Daftar isi
Sistem ekonomi islam atau yang dikenal juga dengan sistem ekonomi syariah merupakan sebuah sistem ekonomi yang berdasarkan pada landasan Islam. Sistem ekonomi ini merupakan salah satu sistem ekonomi yang bisa digunakan untuk melaksanakan kehidupan dan kegiatan ekonomi, khususnya bagi yang ingin kegiatan ekonominya sesuai dengan tuntunan agama Islam. Sistem ini tentu saja memiliki perbedaan dengan sistem ekonomi yang lain, seperti sistem ekonomi kapitalis juga sistem ekonomi sosialis.
Sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi syariah adalah suatu sistem ekonomi yang penerapan setiap aktivitas ekonominya berlandaskan pada aturan atau hukum agama Islam. Hukum Islam ini berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist. Kegiatan atau aktivitas ekonominya tidak berbeda dengan sistem ekonomi yang lain, di antaranya jual beli, simpan pinjam, dan lain-lain.
Perbedaannya dengan sistem ekonomi lain adalah landasan atau pedomannya yang seluruhnya menerapkan ajaran-ajaran dari agama Islam. Dengan kata lain sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang sejalan dengan agama Islam. Dimana setiap kegiatan ekonomi tidak ada yang menyalahi atau bertentangan dengan aturan agama. Pelaku ekonominya berpegang teguh pada dasar-dasar hukum Islam.
Prinsip ekonomi Islam telah ada sejak agama Islam ini juga ada. Dengan sistem ini, umat Islam diharapkan tidak melakukan tindakan ekonomi yang menyimpang atau dilarang oleh aturan agama atau syariat Islam. Contoh aktivitas ekonomi yang dilarang yaitu riba.
Di Indonesia sendiri, saat ini tidak menggunakan sistem ekonomi Islam. Tetapi, sudah banyak perbankan yang memberikan fasilitas perbankan syariah yang berpedoman pada sistem ekonomi Islam. Sehingga masyarakat di Indonesia dapat memilih mau menggunakan fasilitas perbankan konvensional, atau perbankan syariah.
Harta dan kepemilikannya dalam Islam menjadi hal yang menjadi bahasan sangat penting dan perlu diperhatikan. Keyakinan Islam bahwa seluruh harta yang ada di dunia ini milik Allah SWT. Sementara manusia hanya berhak untuk memanfaat setiap harta tersebut. Dalam Islam juga terdapat perlindungan akan kepemilikan harta bagi pemilik harta-harta itu.
Berikut ini adalah cara pemilikan harta dalam Islam:
Cara pemanfaatan harta dalam Islam sangat diperhatikan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri. Dalam pemanfaatan harta hendaknya tidak terjadi adanya kemubaziran. Sebab harta yang mubazir mendatangkan dosa dan mempersulit hisab atau penghitungan di akhirat nanti. Semua harta harus dimanfaatkan dengan benar dan maksimal.
Islam tidak membenarkan seseorang untuk menimbun dan mendiamkan harta untuk memperkaya diri sendiri. Setiap muslim yang memiliki harta berkewajiban untuk mengeluarkan zakat juga menyumbangkannya untuk dimanfaatkan oleh pihak lain.
Zakat serta sumbangan baik infaq atau sedekah tersebut sebagai bentuk penunaian hak pada pihak lain. Dimana di dalam harta yang dimiliki oleh seseorang terdapat hak pihak lain, di antaranya hak fakir miskin dan anak yatim.
Harta yang dimiliki haruslah digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya sendiri dan orang lain. Dengan dimilikinya harta juga jangan sampai ada pihak yang dirugikan. Contohnya dengan tidak menghindari menunaikan zakat, berbagi, serta tunduk pada peraturan pemerintah dengan taat membayar pajak.
Hal ini mengandung hikmah seperti terhindarnya diri dari sifat riya, sombong, serta menghindarkan diri dari sakit dan terkena musibah.
Harta yang dimiliki harus memenuhi syarat kepemilikan yang sah. Al-Qur’an melarang mendapatkan harta dengan cara kotor dan tidak sah, seperti merampas atau menjarah, perilaku suap-menyuap, dan tindakan tercela lainnya. Sebab harta yang diperoleh secara tidak sah akan menimbulkan kerusakan, baik berupa pertengkaran atau persengketaan yang akhirnya menimbulkan kerusakan.
Dalam Islam, harta yang dimiliki dianjurkan benar-benar digunakan secara berimbang. Allah SWT tidak menyukai penggunaan harta yang berat sebelah atau hanya digunakan untuk kepentingan tertentu atau kepentingan diri sendiri, tetapi lalai dalam menunaikan zakat dan enggan sedekah atau berbagi terhadap sesama.
Pengelolaan kepemilikan harta dalam Islam juga terdapat ketentuannya. Supaya harta yang dimiliki memberikan barokah dan meringankan proses hisab di hari perhitungan harta perlu dikelola dengan benar.
Tiga hal kepemilikan dalam Islam, yaitu:
Privat property atau kepemilikan secara individu yaitu kepemilikan akan sesuatu atas nama satu orang. Umat manusia memiliki kebebasan untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya dengan cara yang baik dan bersih. Namun, syariat Islam memberikan aturan serta larangan sebagai acuan dan pembatasnya.
Ada pula public property atau kepemilikan umum ialah harta yang merupakan milik bersama. Kepemilikan umum dalam Islam ada tiga jenis, yaitu:
Harta yang kepemilikannya oleh negara adalah harta umat yang bisa dikelola pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan negaranya. Ketentuan akan hak-hak umat sudah ada ketentuannya dalam syariah Islam, agar tidak ada oknum yang menyalahgunakannya.
Perputaran harta dalam Islam dilarang hanya dalam lingkaran orang kaya saja. Tetapi harus memperhatikan juga orang-orang yang kurang mampu di sekitarnya. Berbagai ketentuan tentang edaran atau distribusi harta diatur dalam Islam. Hal ini bertujuan agar terjaminnya pemenuhan barang atau kebutuhan serta pemanfaatannya bagi setiap individu.
Cara edaran kekayaan di tengah masyarakat disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dari sebab-sebab kepemilikan. Misalnya dengan cara bekerja atau kegiatan perdagangan/jual beli (akad muamalah).
Ada berbagai cara serta ketentuan khusus akad muamalah dalam mekanisme sistem ekonomi Islam. Ketentuan tersebut wajib dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam akan muamalah tersebut.
Dalam mekanisme ekonomi atau melalui aktivitas ekonomi ada beberapa hal:
Mekanisme non ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktivitas ekonomi produktif seperti di atas. Misalnya melalui pemberian, seperti penerimaan dari zakat, sedekah, infaq, pembagian warisan dan lain-lainnya.
Peredaran harta dengan mekanisme non ekonomi ini memiliki hikmah atau tujuan supaya adanya keseimbangan di masyarakat. Ketentuan-ketentuannya dibuat dengan maksud supaya adanya kerukunan antara umat Islam dengan lingkungan dalam masyarakat di sekitarnya. Seperti ketentuan pembagian zakat, pembagian waris bagi ahlinya, atau bantuan dari pemerintah kepada masyarakat sesuai yang ditentukan, dan lain-lain.
Kelebihan ekonomi Islam atau ekonomi syariah di antaranya sebagai berikut:
Sistem ekonomi Islam memberikan pembelajaran agar umat manusia dapat memenuhi kebutuhannya melalui berbagai sumber daya dan sarana yang ada. Tujuannya untuk mencapai keberuntungan selama di dunia dan juga di akhirat kelak. Sebab, jika nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadist dijalankan dengan benar, maka kemudahan akan ditemukan dalam menjalani kehidupan.
Berikut ini konsep serta sistem ekonomi Islam dan kesejahteraan umat:
Kesejahteraan merupakan kebebasan atau rasa aman dari hal yang tidak menyenangkan. Bisa berupa kebebasan dari kemiskinan, tidak adanya rasa takut, atau jauh dari kebodohan. Sehingga seseorang yang telah mencapai kesejahteraan akan hidup dengan tentram.
Ajaran agama Islam mempercayai adanya kehidupan akhirat, kelak setelah manusia mengalami fase kematian di dunia. Dengan menaati semua peraturan agama Islam, termasuk dalam menjalankan aktivitas ekonomi, Allah SWT menjamin kebhagaian umatnya baik di dunia maupun di akhirat.
Sistem ekonomi Islam apabila dipraktekan secara benar akan mewujudkan kedamaian dalam kehidupan umat. Karena tidak akan ada tindak kecurangan yang menimbulkan terjadinya pertentangan di antara umat manusia. Semua itu akan memberikan dampak pada hubungan antar masyarakat yang bagus dan menciptakan kerukunan.
Taqiyuddin an Nabhani adalah seorang ulama, politikus, dan, pemikir ekonomi Islam kontemporer Palestina.
Menurutnya, ekonomi Islam adalah kegiatan mengatur segala urusan kekayaan, baik dalam memperbanyak jumlah kekayaan, menjamin pengadaannya dengan tata cara pengedaran atau pendistribusian yang berdasarkan pada syariah Islam yaitu Al-quran dan hadist. Landasan kegiatan ekonominya semua sesuai dengan syariah.
Konsepnya menggunakan dua pendekatan, yaitu
Konsep ekonomi Islam menurut Taqiyuddin an Nabhani ada dua pemanfaatan kekayaan:
Dalam Islam, pemanfaatan kekayaan ada yang bersifat wajib, misalnya untuk memberi nafkah terhadap istri, anak, orang tua, dan keluarga lainnya. Ada juga untuk keperluan ibadah, contohnya zakat, infaq, dan sedekah terhadap orang-orang yang membutuhkan.
Taqiyuddin an Nabhani mengungkapkan bahwa pengeluaran atas kekayaan juga bisa berdasarkan Daulah islamiyah. Adalah kondisi ketika negara diharuskan untuk melaksanakan kewajibannya di waktu banyak rakyatnya yang menderita kelaparan. Situasi ini bisa saat terjadi bencana alam, dalam peperangan, atau ketika mendapat serangan.
Islam melarang penggunaan kekayaan untuk hal-hal yang tidak baik. Misalnya untuk foya-foya, membantu tindak kezaliman, tidak mau berbagi terhadap sesama, dan lain-lain.
Harta kekayaan sebaiknya digunakan untuk hal-hal yang baik dan dikembangkan dengan cara yang sesuai syariah. Seperti investasi atau membantu terhadap yang membutuhkan, agar tetap sesuai dengan ajaran Islam.
Aktivitas ekonomi Islam berpedoman pada syariah, moral, dan akidah. Sebab memiliki tujuan untuk menyeimbangkan perekonomian serta memegang keyakinan bahwa semua harta adalah milik Allah SWT semata. Berdasarkan hal tersebut ekonomi islam memiliki prinsip-prinsip di antaranya dualisme kepemilikan, kebebasan ekonomi, serta tanggung jawab sosial.
Dalam menjalankan aktivitas ekonomi, tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan duniawi atau materi. Tetapi juga upaya untuk mencapai ketenangan batin dan mengharap ridha Allah SWT, sebagai bekal untuk kehidupan nanti di akhirat.
Di bawah ini beberapa prinsip ekonomi Islam yang perlu diketahui
Bentuk kerjasama dalam sistem ekonomi Islam ada empat:
Bentuk kerjasama mudharabah adalah suatu kerjasama dimana seluruh modal berasal dari pemilik modal, sedangkan pihak lain sebagai pengelola modal tersebut atau pengelola usaha yang dijalankan dari modal itu. Apabila didapatkan keuntungan dari usaha tersebut, maka keuntungannya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati sebelum kerjasama dimulai. Jika terjadi kerugian, maka pemilik modal yang bertanggung jawab.
Musyarakah merupakan kerjasama yang modalnya berasal dari semua pihak. Keuntungan dan kerugian dari usaha yang dijalankan dihadapi bersama sesuai dengan perjanjian yang dibuat di awal kerjasama.
Al muza’arah yaitu kerjasama antara dua pihak atau lebih yang fokusnya pada pengolahan lahan pertanian. Kerjasama ini antara pemilik lahan dengan penggarap lahan tersebut. Pemilik lahan akan mempersiapkan lahan serta benih atau bibit yang akan ditanam, dan pihak lain yang merawatnya.
Ketika panen, hasilnya akan dibagi antara pemilik lahan dan perawat tanaman tersebut. Pembagiannya dalam persentase tertentu yang sebelumnya sudah disepakati bersama.
Al muzaqah adalah bentuk sederhana dari Al muza’arah, yaitu suatu kerjasama dimana penggarap lahan pertanian hanya memiliki tanggung jawab untuk merawat tanaman saja. Nantinya penggarap tersebut berhak mendapat imbalan atas nisbah tertentu dari hasil panen yang dirawatnya.
Sistem ekonomi islam atau ekonomi syariah memiliki perbedaan yang terbilang signifikan dibanding dengan sistem ekonomi konvensional. Perbedaan tersebut adalah:
Sistem ekonomi islam bersumber dari agama Islam yang mengajarkan umatnya bahwa sistem ekonomi harus terorganisir, serta berdasarkan pada keadilan dan kesetaraan. Umat manusia dibimbing agar tidak egois dan tidak hanya mencari keuntungan pribadi dalam hidupnya. Apabila dipraktikan maka akan terwujud kesejahteraan sosial yang dapat mencapai keadilan.
Bertentangan dengan sistem ekonomi konvensional yang prioritas utamanya adalah kepentingan pribadi atau golongannya. Sedangkan pembangunan sosial sifatnya hanya sekunder atau bahkan sebagai kebetulan belaka.
Referensi utama sistem ekonomi Islam dalam melakukan transaksinya adalah Al-Qur’an. Fokusnya adalah untuk memfasilitasi alokasi berbagai sumber daya yang menekankan pada kegiatan yang mendasarinya. Dimana pertumbuhan dari penghasilan harus berbanding lurus dengan meningkatnya kegiatan ekonomi produktif, yang selanjutnya ada aturan tentang akad transaksi dan lainnya.
Sementara sistem ekonomi konvensional lebih menekankan pada harga sumber daya atau bunga sebagai fokus dalam setiap kegiatan pembiayaan.
Di Indonesia, ekonomi syariah berkembang dari pemikiran ulama tentang fiqih muamalah. Panduan praktis bagi masyarakat dalam melakukan muamalah sesuai syariah ialah fatwa-fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN).
Perkembangan ekonomi syariah mencakup pada ekonomi makro, ekonomi mikro, pembiayaan publik, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, hingga pembangunan ekonomi. Jadi tidak terbatas pada perbankan syariah saja.
Perkembangan lembaga keuangan publik yang bersistem syariah di Indonesia cukup terbilang pesat. Sebagaimana data yang ada di bawah ini:
Banyak lagi lembaga-lembaga lain yang merupakan bagian dari perkembangan ekonomi syariah. Dengan semakin berkembangnya ekonomi syariah atau sistem ekonomi islam ini, diharapkan dapat mendongkrak kemajuan perekonomian Indonesia dengan tidak meninggalkan kesetaraan dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.