Asian Century merupakan istilah yang mengacu pada proyeksi dominasi politik, ekonomi, dan budaya negara-negara Asia pada abad ke-21, terutama China, India, dan negara-negara lainnya.
Konsep Asian Century atau Abad Asia muncul setelah adanya pertumbuhan yang pesat pada sektor ekonomi China dan India yang dimulai pada tahun 1980-an, yang menjadikan kedua negara tersebut masuk dalam jajaran ekonomi terbesar dunia.
Istilah Asian Century pertama kali muncul pada pertengahan hingga akhir 1980-an, tepatnya tahun 1985 di sidang senat Amerika Serikat untuk Hubungan Luar Negeri. Lalu menguat kembali ketika terjadi pertemuan antara Deng Xiaoping (pemimpin Paramount dari China) dan Rajiv Gandhi (Perdana Menteri India) pada 1988.
Istilah Asian Century kemudian ditegaskan kembali oleh para pemimpin politik Asia, dan sekarang menjadi istilah populer yang digunakan di media.
Para ekonom berspekulasi bahwa abad ke-21 ditakdirkan untuk menjadi milik Asia. Hal ini didasarkan pada pertumbuhan yang terjadi di Asia selama beberapa dekade terakhir. Sehingga, ekspektasi terhadap negara-negara Asia untuk kembali menjadi mesin atau kekuatan pendorong utama pertumbuhan ekonomi global telah mendapatkan momentumnya. Seperti keadaan dunia pada abad ke-19 yang disebut sebagai Abad Kerajaan Inggris yang didukung oleh revolusi industri, dan abad ke-20 sebagai Abad Amerika Serikat.
Pada 2011, dari sebuah studi yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia ditemukan bahwa sebanyak 3 miliar orang Asia (56,6% dari 5,3 miliar total penduduk Asia pada tahun 2050) dapat menikmati standar hidup setara dengan penduduk Eropa saat ini, dan mana kawasan Asia akan menyumbang lebih dari setengah produksi global di pertengahan abad ini. Selain itu, adanya penekanan terhadap pentingnya persatuan negara-negara di Asia berdampak pada penciptaan Asian Century di abad ke-21.
Pertumbuhan ekonomi Asia yang begitu kuat selama tiga dekade sebelum tahun 2010, dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia seperti Eropa dan Amerika, bisa dijadikan alasan kuat mengenai kemungkinan terwujudnya Asian Century pada abad ke-21.
Selain itu, kepemimpinan global negara-negara Asia dalam berbagai bidang penting, seperti diplomasi internasional, kekuatan militer, teknologi, dan soft power juga menjadi faktor pendukung lain bahwa bangsa Asia mampu dan layak menjadi pemimpin peradaban dunia.
Meski pun demikian, secara umum ada sekitar 9 elemen pendukung terwujudnya Asian Century, di antaranya:
Meski pertumbuhan populasi penduduk Asia menunjukkan perlambatan yang cukup signifikan sejak akhir abad ke-20, menurut prediksi World Bank, pertumbuhan populasi di Asia akan terus berlanjut setidaknya hingga paruh pertama abad ke-21.
Dengan total empat miliar penduduk di awal abad ke-21, diperkirakan populasi Asia akan tumbuh menjadi lebih dari lima miliar pada 2050. Persentase populasi dunia diperkirakan tidak akan banyak berubah, namun pangsa pasar di Amerika Utara dan Eropa dari populasi dunia diperkirakan akan mengalami penurunan.
Pada 2007, World Bank mencatat bahwa telah terjadi peningkatan terhadap taraf pendidikan penduduk Asia yang berimplikasi pada pertumbuhan sumber daya manusia mereka sebesar 0,75% – 2%.
Pendidikan berkualitas di seluruh Asia dalam berekspansi atau mengembangkan kualitas SDM secara cepat memainkan peran penting dalam peningkatan harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Bahkan kualitas institusi yang baik juga akan mendorong masyarakat melakukan transisi menuju demokrasi modern.
Diperkirakan, proyek konstruksi paling inovatif akan berlangsung di Asia dalam beberapa tahun mendatang. Proyek-proyek pembangunan telah banyak disusun dan dimulai di Asia daripada di kawasan lain di dunia. Gedung-gedung pencakar langit sebagai simbol kekuatan ekonomi juga telah banyak dibangun di Asia.
Terdapat beberapa negara di Asia dengan prospek pertumbuhan paling menjanjikan, di antaranya China, India, Indonesia, Bangladesh, Mongolia, Filipina, Irak, Vietnam, dan Sri Lanka, yang disebut dengan 9 dari 11 negara 3G yang berada di kawasan Asia. Negara-negara tersebut diproyeksikan akan menjadi wilayah di Asia dengan pertumbuhan tercepat hingga tahun 2050 didorong oleh pertumbuhan populasi dan pendapatan.
Vietnam menjadi negara dengan Indeks Penghasil Pertumbuhan Global (3G Index) tertinggi di dunia dengan 0,86, China berada di urutan kedua dengan 0,81, India di urutan ketiga dengan 0,71, diikuti Indonesia di urutan keempat dengan 0,70.
Berdasarkan laporan dari HSBC TCI (Trade Confidence Index) dan HSBC Trade Forecast, terdapat 4 negara di kawasan Asia dengan pertumbuhan kapasitas perdagangan yang signifikan, yakni Mesir, India, Vietnam, dan Indonesia. Pertumbuhan tersebut diproyeksikan akan mencapai setidaknya 7,3% per tahun hingga 2025.
The Next Eleven atau N-11 adalah sebutan untuk sebelas negara yang diidentifikasi oleh bank investasi Goldman Sachs dan ekonom Jim O’Neill dalam makalah penelitian mereka tentang negara-negara yang memiliki potensi tinggi menjadi ekonomi terbesar dunia bersama dengan BRICs/BRICS pada abad ke-21. kesebelas negara tersebut diantaranya Indonesia, Vietnam, Bangladesh, Iran, Mesir, Nigeria, Meksiko, Filipina, Pakistan, Turki, dan Korea Selatan.
Pengelompokan ini dilakukan pada 12 Desember 2005 oleh Bank investasi Goldman Sachs karena dari kesebelas negara tersebut kesemuanya memiliki prospek investasi dan pertumbuhan yang menjanjikan di masa depan.
Di akhir 2011, empat negara besar, yaitu Meksiko, Indonesia, Nigeria, dan Turki juga dikenal sebagai MINT, karena 4 negara besar tersebut telah menyumbang sebanyak 73% dari keseluruhan GDP di The Next Eleven. Sementara GDP dari BRIC adalah 13,5 triliun dolar Amerika Serikat, dan GDP MIKT hampir mencapai 30%, yaitu 3,9 triliun dolar Amerika.
Posisi dan kekuatan politik global China dan India telah mengalami peningkatan di antara lembaga-lembaga Internasional dan menjadi bagian dari negara-negara super power dunia, yang mengakibatkan Amerika Serikat dan Uni Eropa lebih aktif dalam proses keterlibatan dengan kedua negara tersebut. China telah menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Sementara India dan Jepang bukan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, karena adanya pertentangan dari negara lain. Usaha kedua negara tersebut untuk menjadi anggota tetap selalu menemui jalan buntu. Seperti keanggotaan India selalu ditentang oleh Pakistan, begitu pula dengan keanggotaan Jepang yang selalu ditentang ole China, Korea Selatan, dan Korea Utara.
Berdasarkan perjanjian perdagangan bebas, terdapat sebuah blok regional Asia di sekitar ASEAN dan badan-badan lain yang dapat dikembangkan lebih lanjut pada abad ke-21. Namun, ada kekhawatiran politik yang muncul akibat perbedaan kepemimpinan nasional negara-negara Asia dan ambisi hegemoni RRC di kawasan tersebut.
Banyaknya orang Barat yang beralih ke agama orang Timur menunjukkan adanya minat terhadap bangsa Timur. Di beberapa negara Barat, FWBO menjadi salah satu organisasi Buddha terbesar dengan perkembangan paling cepat, sehingga agama Buddha menjadi agama terbesar kedua di negara-negara tersebut.
Meski dalam negara Kristen dan Yahudi tidak ada istilah reinkarnasi, namun bangsa Barat banyak yang memercayai adanya reinkarnasi seperti halnya dalam agama Buddha.
Kepercayaan tentang ‘Karma’ yang merupakan konsep kunci dalam agama Hindu dan Buddha, serta berakar pada kepercayaan India kuno juga telah memasuki kesadaran budaya orang-orang di dunia Barat.
