Selama berabad-abad, argumentasi menjadi faktor penting dalam berkomunikasi dalam masyarakat. Kemampuan dalam menyampaikan dan mempertahankan asumsi-asumsinya disertai data dan bukti yang valid, akan membawa seseorang menjadi pemengaruh (influencer) handal.
Teori argumentasi berawal dari fondasionalisme, teori pembenaran dan penalaran dalam bidang filsafat, yang kemudian dikembangkan oleh para ahli dunia hingga muncul model dan jenis argumentasi.
Pengertian
Teori argumentasi adalah studi interdisipliner tentang bagaimana suatu kesimpulan dapat didukung atau bahkan dirusak oleh premis-premis melalui penalaran yang logis.
Masuk ranah sejarah logika, retorika, dan dialektika, teori argumentasi merupakan seni dan ilmu debat sipil, dialog, percakapan dan persuasi. Dalam teori ini akan dipelajari mengenai berbagai aturan, seperti inferensi, logika, dan prosedural baik dalam pengaturan buatan maupun dunia nyata.
Teori argumentasi juga mempelajari cara agar orang dapat mengekspresikan dan menyelesaikan secara rasional, atau setidaknya mambantu mengelola ketidaksetujuan mereka.
Argumentasi adalah salah satu bentuk dari empat mode retoris, yang juga dikenal dengan sebutan mode wacana, bersama dengan eksposisi, deskripsi, dan narasi.
Argumentasi mencakup berbagai bentuk dialog, seperti musyawarah dan negosiasi yang berkaitan dengan prosedur pengambilan keputusan kolaboratif, dialog eristik (cabang debat sosial) di mana tujuannya adalah kemenangan atas lawan, dialog diaktik yang sering digunakan dalam sistem pengajaran.
Sejarah
Teori argumentasi merupakan perkembangan dari fondasionalisme (teori pengetahuan dalam filsafat) yang senantiasa berusaha menemukan dasar klaim dalam bentuk logika dan material (hukum faktual) dari sistem pengetahuan universal.
Dalam pendekatan hybrid terbaru ini, argumentasi dugunakan dengan/tanpa bukti empiris guna membangun kesimpulan yang meyakinkan isu-isu yang sifatnya ilmiah, epistemik, bermoral, atau di mana ilmu pengetahuan saja tidak dapat menjawabnya.
Dari pragmatisme dan banyaknya perkembangan intelektual dalam bidang humaniora dan ilmu sosial, tumbuk teori argumentasi yang juga tidak lepas dari kontribusi para ilmuwan yang pada akhirnya mampu memunculkan model-model baru dalam teori argumentasi.
Model Argumentasi Toulmin
Stephen Toulmin merupakan salah satu teoretikus paling berpengaruh dalam pengembangan model argumentasi Toulmin. Dari banyaknya karya yang telah dibuat, Toulmin menunjukkan bahwa absolutisme memiliki nilai praktis yang terbatas.
Kaum pendukung absolutisme diturunkan dari logika formal ideal milik Plato, yang kemudian mendukung kebenaran secara universal. Sementara Toulmin berpendapat bahwa kebanyakan dari apa yang disebut prinsip standar tidak relevan dengan situasi nyata yang dihadapi manusia selama hidupnya.
Guna mengembangkan pendapatnya tersebut, Toulmin memperkenalkan konsep medan argumen yang mengklaim bahwa beberapa aspek argumen dari satu bidang ke bidang lainnya memiliki variasi yang berbeda-beda (bergantung pada bidang). Sementara aspek argumen lainnya memiliki kesamaan di semua bidang (bidang invarian).
Berargumen bahwa paham absolutisme tidak memiliki nilai praktis, Toulmin melakukan mengembangkan jenis argumen yang berbeda, yang disebut argumen praktis atau argumen substansial. Berbeda dengan argumen teoretis absolutis, argumen praktis Toulmin berfokus pada fungsi pembenaran argumentasi, sebagai lawan dari fungsi inferensial argumen teoretis.
Argumen teoretis pada akhirnya akan membuat suatu kesimpulan berdasarkan serangkaian prinsip yang nantinya sampai pada suatu klaim paling masuk akal, dan dapat dipastikan tahan terhadap kritik dan mendapatkan vonis yang menguntungkan.
Dalam The Uses of Argument (1958), Toulmin mengusulkan 6 elemen kerangka atau struktur yang berisi enam komponen yang saling terkait untuk menganalisis argumen, diantaranya:
- Klaim atau Claim (C), merupakan pernyataan atau kesimpulan yang diyakini, diperjelas dan dipertahankan kebenarannya ketika proses argumentasi berlangsung.
