada keuntungan. Para pemilik modal tidak memperhatikan hak-hak para pekerja sehingga para pekerja memberontak dan terjadilah konflik.

Lain halnya dengan teori fungsionalisme struktural yang menganggap bahwa ketidaksetaraan justru dibutuhkan di masyarakat. Ketidaksetaraan dianggap sebagai hal yang wajar.

Hal ini dikarenakan mereka menganggap bahwa setiap elemen yang ada di masyarakat sama-sama memiliki peranan yang penting dalam menjaga kestabilan sosial. Selain itu, teori ini juga cenderung tidak memperhatikan adanya konflik yang terjadi masyarakat sehingga beranggapan ketidaksetaraan adalah hal yang wajar.

Teori ini beranggapan bahwa elemen-elemen sosial mampu membendung semua hal-hal negatif di masyarakat. Termasuk salah satunya adalah konflik.

3. Perubahan Sosial

Pada teori konflik menganggap bahwa perubahan sosial merupakan buah dari adanya konflik dan ketegangan yang terjadi di masyarakat karena adanya perbedaan kepentingan kelompok.

Perubahan sosial ini dianggap merupakan usaha kelompok yang tidak memiliki peranan penuh untuk dapat mengubah kedudukan sosial yang telah ada. Misalnya ketika adanya konflik atau demo yang dilakukan oleh buruh, mereka menginginkan adanya perubahan.

Mereka menuntut atas kenaikan upah serta pemenuhan hak-hak para pekerja. Dengan adanya demo, mereka berharap agar keadaan yang selama ini terjadi mengalami perubahan.

Seperti adanya perubahan pada upah yang diberikan. Demo ini dilakukan sebagai upaya para buruh untuk mengubah keadaan yang tidak diharapkan. Hasilnya ketika harapan tersebut dipenuhi oleh para pemilik modal maka akan terjadi perubahan sosial.

Upah yang biasanya di bawah UMR, karena adanya demo kini menjadi setara dengan UMR. Namun, sayangnya tidak semua konflik ini mengakibatkan perubahan sosial ke arah positif. Ada pula perubahan yang mengarah ke hal-hal negatif.

Berbeda dengan teori fungsionalisme struktural yang beranggapan bahwa perubahan sosial merupakan sesuatu yang memiliki tujuan untuk menjaga keseimbangan sosial. Perubahan sosial dianggap sebagai hal yang bersifat evolusioner.

Di mana perubahan ini akan membawa pada dampak yang baik. Perubahan sosial dianggap sebagai reaksi dari adanya gangguan pada sistem sosial. Ketika sistem sosial mengalami gangguan, maka membutuhkan solusi agar sistem ini dapat bekerja seperti semula.

Terkadang untuk bisa berjalan seperti semula, dibutuhkan perubahan. Perubahan akan membuat sistem sosial berjalan seperti sebelumnya atau justru menjadi lebih baik. Misalnya pada elemen pendidikan ketika adanya covid 19 mengakibatkan kelumpuhan. Elemen pendidikan tidak bisa menjalankan tugas seperti biasanya.

Pembelajaran jarak jauh kemudian hadir menjadi solusi dari adanya gangguan. Adanya pembelajaran jarak jauh mengakibatkan adanya perubahan pada sistem belajar. Semula belajar di sekolah, namun karena covid 19 menjadi belajar di rumah. Padahal sebelumnya hal ini belum pernah terjadi.

4. Sikap terhadap Stabilitas

Teori konfik menganggap bahwa konflik merupakan suatu hal yang tidak bisa di hindari dalam kehidupan bermasyarakat. Teori ini menilai stabilitas sosial sebagai buah dari adanya kekuasaan pada kelompok yang berkuasa.

Maka dari itu, teori konflik beranggapan stabilitas sosial bisa saja bukan harapan yang diinginkan oleh banyak orang. Stabilitas sosial dianggap sebagai penenang keadaan dan untuk menghindari adanya konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, pihak yang berkuasa berusaha untuk menciptakan stabilitas sosial.

Berbeda dengan teori fungsionalisme struktural yang menganggap penting adanya stabilitas sosial. Mereka juga menilai bahwa masyarakat itu mampu menciptakan adanya keseimbangan sosial.

Elemen-elemen masyarakat terus berupaya untuk menuju pada keseimbangan. Mereka menjalankan perannya dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan tersebut. Para penganut teori ini menganggap bahwa kestabilan merupakan suatu hal penting dan harus dijaga.

Pada teori fungsionalisme struktural keberadaan stabilitas selalu dianggap sesuatu yang harus dicapai. Hal ini dikarenakan stabilitas merupakan tujuan dari teori ini. Teori fungsionalisme struktural selalu berusaha untuk menjaga kestabilan di masyarakat.

Mereka mengabaikan fakta bahwa konflik bisa saja terjadi di masyarakat. Padahal konflik merupakan hal yang wajar dan dapat terjadi di masyarakat. Kapan saja konflik bisa terjadi karena masyarakat terdiri dari individu yang komplek dan memiliki banyak perbedaan.

Hal ini berbeda dengan teori konflik yang tidak menganggap bahwa stabilitas merupakan sesuatu yang harus. Sebab, mereka berpatokan pada konflik akan selalu ada di tengah-tengah masyarakat. Keberadaan konflik tidak bisa dipisahkan dari masyarakat.

Sebab, konflik berangkat dari perbedaan kepentingan antar kelompok. Oleh karena itu, stabilitas sosial bukan merupakan tujuan yang harus dicapai. Teori konflik memiliki peranan untuk membentuk tatanan sosial serta perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.

Berdasarkan teori konflik, masyarakat dianggap sebagai sekumpulan orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda. Perbedaan kepentingan inilah yang kemudian dapat memunculkan konflik.

fbWhatsappTwitterLinkedIn