Aspek ekonomi menjadi pendorong utama terhadap peningkatan taraf hidup dan pertumbuhan produktivitas yang berkelanjutan di Asia, khususnya China dan India. Pada 2011, Bank Pembangunan Asia melakukan sebuah studi yang menghasilkan sebuah data bahwa, “dengan menggandakan pangsa, produk domestik bruto (PDB) global akan meningkat menjadi 52% pada 2050 mendatang. Asia akan kembali menempati posisi sebagai ekonomi dominan yang dipegangnya sekitar 300 tahun yang lalu.”
Gagasan mengenai Asian Century memiliki asumsi bahwa ekonomi Asia dapat mempertahankan momentumnya selama 40 tahun mendatang dengan beradaptasi pada perubahan lingkungan ekonomi dan teknologi global. Serta terus menciptakan keunggulan-keunggulan yang komparatif. Menurut Bank Pembangunan Asia, dengan menjalankan skenario ini, PDB Asia akan mengalami peningkatan dari 17 triliun dolar AS (2010) menjadi 174 triliun dolar AS di tahun 2050, atau setengah dari PDB global.
Masih dalam studi yang sama, Bank Pembangunan Asia memproyeksikan bahwa tujuh negara (China, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia) akan memimpin pertumbuhan pembangkit tenaga listrik Asia, dan kawasan negara-negara tersebut tidak akan ada lagi negara miskin.
Karena jumlah populasi India dan Asia Timur sangat besar, jadi ekonomi mereka pun juga sangat besar. Jika tren tersebut terus berlanjut, dalam jangka panjang populasi India akan mendekati dua kali lipat dari China.
Dalam hal ekonomi, Asia Timur dapat melampaui ekonomi gabungan dari semua negara barat di awal tahun 2030. Sementara itu, Asia Selatan dapat segera menyusul jika ratusan juta orang yang sedang dalam kemiskinan terus diangkat menjadi masyarakat kelas menengah.
Penegasan budaya Asia di negara-negara Barat dapat memengaruhi politik identitas orang Asia, baik di Asia maupun di luar diaspora Asia. Hal ini dapat dilihat dari tersebarnya film-film Bollywood, film-film Kungfu, animasi Jepang, dan K-POP atau Korean Wave yang akhir-akhir ini membanjiri laman media sosial dan televisi.
Ditemukannya berbagai restoran dan masakan Asia di Barat akibat dari imigrasi, seperti PF Chang’s China Bistro dan Pei Wei Asian Dinner yang bisa ditemukan di seluruh Amerika Serikat. Produk makanan Asia juga banyak yang telah diluncurkan termasuk merek mie instant, seperti indomie yang bisa ditemui di berbagai supermarket di Amerika Serikat, Taiwan, Australia, Jerman, Swiss, Kanada, Korea Selatan, dan lainnya.
Dengan adanya peningkatan kesadaran dan popularitas budaya dan filosofi Timur di negara-negara Barat, menyebabkan peningkatan penjualan barang atau benda budaya Timur di negara-negara tersebut. Patung Buddha adalah yang paling terkenal diantara semuanya. Meski begitu, penjualan benda-benda budaya Timur banyak ditanggapi dengan berbagai kritik, seperti tidak adanya pemahaman tentang pentingnya kegunaan dari barang tersebut.
Tidak ada jaminan pasti tentang terwujudnya Asian Century di abad ke-21. Karena, semua itu tergantung pada bagaimana para pemimpin negara-negara Asia menghadapi dan mengatur berbagai risiko dan tantangan demi terwujudnya Asian Century yang sesungguhnya. Tantangan-tantangan tersebut antara lain, seperti:
Dari banyaknya prediksi mengenai pertumbuhan politik, ekonomi, dan budaya Asia, gagasan mengenai Asian Century di abad ke-21 tidak lepas dari banyaknya kritik dari berbagai pihak.
Para kritikus mencatat, bahwa tingkat pertumbuhan yang terus naik dapat berimplikasi pada terjadinya revolusi, kemerosotan ekonomi, bahkan masalah pada lingkungan. Terutama di daerah China daratan (Tiongkok).
Hal-hal tersebut mereka kaitkan dengan lemahnya beberapa lembaga politik di negara-negara Asia. Mereka juga menyatakan bahwa Asia bukanlah satu kesatuan, karena banyaknya ketegangan dan dan kurangnya kerja sama antar negara.