Kedaulatan negara adalah konsep politik dan hukum yang merujuk pada hak suatu negara untuk memerintah dirinya sendiri, bebas dari campur tangan atau pengaruh negara lain. Kedaulatan negara menunjukkan bahwa negara memiliki kekuasaan tertinggi dalam wilayahnya dan berhak membuat keputusan atas berbagai isu dalam batas-batasnya tanpa campur tangan dari negara lain.
Pengertian Kedaulatan Negara Menurut Ahli
Pengertian kedaulatan negara dapat bervariasi sesuai dengan perspektif dan pandangan para ahli dalam ilmu politik dan hukum internasional. Berikut adalah beberapa definisi dari beberapa ahli terkenal:
1. Jean Bodin
Jean Bodin adalah seorang filsuf politik dan hukum asal Prancis yang hidup pada abad ke-16. Ia dianggap sebagai salah satu bapak pendiri konsep modern tentang kedaulatan negara. Kontribusinya yang paling terkenal adalah karyanya yang berjudul “Les Six Livres de la République” (Enam Buku tentang Republik), yang diterbitkan pada tahun 1576.
Dalam karyanya tersebut, Jean Bodin mengembangkan teori tentang kedaulatan negara dengan beberapa konsep penting:
- Kedaulatan Tertinggi
Menurut Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang tidak terbatas di tangan negara. Bodin berpendapat bahwa negara atau penguasa negara memiliki kekuasaan mutlak dalam wilayahnya dan tidak ada kekuatan yang lebih tinggi daripada negara itu sendiri.
Pemegang kekuasaan berdaulat adalah penguasa atau otoritas yang berhak mengambil keputusan tanpa tergantung pada keputusan pihak asing atau otoritas lainnya.
- Otoritas Mutlak
Bodin menegaskan bahwa kedaulatan negara harus bersifat mutlak dan tidak dapat dibatasi oleh pihak luar atau internal. Kekuasaan negara tidak boleh dibatasi oleh kekuatan asing, gereja, aristokrasi, atau elemen-elemen lain dalam masyarakat. Konsep mutlak ini berbeda dengan masa sebelumnya di mana kekuasaan seringkali terfragmentasi di antara berbagai kekuatan politik dan agama.
- Satuan Kedaulatan
Bodin juga menyatakan bahwa kedaulatan negara bersifat satuan. Artinya, hanya ada satu penguasa tertinggi dalam suatu negara, dan tidak boleh ada pembagian atau fragmentasi kekuasaan yang dapat mengancam otoritas negara.
- Kekuasaan Tertulis
Bodin menekankan pentingnya hukum tertulis sebagai dasar kedaulatan negara. Bodin berpendapat bahwa konstitusi atau undang-undang tertulis adalah sumber kekuasaan negara dan penguasa harus bertindak sesuai dengan hukum yang ada.
Teori Bodin tentang kedaulatan negara menjadi kontribusi penting dalam perkembangan pemikiran politik modern dan membantu membentuk konsep negara modern yang sentralistik dan berdaulat. Pemikiran Bodin mengakui keberadaan negara sebagai otoritas yang mutlak dan merumuskan landasan bagi gagasan negara modern yang memiliki kedaulatan tertinggi dan tak terbatas di wilayahnya.
2. Thomas Hobbes
Thomas Hobbes adalah seorang filsuf politik dan pemikir abad ke-17 yang terkenal karena teori-teorinya tentang kedaulatan negara dan kontrak sosial. Salah satu karya terpentingnya adalah buku “Leviathan,” yang diterbitkan pada tahun 1651.
Teori Thomas Hobbes tentang kedaulatan negara dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Kehidupan Alamiah Manusia
Hobbes percaya bahwa dalam keadaan alamiah, manusia hidup dalam kondisi alamiah yang tidak teratur, brutal, dan tanpa hukum. Kehidupan manusia dalam kondisi ini dipenuhi dengan perang, saling curiga, dan perjuangan untuk bertahan hidup.
