Macam Teori Konflik Menurut Ahli dan Contohnya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Di dalam suatu masyarakat, agar hidup dapat tetap harmonis antara satu dengan lainnya baik antar individu maupun kelompok perlu adanya toleransi. Terdapat banyak kepala dengan isi pikiran, tujuan, impian, pendapat, maupun karakter yang berbeda-beda dalam masyarakat.

Untuk menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera, menjaga hubungan sosial melalui adanya keteraturan sosial sangat penting adanya. Meski demikian, bukan berarti masyarakat dapat menghindari konflik sama sekali karena konflik pun masih termasuk di dalam ilmu sosiologi.

Wajar jika setiap manusia maupun kelompok dalam sebuah masyarakat memiliki perspektif tentang suatu hal yang berbeda-beda. Namun ketika konflik terjadi, hal ini bisa memengaruhi hubungan sosial ke arah yang positif atau justru berakibat pada hal-hal negatif.

Ilmu sosiologi memelajari teori konflik (conflict theory), yakni sebuah kajian yang berawal dari adanya pertentangan antara individu atau kelompok masyarakat. Teori konflik juga adalah sebuah ungkapan pendapat bahwa penyesuaian individu atau kelompok terhadap nilai sosial maupun budaya.

Bukan penyebab atau alasan timbulnya perubahan lingkungan sosial menurut penelitian Tualeka berjudul “Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern”. Konflik dapat terjadi pada bentuk kelas sosial manapun, hanya saja umumnya berkaitan dengan kelompok penguasa dan kelompok tertindas.

Teori konflik sendiri terdiri dari beberapa macam menurut ahlinya dan berikut ini adalah penjelasan teori tersebut beserta contoh-contohnya.

1. Karl Marx

Karl Heinrich Marx atau dikenal dengan Karl Marx tidak hanya merupakan seorang sosiolog, tapi juga jurnalis, filsuf, ekonom, sosialis revolusioner, dan sejarawan yang berasal dari Jerman. Dan teori konflik menurut dirinya adalah sebuah bentuk pertentangan atau pertikaran yang timbul antar kelas sosial di tengah masyarakat.

Teori konflik pertama kali tercetus oleh sosok Karl Marx dalam ilmu sosiologi dan menurutnya, konflik terpicu oleh tujuan dari individu atau kelompok masyarakat yang ingin menghilangkan kelas-kelas sosial. Seperti halnya kita hidup bersosial, kelas sosial akan selalu ada, menunjukkan siapa kaya dan berkuasa dan siapa yang berada di bawahnya untuk didominasi karena lemah dan miskin.

Terdapat kelas atas, kelas menengah, hingga kelas bahwa di dalam hidup bermasyarakat yang tidak akan selalu bisa terhindarkan dari berbagai macam konflik. Konflik yang terjadi pun memengaruhi perubahan sosial yang biasanya dipicu oleh ketimpangan atau kesenjangan sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, contoh teori konflik Karl Marx dapat dijumpai pada kehidupan rumah tangga orang kaya yang memiliki ART (asisten rumah tangga) atau buruh dan majikannya. ART dan buruh adalah posisi kelas bawah yang akan selalu harus mematuhi perintah majikan-majikannya.

Walau tampak seimbang dan memiliki hubungan yang baik-baik saja selama para majikan memperlakukan bawahannya dengan baik, konflik tentu tidak dapat terhindarkan. Entah itu karena tekanan pekerjaan hingga gaji yang terlalu kecil akan selalu bisa menjadi alasan timbulnya konflik.

Dan walaupun para bawahan mematuhi perintah sang majikan, keharmonisan belum tentu tercipta. Ini karena setiap bawahan (baik ART maupun buruh) dapat memiliki keinginan untuk berada di posisi sang majikan dan keinginan untuk menjadi kelas atas dalam kehidupan sosial.

2. Max Weber

Maximilian Karl Emil Weber atau lebih dikenal dengan Max Weber merupakan sosok sosiolog yang juga berprofesi sebagai seorang geografer, ahli politik dan ekonom dari Jerman. Pada teori konflik Max Weber, masyarakat yang bergerak secara dinamis otomatis akan selalu timbul konflik di dalamnya.

Sosok penemu atau pendiri awal Ilmu Sosiologi dan Administrasi negara modern ini juga berteori bahwa konflik dapat mengarahkan masyarakat kepada suatu hasil yang positif alih-alih negatif. Menurut Max Weber, konflik ada untuk menjadi pemupuk persatuan pada masyarakat sehingga terjadi perubahan sosial yang lebih baik.

Karena meyakini bahwa konflik membawa hal positif dan bahkan persatuan bagi masyarakat, contoh teori konflik Max Weber di sekitar kita adalah antara adanya pengangguran dan lapangan kerja. Masyarakat kita terbagi menjadi kelas sosial atas dan kelas sosial bawah dan para pengangguran dapat berada di kelas sosial bawah.

Ketika dalam suatu negara atau wilayah angka penganggurannya tinggi, maka biasanya angka kriminalitas pun ikut meningkat. Sebagai solusi untu mengarah pada perubahan sosial yang baik, para kelas sosial atas membuka lapangan pekerjaan bagi para pengangguran.

Adanya lapangan pekerjaan yang cukup dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Ketika jumlah pengangguran berkurang, hal ini berdampak positif bagi masyarakat karena angka kriminalitas juga ikut menurun.

3. Lewis A. Coser

Lewis Alfred Coser merupakan seorang sosiolog yang berasal dari Jerman kelahiran 27 November 1913. Teori konflik menurutnya juga dianggap sebagai hal positif, hanya jika segala konflik dalam masyarakat ini berhasil dikelola dengan baik.

