Daftar isi
Definisi dari historiografi adalah sebuah karya sejarah atau dapat pula dimaknai sebagai suatu proses penulisan sejarah. Historiografi memiliki tiga jenis macamnya yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi nasional. Pada ulasan kali ini kita akan berfokus pada salah satu jenis historiografi yakni historiografi tradisional.
Pengertian Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional merupakan penilaian terhadap sebuah peristiwa yang berkesinambungan dengan masa lalu dan secara resmi sebagai memori atau ingatan yang tepat dan berupa fakta. Peristiwa-peristiwa tersebut didapatkan dari menafsirkan mengapa dan bagaimana peristiwa itu terjadi dengan menggunakan metodologi yang menekankan konsensus teks-teks berkelanjutan daripada verifikasi yang didapatkan dari akal manusia.
Di Indonesia historiografi tradisional mengacu pada penulisan sejarah pada kurun waktu kerajaan Hindu–Budha sampai dengan masuknya Islam. Teks-teks tersebut bertujuan untuk merekam agar diingat dan menurunkan budaya-budaya dinasti kepada anak keturunan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Berdasarkan Sudjatmiko historiografi tradisional Indonesia pada umumnya berbentuk prosa dan syair seperti babad, serat, kanda, sajarah, carita, hikayat, sejarah, tutur, salasilah, dan cerita-cerita manurung. Penulisan-penulisan teks sejarah tersebut biasanya dilakukan oleh pujangga-pujangga atau sastrawan kuno dari kerajaan.
Karakteristik Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional pada umumnya memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut.
- Sudut Pandang Istana Sentris
Historiografi tradisional biasanya menggunakan sudut pandang istana sentris atau maksudnya adalah tokoh-tokoh yang ada di di hikayat atau bentuk karya sastra lainnya berasal dari kerajaan. Tak hanya itu objek dan latar belakang juga menceritakan tentang keadaan dan kehidupan di kerajaan. - Sebagai Legitimasi Kerajaan
Historiografi tradisional ditulis oleh pujangga-pujangga yang umumnya dekat dengan kehidupan raja. Tulisan tersebut digunakan sebagai legitimasi atau pengesahan kekuasaan raja yang sedang bertahta pada masanya. - Bersifat Anakronis
Pada umumnya historiografi tradisional bersifat diakronis yang artinya terdapat ketidaksesuaian antara peristiwa, tata latar tokoh dan dialog dengan tempat dan waktu yang digunakan penulis dalam karya sastranya. - Bersifat Religio-Magis
Religio magis biasanya erat kaitannya dengan ritual-ritual dan kepercayaan kuno. Sifat ini juga melekat pada historiografi tradisional nusantara. Religio magis artinya mengandung unsur-unsur supranatural dan kekuatan-kekuatan gaib. - Mengandung Mitos
Historiografi tradisional nusantara selain bersifat religio magis juga biasanya mengandung unsur-unsur mitos yakni sebuah keyakinan yang tidak memerlukan fakta ilmiah. - Regionsentris
Tak hanya menggunakan sudut pandang istanasentrisme, historiografi tradisional Nusantara juga mengandung unsur regiosentris yakni pengaruh-pengaruh dari budaya daerah setempat sehingga menambah kekayaan budaya. - Bersifat Feodalistik-Aristokratis
Tokoh-tokoh atau kisah yang ditulis dalam historiografi tradisional suantara biasanya tentang kehidupan para bangsawan dan keturunan kerajaan.
Jenis Historiografi Tradisional
Macam-macam historiografi tradisional dibagi berdasarkan zamannya yaitu zaman Hindu-Budha dan zaman Islam.
Zaman Hindu-Budha
Pada masa pengaruh Hindu-Budha karya tulis atau seni sastra mulai berkembang dengan pesat di Nusantara. Bentuk-bentuknya pun sangat beragam seperti tutur atau kitab keagamaan, castra yakni kitab hukum, wiracarita yang berisi cerita kepahlawanan, dan kitab-kitab cerita yang mengajarkan ajaran keagamaan, sejarah dan moral. Diketahui pada masa ini telah tercipta setidak nya 1000 karya sastra.
Karya sastra tersebut masih menggunakan bahasa Sansekerta dan tulisannya menggunakan aksara Pallawa. Aksara yang kemudian dikembangkan menjadi aksara asli Nusantara ini ditorehkan pada berbagai media seperti batu, daun lontar, lempengan perunggu, lempengan emas, lempengan perak, nipah, bambu, kulit pohon, kayu, kain dan kertas yang kemudian hasilnya disebut sebagai prasasti.
Pada masa ini karya sastra ditulis oleh para pujangga yakni sastrawan dari Jawa kuno. Pujangga-pujangga yang terkenal pada masa ini antara lain Empu Kanwa, Empu Sedah, Empu Panuluh, dan Empu Prapanca.
Zaman Islam
Masa kejayaan pengaruh Hindu Budha mulai runtuh sejak kedatangan ajaran Islam yakni pada abad 7 hingga 13. Historiografi tradisional pada zaman Islam biasanya berupa hikayat dan babad yang mendapat pengaruh dari India, Arab dan juga Persia.
Pada umumnya historiografi pada masa islam ditulis dalam bahasa Arab dan meneceritakan kisah-kisah nabi mulai dari nabi Adam sampai dengan nabi terakhir yaitu nabi Muhammad serta menjelaskan proses terciptanya bumi dan alam semesta.
Contoh Historiografi Tradisional
Berikut ini contoh dari historiografi tradisional berdasarkan macamnya yaitu zaman Hindu-Budha dan Islam.
Zaman Hindu-Budha
Beberapa contoh historiografi tradisional zaman Hindu–Budha adalah sebagai berikut.
- Kakawin Negarakertagama
Kakawin Negarakertagama adalah sebuah kitab yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Dalam kitab ini dikisahkan kehidupan kerajaan Majapahit terutama pada masa Raja Hayam Wuruk. Kakawin yang ditulis dalam bahasa Pallawa ini menjelaskan secara rinci silsilah kerajaan Majapahit, kehidupan kota, keadaan politik hingga makan raja. Oleh sebab itu kakawin ini dianggap sebagai sumber sejarah Nusantara yang paling akurat. - Kakawin Arjuna Wiwaha
Kakawin Arjuna Wiwaha adalah karya sastra yang diciptakan oleh Empu Kanwa yakni pujangga Kraton Kahuripan pada masa Raja Airlangga. Empu Kanwa menulis kakawin ini pada tahun 1035 dan mengisahkan tentang Arjuna yang sedang bertapa di gunung Mahameru untuk meminta senjata yang akan digunakan melawan para Pandawa dalam perang Baratayuda. Kitab ini merupakan kitab pertama yang berasal dari wilayah Jawa Timur. - Kitab Bharatayudha
Kitab Bharatayudha merupakan salah satu historiografi tradisional karena ditulis pada tahun 1157 Masehi dimana kekuasaan berada di tangan kerajaan Hindu-Budha. Pengarang dari kitab ini adalah Empu Sedah atas perintah dari raja Kediri yaitu Raja Jayabaya. Pada saat itu Raja Jayabaya meminta Empu Sedah untuk menerjemahkan kitab Bharatayudha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Jawa kuno. Sayangnya Empu Sedah tidak bisa melanjutkan tugasnya dan dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Kitab ini mengisahkan tentangan peperangan yang melibatkan Pandawa dan Kurawa untuk memperebutkan kekuasaan Hastinapura.
Zaman Islam
Pada masa ini Islam berkebang pesatdi Nusantra dan menghasilkan historiografi tradisional sebagai berikut.
- Hikayat Raja-Raja Pasai
Hikayat merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mengisahkan para penguasa kerajaan Islam pertama di Nusantara yaitu Samudera Pasai. Teks berbahasa Melayu ini berasal dari zaman Sultan Malik al-Saleh sampai dengan tahun 1524. Hikayat yang dianggap paling tua ini ditulis kembali pada tahun 1814 oleh juru tulis di Betawi yang bekerja untuk Sir Stamford Raffles. - Hikayat Teungku di Meukek
Hikayat Teungku di Meukek adalah salah satu karya sastra kuno dari Aceh yang ditulis pada masa keislaman Nusantara. Hikayat ini hasil karya dari Teungku Malem dan Leube Isa yang berasal dari kota Meulaboh. Hikayat yang ditulis dalam bentuk pantun lama ini berasal dari tahun 1893 atau 1894. Isi dari hikayat ini adalah kisah tentang bentrok antara pejuang pejuang Aceh melawan penguasa Meulaboh yang berpihak kepada penjajah Belanda. - Babad Demak
Babad Demak adalah salah satu catatan sejarah yang menjelaskan tentang perkembangan Islam di Pulau Jawa terutama kerajaan Demak. Karya sastra yang ditulis oleh Sumawicitra sejak 2 Mei sampai 9 Juli 1939. Di dalam buku ini menceritakan Raden Patah dalam mendirikan kerajaan Demak yang bercorak Islam. - Babad Giyanti
Babad Giyanti adalah historiografi tradisional yang menceritakan tentang kehidupan politik di Jawa khususnya pada kurun waktu 1741 dan 1757. Babad yang ditulis pada 13 Februari 1755 ini merupakan karya dari Yasadipura. - Babad Tanah Jawi
Diantaranya banyaknya babad mungkin babad Tanah Jawi adalah yang paling terkenal. Karya sastra ini menceritakan tentang kerajaan Mataram dan raja-raja di Jawa serta kehidupan mulai dari nabi Adan sampai dengan tahun 1647. Buku yang berisikan narasi ini kemudian ditulis ulang oleh W.L Olthof pada tahun 1941.
Kelebihan dan Kekurangan Historiografi Tradisional
Masing-masing jenis historiografi baik tradisional, kolonial maupun nasional atau modern memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan Historiografi Tradisional
Berikut adalah kelebihan yang dimiliki historiografi tradisional.
- Historiografi tradisional pada umumnya akan menuliskan keagungan sang raja sehingga raja akan dihormati, dipatuhi, serta masyarakatnya akan menjunjung tinggi pemimpinnya karena dianggap memiliki derajat yang tinggi.
- Historiografi tradisional menggambarkan raja sebagai keturunan dewa atau orang yang suci. Sehingga apapun perkataan dan kebijakan yang dikeluarkan raja akan dipatuhi rakyatnya karena dianggap sebagai suatu kebenaran.
- Menarik untuk dibaca karena mengandung kisah-kisah romantisme klasik.
- Menggambarkan kekuasaan raja dan keadaan politik dan budaya kerajaan. Sehingga kita memiliki gambaran tentang kehidupan di masa lalu.
- Catatan-catatan dalam historiografi tradisional biasanya menerapkan konsep genealogi atau silsilah sehingga urutan ceritanya runtut.
Kekurangan Historiografi Tradisional
Di samping memiliki kelebihan, historiografi tradisional memiliki kelemahan atau kekurangan yaitu sebagai berikut.
- Raja adalah keturunan manusia biasa namun pada historiografi tradisional raja dianggap sebagai titisan dewa dan memiliki kekuatan gaib atau sering digambarkan sebagai sosok yang sakti.
- Subjektivitas yang tinggi dan dibuat berdasarkan kepentingan individu yaitu penguasa yang sedang bertahta ataupun pengarangnya sendiri. Sehingga historiografi tradisional kerap digunakan keakuratannya terutama kenetralannya.
- Tidak ada kejelasan mengenai metodologi yang digunakan dalam penulisannya.
- Terlalu banyak dikaitkan dengan hal-hal gaib sehingga sulit untuk dijelaskan secara ilmiah dan diterima oleh nalar.
- Kehidupan yang dibahas dalam historiografi tradisional hanyalah seputar keluarga bangsawan dan keturunan raja. Sedangkan untuk kehidupan rakyat biasa tidak ada sama sekali.
- Sejarah yang tercatat terbatas pada aspek kehidupan tertentu saja.
- Sumber sejarah yang kurang jelas.