- Kontrak Sosial
Hobbes mengajukan konsep kontrak sosial sebagai cara untuk keluar dari keadaan alamiah yang mengerikan. Kontrak sosial adalah kesepakatan di antara manusia di mana mereka rela menyerahkan sebagian kecil dari kebebasan alamiah mereka kepada pemerintahan yang kuat untuk menciptakan masyarakat yang lebih teratur dan aman.
- Kedaulatan Mutlak
Dalam pandangan Hobbes, kontrak sosial mengarah pada pembentukan pemerintahan dengan kedaulatan mutlak. Pemerintahan ini harus memiliki kekuasaan absolut untuk menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat. Penguasa atau Leviathan, seperti yang dia sebut, memiliki kekuasaan tak terbatas untuk menjaga masyarakat agar tidak jatuh ke dalam kekacauan seperti keadaan alamiah.
- Keberadaan Otoritas
Hobbes menyatakan bahwa tanpa adanya otoritas yang kuat dan pemerintahan yang berdaulat, masyarakat akan mengalami konflik yang berkepanjangan dan kekacauan. Pemerintahan yang kuat diperlukan untuk mengendalikan individu-individu yang egois dan melindungi masyarakat dari ancaman internal dan eksternal.
- Kepatuhan Rakyat
Hobbes berpendapat bahwa warga negara harus patuh terhadap penguasa atau pemerintahan yang kuat dan menjalankan perintahnya. Tidak adanya ketaatan bisa mengakibatkan kekacauan dan pembubaran kontrak sosial yang akan membawa kembali masyarakat ke keadaan alamiah yang berbahaya.
Pandangan Hobbes tentang kedaulatan negara menekankan pentingnya pemerintahan yang kuat dan otoritatif untuk mencegah kekacauan dan memberikan perlindungan kepada warga negara. Teorinya memberikan dasar bagi pemikiran politik modern tentang kebutuhan akan pemerintahan yang stabil dan berdaulat untuk menciptakan masyarakat yang aman dan tertib.
Meskipun konsep-konsepnya kontroversial, pemikiran Hobbes telah memberikan kontribusi yang berharga dalam perkembangan pemikiran politik dan teori negara.
3. John Locke
John Locke adalah seorang filsuf politik dan pemikir abad ke-17 yang dikenal karena teori-teorinya tentang hak asasi manusia, kontrak sosial, dan kedaulatan terbatas negara. Salah satu karya paling terkenalnya adalah “Two Treatises of Government” yang diterbitkan pada tahun 1689.
Teori John Locke tentang kedaulatan negara dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Hak Asasi Manusia
Locke berpendapat bahwa semua manusia dilahirkan dengan hak asasi yang tidak dapat dicabut, seperti hak atas kehidupan, kebebasan, dan properti. Hak-hak ini bukanlah hadiah dari penguasa, tetapi merupakan hak kodrati yang melekat pada setiap individu.
- Kontrak Sosial
Locke juga mengajukan konsep kontrak sosial, tetapi pendekatannya berbeda dari Hobbes. Menurut Locke, manusia hidup dalam keadaan alamiah yang lebih damai daripada yang didepiksi oleh Hobbes. Kontrak sosial yang diajukan oleh Locke adalah perjanjian antara individu-individu untuk membentuk pemerintahan guna melindungi hak-hak asasi mereka dan mempertahankan ketertiban.
- Kedaulatan Terbatas
Locke berpendapat bahwa kedaulatan negara harus terbatas dan diakui oleh rakyat. Pemerintahan tidak boleh memiliki kekuasaan mutlak seperti yang dijelaskan oleh Hobbes. Kedaulatan negara tetap berada dalam cengkeraman hukum, dan penguasa harus menjalankan kewenangannya sesuai dengan kehendak rakyat dan untuk kepentingan umum.
- Pemerintahan sebagai Pelayan
Menurut Locke, pemerintahan adalah pelayan masyarakat, bukan penguasa yang otoriter. Tugas pemerintahan adalah menjaga hak-hak asasi manusia, menjamin keamanan, dan memfasilitasi keadilan dalam masyarakat.
