4 Teori Konflik dalam Sosiologi Pendidikan

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kehidupan sosial tidak pernah bisa lepas dari adanya konflik, dan konflik pun merupakan suatu faktor yang mengarahkan sebuah situasi dan kondisi kepada perubahan. Masyarakat tentunya menginginkan keteraturan dalam hidupnya, namun selama hidup dengan manusia lain sebagai makhluk sosial tentu konflik tidak akan dapat dihindari.

Dalam berbagai aspek kehidupan, eksistensi konflik sulit untuk sama sekali dicegah, dihindari maupun dihilangkan, termasuk dalam pendidikan. Pendidikan bertujuan utama meningkatkan derajat kemanusiaan manusia, namun karena adanya keterlibatan banyak orang di dalamnya, konflik mau tidak mau harus tetap dihadapi.

Dalam ilmu sosiologi yang memelajari teori konflik, berikut ini adalah teori konflik dalam sosiologi pendidikan yang dapat diperhatikan.

1. Nasrullah Nazsir

Teori konflik sosial diangkat oleh Karl Marx dan Max Weber melalui gagasan mereka bahwa konflik adalah bagian dari sistem sosial. Tidak hanya dalam sosiologi keluarga dan hukum, tapi teori konflik juga berlaku pada sosiologi pendidikan.

Dan menurut Nasrullah Nazsir (2009), teori konflik pada dasarnya mengamati bahwa konflik selalu ada dalam kehidupan manusia. Sekalipun masyarakat menginginkan kerukunan, kedamaian, ketertiban, dan keteraturan, konflik tidak dapat dicegah bagaimanapun caranya.

Teori konflik dalam sosiologi pendidikan melihat dari tatanan struktur organisasi seperti sekolah. Sekolah adalah salah satu jenis lembaga pendidikan yang melibatkan banyak kepala dengan karakter dan cara pandang berbeda-beda.

Dua orang manusia saja bisa memiliki pendapat serta tujuan yang berbeda, terlebih sekolah yang di dalamnya memiliki banyak individu yang berperan, mulai dari kepala sekolah hingga bendahara dan bagian lain-lainnya. Ketika dalam satu organisasi yang masing-masing individunya memiliki pemikiran, karakter, sikap, kehendak dan karakter berbeda, konflik pasti terjadi.

Meski konflik tidak dapat dihindari, dampaknya tidak selalu mengarah pada hal-hal atau hasil yang negatif. Keberadaan konflik justru seringkali dapat juga menyebabkan perubahan yang positif, tak terkecuali dalam bidang pendidikan.

2. Elly M. Setiadi

Teori konflik dalam sosiologi yang berkaitan dengan pendidikan menurut Elly M. Setiadi (2011) juga melihat bahwa ada potensi untuk antara dua orang atau lebih mengalami benturan dalam hal pendapat, keinginan, maupun kepentingan.

Lembaga pendidikan tidak hanya dikelola oleh satu orang, sebab ada banyak individu yang membuat lembaga tersebut berjalan. Perbedaan pendapat disertai argumentasi juga merupakan bentuk konflik yang selalu ada di dalam organisasi manapun dan perselisihan seperti ini dianggap wajar.

Namun tidak selalu seringan itu, sebab konflik juga dapat menyebabkan dua pihak atau lebih terutama yang memiliki kekuatan dan kuasa untuk saling menyingkirkan dan menjatuhkan ketika terjadi ketidaksepemikiran dan ketidaksehatian.

3. Damsar

Teori konflik sosial menurut Damsar (2011) dalam kaitannya dengan pendidikan melihat sisi keseimbangan dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari banyak individu dan kelompok di mana masing-masing memiliki komponen dan kepentingannya sendiri-sendiri yang dapat berbeda satu dengan lainnya.

Masyarakat dalam kehidupan sosial bersifat dinamis karena selalu berubah-ubah dan perubahan tersebut dikarenakan adanya konflik. Ada ketegangan dalam masyarakat apabila diamati dengan cermat yang kemudian menjadi faktor peningkat risiko terjadinya konflik.

Dunia pendidikan penuh dengan banyak kepala dengan berbagai gagasan dan kepentingannya masing-masing. Antara satu dengan yang lainnya pasti ada dan bahkan mungkin kerap dijumpai yang sangat berupaya untuk menaklukkan kepentingan orang lain demi mencapai tujuannya sendiri.

4. Nasution

Teori konflik dalam sosiologi pendidikan menurut Nasution (2004) adalah melihat pendidikan sebagai pembawa perubahan untuk memahami dan mengalami arti pembebasan dari dan perlawanan terhadap kaum borjuis. Pendidikan memberi arahan dan kesadaran terhadap tidak hanya sekadar kepentingan akademis tapi juga perkembangan hubungan sosial di kalangan para siswa.

Pendidikan akademis sendiri berfokus pada disiplin ilmu pengetahuan (sosial dan sains), teknologi, serta seni. Tujuan pembelajaran tersebut adalah untuk membawa seseorang kepada posisi dan status lebih tinggi yang membedakan mereka nantinya dari kaum buruh.

Namun ketika berada di sekolah, para murid tidak hanya belajar bidang akademis saja, tapi juga mengalami pemupukan hubungan sosial (memiliki teman dan mengalami konflik). Dalam sebuah program pendidikan pun tidak jauh-jauh dari adanya golongan mayoritas dan minoritas di mana hal ini dapat menjadi faktor yang memengaruhi hubungan antara kedua golongan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn