Imperialisme Media: Pengertian – Sejarah dan Asumsi

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Media menjadi alat vital bagi suatu negara untuk mengomunikasikan berbagai isu penting, seperti politik, budaya, lingkungan, dan ekonomi. Namun, apa jadinya bila sistem penyiaran negara-negara di seluruh dunia, terutama negara dunia ketiga atau berkembang, dikuasai oleh sistem media negara kuat.

Maka yang akan terjadi adalah imperialisme media, di mana negara kuat akan memberikan pengaruh dan dominasi nya melalui media mereka yang telah tersebar di seluruh penjuru dunia.

Pengertian

Imperialisme media adalah konsentrasi atau pemusatan media massa secara berlebihan dari negara-negara besar dan kuat, yang berdampak terhadap hilangnya identitas, menciptakan aliran media satu arah dan bahkan memperluas struktur kelas di negara-negara yang lebih miskin. Fenomena ini bisa dianalogikan dengan toko komunitas kecil yang tutup karena masuknya superstore besar, mengambil alih dan memonopoli.

Menurut Oliver Boyd-Barrett (1977), imperialisme media didefinisikan sebagai proses di mana kepemilikan, struktur, distribusi, atau konten media di suatu negara mana pun, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, tunduk pada tekanan eksternal yang substansial dari kepentingan media negara atau negara lain. Serta tidak adanya timbal balik proporsional dari pengaruh negara yang terkena dampaknya.

Pada intinya, dalam imperialisme media tidak terdapat hubungan yang seimbang antara kekuatan ekonomi, geopolitik, militer, dan budaya antara pihak imperialis dan pihak penerima. Sementara pengaruh-pengaruh yang diterima cenderung diekspresikan dan dilanggengakan oleh media massa dan industri budaya.

Sejarah Singkat

Konsep mengenai imperialisme media pertama kali muncul pada 1970-an, ketika para pemimpin politik, produsen media, dan beberapa masyarakat di negara-negara pasca-kolonial mulai mengkritik kepemilikan dan praktik konglomerasi media Barat dan Amerika, yang telah menguasai sebagian besar sistem komunikasi dan media global.

Perwakilan dari negara-negara pasca-kolonial mengusulkan pada UNESCO tentang pembentukan Tatanan Informasi dan Komunikasi Dunia Baru (NWICO) guna menentang dan mengimbangi dominasi sistem komunikasi dan media global dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Britania Raya.

Asumsinya adalah perusahaan media dari Amerika dan Barat beserta output produk mereka berpotensi merusak bahkan menumbangkan proses pembangunan nasional negara-negara pasca-kolonial, apabila melembagakan berbagai model media, praktik bisnis, dan konten yang tidak tepat.

Sementara pada abad ke-21, penelitian mengenai imperialisme media difokuskan pada keseluruhan media. Seperti bagaimana ekspansi dan legitimasi ekonomi, militer, dan budaya global Kekaisaran didukung oleh konten berita, telekomunikasi, periklanan dan humas, film dan TV, musik, game interaktif, serta platform internet dan sosial media.

Teori Imperialisme Media

Terdapat beberapa asumsi dari para ahli yang membangun terciptanya teori imperialisme media, diantaranya:

  • Herbert I. Schiller

Menurut Herbert I. Schiller pentingnya media massa dan industri budaya bagi imperialisme Amerika. Dengan alasan bahwa setiap perkembangan elektronik baru akan memperluas batas pengaruh Amerika di dunia. Selain itu, perluasan kekuatan Amerika juga didukung oleh dominasi industri, militer dan budaya mereka.

Schiller mendefinisikan imperialisme media sebagai sejumlah proses yang dengannya suatu masyarakat dibawa ke dalam sistem modern (berpusat di AS) dan bagi mereka yang mendominasi akan ditarik, ditekan, dipaksa, terkadang disuap agar membentuk institusi sosial sesuai dengan nilai dan struktur dari pusat yang mendominasi sistem.

Media massa adalah alat utama dari operasi yang digunakan dalam proses penetrasi. Melalui media massa, konteks historis, literasi, kompleksitas, sistem ekonomi dan politik disebarkan untuk memberikan pengaruh mereka ke seluruh dunia.

  • Oliver Boyd-Barrett

Pada 1977, Boyd-Barrett menggambarkan imperialisme media sebagai hubungan kekuasaan yang tidak setara dan asimetris antara berbagai negara dan sistem penyiaran mereka.

Barrett menyatakan bahwa imperialisme media adalah suatu proses di mana kepemilikan, struktur, distribusi, atau konten media suatu negara secara mandiri atau bersama-sama tunduk pada tekanan substansial dari kepentingan media negara mereka sendiri atau negara lain, tanpa adanya pembalasan pengaruh yang proporsional ileh negara yang terpengaruh.

Ia juga menekankan bahwa perusahaan yang memiliki media massa di negara-negara imperialis, seperti Amerika Serikat, juga mengerahkan kepemilikan atas media massa di negara-negara kecil serta membentuk model bisnis media mereka, sesuai standar dan format yang mereka miliki.

  • John Downing dan Annabelle Sreberny-Mohammadi

Pada 1995, John Downing dan Annabelle Sreberny-Mohammadi menyatakan bahwa imperialisme media adalah penguasaan atau penaklukan suatu negara lemah oleh negara kuat. Imperialisme media merupakan tanda dari dimensi proses yang melampaui eksploitasi ekonomi, atau bahkan kekuatan militer.

Dalam sejarah kolonialisme, di mana bentuk imperialisme langsung dijalankan langsung oleh bangsa asing, sistem pendidikan dan media di banyak negara dunia ketiga juga dibentuk sebagai replika dari yang telah ada di negara Inggris, Prancis, atau Amerika Serikat, dengan mengajarkan nilai-nilai mereka.

Negara-negara barat juga telah membuat terobosan lebih lanjut untuk promosi budaya mereka, seperti gaya arsitektur. Promosi tersebut disampaikan secara halus namun lembut, yang mengandung pesan bahwa budaya Barat lebih unggul dari budaya negara-negara dunia ketiga.

Tanpa perlu dikatakan, semua peneliti studi komunikasi dan media internasional, bahkan orang awam pun juga setuju bahwa imperialisme budaya banyak dilakukan oleh negara-negara imperialis yang dominan melalui sarana komunikasi dan media massa, yang seringkali merugikan negara-negara penerima.

  • Tanner Mirrlees

Pada 2016, Tanner Mirrlees mendefinisikan ulang tentang imperialisme media, yakni suatu studi sejarah mengenai cara bagaimana keamanan negara nasional Amerika Serikat bermitra dengan perusahaan media (berbasis di AS) bisa mengglobal dan menyebarkan produk media berupa budaya, yang bertujuan mengatur persetujuan transaksional terhadap kebijakan luar negeri AS.

Dibangun berdasar atas komunikasi ekonomi politik Herbert I. Schiller, Mirrlees beranggapan bahwa meski pemerintah AS dan perusahaan media mengejar kepentingan yang berbeda di panggung dunia, seperti keamanan nasional dan keuntungan finansial, mereka saling berkolaborasi guna mendukung produksi bersama dalam pameran distribusi global media yang mempromosikan kekuatan dan budaya populer AS.

Terdapat 4 dimensi imperialisme media menurut Mirrlees. Pertama, adanya aliansi struktural dan hubungan mutual antar berbagai negara-bangsa Amerika Serikat. Kedua, adanya dukungan geo-politik negara-bangsa AS dalam mendominasi ekonomi, budaya, dan media di dunia.

Ketiga, terdapat dukungan industri media dan budaya AS dalam menyebarkan propaganda internasional. Terakhir, pemerintah AS sengaja membuat produk media dan budaya yang mengagung-agungkan dan melegitimasi kekuasaan AS di dunia.

  • Dal Yong Jin

Dal Yong Jin berpendapat bahwa segelintir perusahaan yang berbasis di negara-negara Barat adalah pemilik dan operator digital paling dominan di dunia, sebaliknya sejumlah besar negara non-barat adalah pengguna platform digital.

Jin mengonsepkan imperialisme platform sebagai hubungan asimetris di mana terdapat relasi saling ketergantungan antara negara Barat, terutama Amerika Serikat, dan banyak negara dunia ketiga.

Hubungan asimetris tersebut dicirikan oleh adanya pertukaran teknologi dan arus modal yang tidak setara, serta adanya dominasi teknologi secara simbolis dari berbagai platform yang berbasis di Amerika Serikat, yang mana sangat memengaruhi mayoritas orang dan negara.

Contoh Imperialisme Media

Salah satu contoh nyata dari imperialisme adalah terjadinya pemaksaan dan penyebaran secara luas saluran berita dari suatu negara kuat, khususnya dari Barat, pada negara-negara miskin dan berkembang.

British Broadcasting Corporation atau yang sering disebut dengan BBC adalah salah satu saluran berita atau media di Britania Raya yang menjalankan bentuk imperialisme media. BBC didirikan oleh Royal Charter, namun beroperasi secara mandiri atau lepas dari pemerintah.  

BBC memiliki lisensi televisi tahunan yang harus dibeli oleh semua pemilik televisi, terlepas dari apakah pemilik televisi tersebut menonton BBC atau tidak. Selama bertahun-tahun, biaya lisensi BBC telah menuai banyak kontroversi karena dianggap terlalu mahal. Selain itu, ketidakmampuan dalam membayar lisensi juga akan mendatangkan denda bagi pemiliknya.

  • Industri Film Hollywood

Hollywood menjadi salah satu produsen dan distributor film terbesar dan terpopuler di dunia. Mereka merupakan produsen utama dari film-film dengan kualitas tinggi yang dirilis secara internasional.

Kesuksesan Hollywood tidak terlepas dari 4 strategi kapitalis yang mampu menarik dan mengintegrasikan produser, aktor dan aktris, serta penonton film non-Amerika ke dalam lingkupnya, antara lain kepemilikan, produksi lintas batas dengan penyedia layanan bawahan, perjanjian lisensi konten dengan para aktor/aktris, dan blockbuster yang dirancang untuk menjelajahi dunia.

fbWhatsappTwitterLinkedIn