- Data (D), adalah keterangan atau landasan yang digunakan sebagai bukti untuk memperjelas dan mempertahankan claim.
- Jaminan atau Warrant (W), adalah suatu reliatibilitas yang akan diajukan ketika data berupa bukti yang diajukan tidak cukup untuk mendukung claim. Kadang kala warrant juga perlu didukung oleh bukti yang kredibilitasnya tinggi.
- Backing (B), merupakan bukti-bukti pendukung warrant.
- Qualifer (Q), Renkema menyebut qualifier sebagai syarat yang muncul ketika claim merupakan keadaan yang mengandung kemungkinan tertentu.
- Rebuttal (R), merupakan sebuah penolakan atau pengecualian.
Model Pragma-Dialektika
Model pragma-dialektika merupakan dialketika modern yang kemunculannya dipelopori oleh para sarjana dari Amsterdam University Belanda, seperti Frans H. van Eemeren dan Rob Grootendorst beserta para muridnya. Gagasan intuitifnya adalah merumuskan aturan yang jelas yang, yang apabila diikuti akan menghasilkan diskusi dan kesimpulan yang masuk akal.
Konsepsi dari model pragma-dialektika dibatasi oleh 10 aturan untuk diskusi kritis, yang mana semuanya memiliki peran penting dalam mencapai penyelesaian perbedaan pendapat. Selain itu, 10 aturan tersebut mendalilkan model ini sebagai model ideal, namun bukan sesuatu yang diharapkan untuk ditemukan sebagai fakta empiris.
Meski pun demikian, model pragma-dialektika juga dapat digunakan sebagai instrumen heuristik dan kritis penting untuk menguji bagaimana suatu realitas mendekati situasi ideal dengan menunjukkan wacana mana yang salah, khususnya ketika aturan dilanggar. Karena setiap pelanggaran merupakan kekeliruan.
Van Eemeren dan Grootendorst mengidentifikasi empat tahap dalam dialog argumentatif. Dalam penafsiran yang sedikit longgar, tahapan ini dapat dianggap sebagai protokol argumen. Diantaranya:
- Tahap konfrontasi, merupakan tahapan dalam mempresentasikan perbedaan pendapat, seperti pertanyaan debat atau perselisihan politik.
- Tahap pembukaan, merupakan bentuk kesepakatan tentang titik awal materi dan prosedural, kesamaan fakta dan keyakinan yang dapat diterima bersama, serta berbagai aturan yang harus diikuti selama diskusi. Seperti, bagaimana bukti disajikan, dan penentuan kondisi penutup.
- Tahap argumentasi, merupakan tahap dalam mempresentasikan alasan, seperti bentuk perlawanan terhadap sudut pandang yang dipermasalahkan, yang dilakukan melalui penerapan prinsip logis dan akal sehat sesuai dengan aturan yang disepakati
- Tahap penutup, merupakan tahapan dalam menentukan apakah sudut pandang tetap berasal dari kritik yang masuk akal, dan penerimaan yang dibenarkan. Hal ini terjadi ketika kondisi penghentian atau jeda terpenuhi. Sebagai contoh misalnya, batasan waktu atau penentuan arbiter.
Model Argumentasi Logis Walton
Douglas N. Walton telah mengembangkan teori filosofis khusus tentang argumentasi logis yang dibangun dari serangkaian metode praktis guna membantu pengguna mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi argumen dalam wacana percakapan sehari-hari dan berbagai bidang terstruktur lainnya, seperti debat, hukum, dan bidang ilmiah.
Terdapat 4 komponen utama dalam model argumentasi logis Walton, diantaranya skema argumentasi, struktur dialog, alat pemetaan argumen, dan sistem argumentasi formal. Model ini menggunakan gagasan komitmen dalam berdialog sebagai instrumen fundamental untuk analisis dan evaluasi argumentasi dibandingkan menggunakan gagasan keyakinan.
Kesimpulannya, model argumentasi logis Walton mengambil pandangan mengenai pembuktian dan pembenaran yang berbeda dari epistemologi dominan filsafat analitik, yang didasarkan pada kerangka keyakinan benar yang telah dibenarkan.
Sedangkan pengetahuan dipandang sebagai bentuk komitmen terhadap keyakinan yang telah ditetapkan secara tegas oleh prosedur argumentasi yang telah melakukan pengujian terhadap bukti dari kedua sisi, dengan standar apakah suatu proposisi memenuhi syarat sebagai pengetahuan dan dilihat sebagai sesuatu yang dapat dipertahankan.
Struktur Internal Argumen
Secara umum, sebuah argumen memiliki struktur internalnya sendiri, yaitu:
- Seperangkat premis atau asumsi. Argumen secara kali memiliki satu atau lebih premis yang nantinya akan bermuara pada satu kesimpulan.
- Metode penalaran (deduksi). Seringkali logika klasik digunakan sebagai metode penalaran dalam argumentasi, sehingga kesimpulan yang didapat akan mengikuti secara logis dari asumsi atau dukungan. Salah satu tantangannya adalah jika rangkaian asumsi tidak konsisten maka kesimpulan yang didapat tidak akan terasa logis dan benar. Oleh karenanya, konsistensi dari asumsi yang dilontarkan selama berargumen harus tetap dijaga.
- Kesimpulan. Setelah semua asumsi atau premis dilontarkan secara konsisten dan dengan menggunakan metode penalaran yang sesuai, maka akan didapatkan kesimpulan yang logis.
Jenis Argumentasi
Dalam praktiknya, argumentasi dapat dibedakan menjadi 7 jenis, yaitu argumentasi percakapan, argumentasi matematis, argumentasi ilmiah, argumentasi interpretatif, argumentasi hukum, oleh para juri, dan argumentasi politik.
Argumentasi Percakapan
Studi tentang percakapan biasa atau sehari-hari muncul dari bidang sosiolinguistik, yang disebut dengan analisis percakapan atau conversation analysis (CA). Studi ini terinspirasi dari etnometodologi dan dikembangkan pada akhir 1960-an dan awal 1970-an oleh seorang sosiolog Harvey Sacks bersama dua rekannya, yaitu Emanuel Schegloff dan Gail Jefferson.
Analisis percakapan memiliki pengaruh kuat dalam sosiolinguistik interaksional, analisis wacana dan psikologi diskursif, serta menjadi disiplin yang koheren dalam studi itu sendiri. Baru-baru ini teknik analisis sekuensial dari CA telah digunakan oleh para ahli fonetik untuk mengeksplorasi rincian dari fonetik ucapan yang halus.
Dalam studi empiris yang dilakukan oleh Sally Jackson dan Scott Jacobs beserta beberapa muridnya, ditemukan bahwa argumentasi merupakan bentuk dari pengelolaan ketidaksepakatan dalam suatu percakapan dalam sistem dan konteks komunikasi yang lazimnya menyukai suatu kesepakatan.
Argumentasi Matematis
Dalam penelitiannya, Gottlob Frege telah berusaha menunjukkan bahwa kebenaran aritmatika dapat diturunkan dari aksioma murni logis, yang pada akhirnya akan menghasilkan kebenaran yang bersifat logis pula (Gottlob Frege, The Foundation of Arithmetic, 1884; Begriffsschrift, 1879).
Proyek ini telah dikembangkan oleh Russell dan Whitehead dalam “Principia Mathematica” mereka. Mereka berpendapat bahwa apabila sebuah argumen dapat dilontarkan dalam bentuk kalimat berupa logika simbolik, maka argumen tersebut dapat diuji dengan penerapan prosedur pembuktian yang logis.
Ini dilakukan untuk penerapan aritmatika yang menggunakan aksioma Peano, serta landasan yang paling umum diterapkan dalam matematika modern, yaitu teori himpunan Zermelo-Fraenkel dengan atau tanpa aksioma pilihan. Seperti dalam disiplin ilmu lain, argumentasi matematis dianggap valid jika dapat menunjukkan tidak adanya premis yang benar dan kesimpulan yang salah.
Argumentasi Ilmiah
Dalam bukunya The Rhetoric of Science, Alan G.Gross berpendapat bahwa sains adalah retoris ‘tanpa sisa’, yang berarti pengetahuan ilmiah tidak dapat dilihat sebagai landasan pengetahuan yang diidealkan.
Pengetahuan ilmiah dihasilkan melalui proses retorik, artinya ia memiliki otoritas epistemik khusus di mana hanya dapat dipercaya sejauh metode verifikasi komunalnya. Pemikiran ini mewakili penolakan terhadap fondasionalisme ketika pertama kali menjadi dasar argumentasi.
Argumentasi Interpretatif
Argumentasi interpretatis adalah proses dialogis di mana pesertanya melakukan eksporasi dan/atau menyelasaikan interpretasi baik suara maupun teks dari media apapun yang memiliki makna ambigu.
Argumentasi interpretatif sering digunakan dalam berbagai studi yang berkaitan dengan hermeneutika, linguistik, semantik, pragmatik, semiotika, humaniora, teori sastra, filsafat analitik, dan estetika.