Menurut Coser, pada individu atau kelompok tertentu akan mencoba memperkuat posisinya masing-masing ketika konflik timbul dalam sebuah kelompok. Dari adanya reaksi dalam hubungan sosial ini, konflik tidak selalu mengarah pada akibat penuh risiko dan hal negatif.

Teori konflik Lewis A. Coser menunjukkan bahwa konflik memiliki fungsi atau manfaat positif yang akan menimbulkan persatuan dan pertahanan sistem sosial. Namun, masyarakat harus tahu bagaimana mengelola konflik dan berbagai proses komprominya dengan benar demi perubahan yang baik.

Contoh teori konflik Lewis A. Coser dapat merujuk pada konflik yang terjadi pada bidang politik. Ketika terjadi konflik dalam kelompok, maka kemudian sebagai reaksi umum masing-masing pihak berkonflik akan memperkuat posisi kekuasaannya.

Dalam proses mempertahankan sistem sosial dan persatuan masyarakat, perebutan kekuasaan pada kehidupan politik selalu terjadi. Dan masalahnya, politik dalam pemerintahan tak jarang mengalami konflik yang pada akhirnya melebar sampai ke berbagai aspek kehidupan lain.

4. Ralf Dahrendorf

Ralf Dahrendorf tidak hanya dikenal sebagai seorang sosiolog, tapi juga sosok politikus liberal, filsuf, serta ilmuwan politik Jerman-Britania. Teori konflik menurutnya adalah pertentangan yang terjadi karena relasi sosial dalam suatu lingkungan masyarakat.

Konflik juga terjadi tak jauh-jauh dari permasalahan antar kelas di tengah masyarakat yang kemudian menghasilkan perubahan sosial entah positif ataupun negatif. Konflik juga adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup masyarakat karena sebagaimanapun ingin mencegah, konflik tetap bisa timbul sewaktu-waktu.

Contoh nyata teori konflik Ralf Dahrendorf adalah kesenjangan sosial yang terjadi antara si kaya dan si miskin. Seberapapun upaya orang miskin untuk menjadi kaya, termasuk dengan menjadi kriminal, orang-orang yang sudah kaya pun terus mempertahankan dan sebisa mungkin meningkatkan kekayaan dan kekuasaannya.

Konflik karena faktor ekonomi seperti ini tidak akan pernah selesai karena di belahan bumi mana saja pasti tetap ada kelas bawah dan kelas atas. Meski demikian, tidak semua orang miskin akan tetap gagal menjadi kaya dan tidak semua orang kaya tetap bisa berhasil mempertahankan kekayaannya.

5. Bernard Raho

Bernardus Raho atau Bernard Raho adalah sosok sosiolog asal Indonesia yang juga memiliki teori konfliknya sendiri. Menurutnya, konflik terjadi dalam kehidupan sosial karena kegagalan antar individu atau kelompok untuk berkompromi satu sama lain.

Kegagalan dalam berkompromi ini kemudian menyebabkan terjadinya perubahan sosial, baik dalam bentuk positif atau negatif. Jadi kesimpulannya, konflik yang ada menjadi penyebab perubahan sosial dan bukan karena ketidakmampuan manusia dalam beradaptasi di sebuah lingkungan masyarakat.

Contoh yang bisa diambil dari teori konflik Bernard Raho adalah konflik antara atasan dan bawahan dalam sebuah perusahaan. Pekerjaan yang semakin menumpuk dan seorang karyawan yang harus bekerja merangkap ini dan itu ditambah dengan adanya waktu lembur tanpa kenaikan gaji adalah suatu permisalan nyata.

Seorang karyawan bukan tidak mampu beradaptasi di lingkungan pekerjaannya dan terhadap tugas-tugas yang harus diselesaikan, namun konflik terjadi lebih kepada karena penghargaan yang tidak sesuai dengan kerja kerasnya. Walau rata-rata akan mengundurkan diri, kompromi bisa dilakukan antara karyawan dan atasannya.

Tak sedikit atasan yang melalui kompromi lalu memperbaiki sistem kerja, mencari solusi untuk durasi kerja, atau memutuskan menaikkan gaji bawahannya demi memperoleh hasil terbaik bagi kedua belah pihak.

6. Georg Simmel

Georg Simmel adalah seorang filsuf dan sosiolog asal Jerman dan juga sosok pionir yang membuat sosiologi menjadi cabang ilmu sendiri seperti sekarang. Sosiologi menurutnya adalah ilmu kemasyarakatan yang abstrak dan konflik menurutnya adalah unsur paling penting dalam kehidupan sosial.

Konflik menurut Georg Simmel adalah salah satu dampak dari interaksi sosial ketika disintegrasi sosial terjadi dan adanya kompromi atau musyawarah tidak menghasilkan mufakat. Namun, konflik juga dapat menjadi dampak dari interaksi sosial melalui adanya kompromi ketika terjadi integrasi sosial jika kompromi berhasil maka hal ini menyebabkan perubahan sosial positif.

Contoh teori konflik menurut Georg Simmel yang bisa dijumpai di kehidupan kita adalah kesediaan dan keengganan menerima budaya berbeda atau budaya baru. Baik budaya lokal maupun luar akan selalu ada yang berbeda, terutama hidup sebagai warga negara Indonesia dengan keragaman budayanya.

Namun, tidak semua individu atau kelompok mampu bersikap dan berpikiran terbuka pada suatu hal yang dianggap berbeda, asing, atau baru. Penerimaan maupun ketidakterimaan adalah bentuk kompromi yang menyebabkan perubahan sosial entah itu positif atau negatif ke depannya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn