Kebiasaan dan kebudayaan manusia dalam kehidupan bermasyarakat terus berkembang seiring bertambahnya waktu. Bahkan, ada satu kebudayaan yang mungkin bercampur dengan kebudayaan lainnya. Proses sosial yang seperti ini dinamakan akulturasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akulturasi adalah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan mempengaruhi. Kebudayaan yang bercampur tersebut bisa saja budaya asing atau lokal dalam masyarakat. Namun dalam proses masuknya, mungkin ada beberapa kubu yang menolak dan menerima budaya baru tersebut.
Kendati ada pihak yang menolak, tidak menampik bahwa lambat laun unsur-unsur kebudayaan baru akan diterima oleh masyarakat. Proses penerimaan budaya baru ini cukup memakan waktu yang lama. Selain itu, akulturasi tidak akan menghilangkan kepribadian asli budaya yang sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat beberapa faktor pendorong akulturasi, seperti pendidikan yang sudah maju, toleransi terhadap budaya baru, keberadaan masyarakat heterogen atau berbeda-beda, serta mengetahui pentingnya akulturasi bagi masa depan.
Namun, akulturasi bisa juga terhambat oleh beberapa hal. Misalnya seperti kondisi masyarakat yang masih berpegang teguh pada adat istiadat setempat, penilaian yang buruk terhadap hal-hal baru, serta ilmu pengetahuan yang bergerak lambat.
7 Contoh Akulturasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam lingkungan masyarakat khususnya di era globalisasi saat ini, proses akulturasi sangat mudah terjadi. Terutama apabila pemikiran masyarakat modern yang mudah menerima budaya baru atau asing, maka akulturasi mungkin terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Meski begitu, akulturasi sudah terjadi sejak lama dan bentuknya masih terlihat sampai sekarang. Lantas, apa saja contoh akulturasi dalam kehidupan sehari-hari?
- Penggunaan Bahasa Asing dalam Berinteraksi
Dalam kehidupan bermasyarakat, pasti terjadi sebuah interaksi antar individu maupun kelompok. Proses akulturasi dalam bahasa untuk berinteraksi pun bisa saja terjadi, apalagi jika budaya asing mudah masuk ke dalam suatu negara.
Contoh akulturasi dalam bidang bahasa yang sekarang ini terjadi adalah penggunaan bahasa Inggris untuk berkomunikasi sehari-hari. Walaupun bahasa Inggris sering digunakan, hal tersebut tidak membuat masyarakat melupakan bahasa Indonesia sebagai budaya asli Tanah Air.
Contoh yang lain misalnya pemakaian bahasa sansekerta pada zaman kerajaan Hindu-Buddha. Bukti dari akulturasi ini dapat dilihat dari peninggalan sejarah seperti prasasti.
- Masuknya Kebudayaan Arab pada Instrumen Musik
Selain bahasa, akulturasi dapat terjadi pada seni musik. Salah satu contohnya adalah hadirnya musik dengan instrumen qosidah yang menggunakan syair-syair islami. Lirik-lirik lagu pada musik dengan instrumen qosidah ini juga mengadopsi bahasa Arab.
Tidak hanya itu, instrumen qosidah turut diiringi alat musik gendang atau gambus yang memberi nuansa berbeda dari musik aliran lain.
- Arsitektur Makam dengan Aksara Bahasa Arab
Proses akulturasi juga berlangsung pada arsitektur makam yang menjadi tempat penguburan jenazah. Makam sebagai tempat mengubur orang yang meninggal termasuk akulturasi dengan budaya islam.
Beberapa contoh akulturasinya adalah penggunaan tulisan bahasa Arab untuk penamaan di batu nisan. Selain aksara Arab, akulturasi pada makam dapat dilihat dari tradisi pemakaman yang dipengaruhi budaya Hindu-Buddha. Salah satu contoh yang kerap dijumpai adalah dimasukkannya jenazah ke dalam peti.
- Seni Kaligrafi dengan Aksara Arab
Seni kaligrafi yang merupakan pencampuran budaya islam dari Arab termasuk contoh dari akulturasi. Aksara Arab yang ditulis dengan kebudayaan Indonesia memberi kesan unik dan berbeda dari lukisan lain. Bentuk kaligrafi pun bervariasi, bergantung dengan kebudayaan setempat di Indonesia.
- Bentuk Bangunan
Salah satu contoh akulturasi yang paling terlihat adalah bentuk bangunan di Indonesia. Sebagai negara dengan keberagaman budaya, Indonesia menerima akulturasi dari budaya Hindu-Buddha yang dapat dibuktikan dari bentuk-bentuk candinya.
Bentuk punden berundak yang ada pada candi termasuk contoh dari akulturasi. Biasanya, terdapat pula perwujudan dewa pada bagian candi yang menjadi bukti akulturasi.
Contoh candi yang merupakan akulturasi budaya Hindu-Buddha adalah Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Dieng, Candi Kalasan, dan Candi Gedong Songo.
Selain candi yang merupakan percampuran budaya Hindu-Buddha, ada pula bangunan yang lahir dari akulturasi budaya Islam dan Hindu.
Contoh bangunan ini adalah Masjid Menara Kudus di Kudus, Jawa Tengah. Bentuk fisik dari masjid ini menyerupai bangunan pura pada kebudayaan Hindu.
- Karya Sastra Hingga Pertunjukan Seni Wayang Kulit
Berkembangnya karya sastra yang tadinya hanya berbentuk prosa dan puisi juga termasuk proses akulturasi. Seiring berkembangnya zaman, proses akulturasi terus berkembang hingga melahirkan pertunjukan seni wayang kulit.
Dalam perjalanannya, pertunjukan seni wayang kulit terus diminati masyarakat karena memuat nilai positif bagi masyarakat. Kisah ceritanya pun dapat disesuaikan dengan budaya Indonesia.
Selain wayang kulit, ada pula beberapa karya sastra yang dipengaruhi oleh budaya asing seperti Arab dan Persia, antara lain seperti kitab, karangan, dan syair.
- Sistem Kasta dalam Kehidupan Bermasyarakat
Contoh akulturasi yang berikut ini masih terlihat sampai sekarang. Sistem kasta pertama kali dibawa oleh kerajaan Hindu-Buddha yang menentukan tingkatan atau kelas dalam kehidupan sosial masyarakat. Sistem kasta ini masih sering dipakai oleh masyarakat, terutama masyarakat yang menganut kepercayaan Hindu seperti di Pulau Bali.
Di Bali, sistem kasta tersebut dibagi menjadi empat kelompok, yakni kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta Brahmana diketahui sebagai kelas tertinggi yang berasal dari keturunan pendeta atau rohaniawan.
Selanjutnya, kasta Ksatria terdiri dari kelompok keturunan raja, bangsawan, dan golongan kerajaan lainnya. Untuk kalangan Waisya, beberapa di antaranya adalah keturunan pedagang serta pengusaha zaman kerajaan. Yang terakhir, kasta Sudra merupakan golongan pekerja atau buruh.