Topik yang sering dibahas dalam interpretasi konseptual meliputi interpretasi estetika, logis, yudisial, dan religius. Sementara topik dalam interpretasi ilmiah meliputi pemodelan ilmiah.
Argumentasi Hukum
Argumentasi hukum merupakan sejumlah pernyataan yang diucapkan oleh pengacara kepada hakim atau di pengadilan banding. Bisa juga dilontarkan oleh pihak yang mewakili diri mereka sendiri mengenai alasan hukum mengapa argumen tersebut harus dimenangkan.
Di tingkat banding, argumen lisan yang dilontarkan harus disertai dengan risalah tertulis yang menguatkan argumen masing-masing pihak dalam sengketa hukum yang sedang dihadapi. Sementara argumen penutup atau penjumlahan merupakan pernyataan penutup dari pengacara masing-masing pihak dengan mengulangi argumen penting untuk trier of fact, dan dilontarkan setelah penyajian bukti.
Argumentasi Yudisial
Argumentasi yudisial (argumen hukum dalam yuridiksi tertentu) adalah penjelasan tertulis dari seorang hakim atau sekelompok hakim yang menyertai putusan atau peritah dalam suatu perkara, yang menjadi dasar pemikiran (justifikasi) dan asas-asas hukum bagi putusan tersebut. Penyelesaian perselisihan atau perkara dicapai dengan mengutip salah satu poin yang ada di dalamnya.
Argumentasi yudisial biasanya mencakup dan berisikan alasan di balik suatu keputusan yang diambil oleh hakim. Namun, apabila terdapat 3 atau lebih hakim, maka dapat diambil keputusan melalui suara terbanyak (pendapat mayoritas) atau pendapat yang disetujui bersama, tergantung dengan situasi yang sedang dihadapi.
Argumentasi Politik
Argumentasi politik sering digunakan oleh para akademisi, pakar media, pejabat pemerintah, dan calon pejabat politik. Oleh para warga sipil (publik), argumen jenis ini biasanya digunakan dalam interaksi untuk memahami dan mengomentari peristiwa politik. Sikap rasionalitas dari publik lah yang menjadi pertanyaan utama dalam penelitian ini.
Samuel L. Popkin, ilmuwan politik, menciptakan istilah ‘pemilih minim informasi’ untuk menggambarkan kalangan pemilih yang memiliki pengetahuan minim tentang politik dan dunia secara umum. Dalam praktiknya, ‘pemilih minim informasi’ seringnya tidak mengetahui tentang undang-undang yang diangkat oleh wakil mereka di kongres.
Mereka cenderung mendasarkan keputusan pemilihan mereka pada suara media atau kampanye yang mereka terima. Sementara media atau kampanye tersebut bisa saja mempresentasikan posisi politik petahana kandidat yang sepenuhnya bertentangan dengan undang-undang yang hanya mengatasnamakan konstituen.
Tips Memenangkan Argumentasi
Secara umum, terdapat beberapa kunci untuk memenangkan argumentasi, antara lain:
- Memahami dan mengidentifikasi argumen, baik tersurat maupun tersirat, serta tujuan dari para peserta dalam berbagai jenis dialog yang sedang berlangsung.
- Mengidentifikasi premis-premis guna memahami dari mana kesimpulan berasal.
- Menetapkan “beban pembuktian” yang nantinya mampu menentukan siapa yang membuat klaim awal. Dengan demikian, harus memiliki tanggung jawab untuk memberikan bukti mengapa posisinya pantas diterima.
- Bagi yang membawa “beban pembuktian”, seperti advokat, selayaknya melakukan pengumpulan bukti guna meyakinkan posisinya atau sebagai upaya agar lawan mau menerima argumen. Metode yang digunakan untuk mencapai semua ini adalah dengan menghasilkan argumen yang valid, masuk akal, dan meyakinkan, tanpa ada kelemahan agar tidak mudah diserang. Karena dalam sebuah debat, pemenuhan beban pembuktian menimbulkan beban balasan.
- Seseorang harus mencoba mengidentifikasi penalaran yang salah dalam argumen yang dilontarkan oleh lawan. Upaya ini dilakukan untuk menyerang alasan/premis argumen, untuk memberikan contoh tandingan jika mungkin, untuk mengidentifikasi kesalahan apa pun yang dimiliki lawan, serta untuk menunjukkan bahwa kesimpulan yang valid tidak dapat diperoleh hanya dari alasan yang telah dilontarkan.