- Ketidakpatuhan
Locke berpendapat bahwa rakyat memiliki hak untuk memberontak dan menolak penguasa yang melanggar kontrak sosial atau menyalahgunakan kekuasaannya. Jika pemerintahan gagal melindungi hak-hak asasi manusia atau tidak bertindak sesuai kehendak rakyat, rakyat memiliki hak untuk menggulingkan penguasa tersebut.
Pemikiran Locke tentang kedaulatan negara menekankan pentingnya hak asasi manusia, pemerintahan yang berdaulat terbatas, dan konsep pemerintahan sebagai pelayan masyarakat. Teorinya memiliki pengaruh besar terhadap pemikiran politik modern dan konstitusionalisme.
Locke mempengaruhi pemikiran para pemikir progresif di masa depan dan menjadi dasar bagi pembentukan negara-negara modern yang menghargai hak-hak individu dan berusaha menciptakan pemerintahan yang bertanggung jawab dan responsif.
4. Montesquieu
Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu, atau yang lebih dikenal sebagai Montesquieu, adalah seorang filsuf politik dan pemikir abad ke-18 dari Prancis. Salah satu karya paling terkenalnya adalah “The Spirit of the Laws” (Ruang Hukum), yang diterbitkan pada tahun 1748.
Teori Montesquieu tentang kedaulatan negara dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Pemisahan Kekuasaan
Salah satu konsep utama yang dikemukakan oleh Montesquieu adalah pemisahan kekuasaan. Ia berpendapat bahwa kekuasaan negara harus dibagi menjadi tiga cabang yang berbeda: eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Masing-masing cabang memiliki kewenangan dan tugas yang berbeda, dan keberadaan pemisahan kekuasaan ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjaga keseimbangan dalam sistem pemerintahan.
- Keseimbangan Kuasa
Montesquieu berpendapat bahwa keseimbangan kuasa antara cabang-cabang pemerintahan adalah penting untuk menjaga kebebasan individu dan mencegah dominasi otoriter. Ketika kekuasaan tidak terpusat pada satu pihak atau cabang, masyarakat lebih aman dari tirani dan penyalahgunaan kekuasaan.
- Kedaulatan Hukum
Montesquieu mempromosikan gagasan kedaulatan hukum. Ia berpendapat bahwa hukum harus berlaku sebagai penguasa tertinggi dan setiap penguasa, termasuk penguasa politik, harus tunduk pada hukum yang sama. Penguasaannya tidak boleh melampaui batas hukum atau bertindak sewenang-wenang.
- Faktor Geografis
Montesquieu juga mengemukakan bahwa faktor-faktor geografis, iklim, dan budaya berpengaruh pada bentuk pemerintahan suatu negara. Ia menyatakan bahwa iklim dan lingkungan dapat mempengaruhi karakter dan kebiasaan masyarakat, sehingga membentuk kebijakan dan struktur pemerintahan yang berbeda-beda.
Teori Montesquieu tentang kedaulatan negara, terutama mengenai pemisahan kekuasaan dan keseimbangan kuasa, sangat mempengaruhi perkembangan sistem pemerintahan modern, terutama sistem pemerintahan konstitusional.
Konsep-konsepnya mempengaruhi para pendiri negara-negara demokratis seperti Amerika Serikat dan menjadi landasan bagi konstitusi dan sistem pemerintahan berdasarkan hukum di berbagai negara. Pemikiran Montesquieu tentang pentingnya hukum dan pemisahan kekuasaan juga merupakan salah satu dasar dari prinsip-prinsip negara hukum yang dipegang oleh banyak negara di seluruh dunia.
5. Max Weber
Max Weber adalah seorang sosiolog dan filsuf Jerman yang hidup pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Weber dikenal karena banyak kontribusinya dalam bidang sosiologi, termasuk teorinya tentang kekuasaan, birokrasi, dan negara.
Meskipun dia tidak secara khusus mengembangkan teori tentang kedaulatan negara, pandangan dan analisisnya tentang kekuasaan politik dan peran negara memiliki dampak signifikan dalam pemahaman tentang kedaulatan negara.
Beberapa aspek teori Max Weber yang terkait dengan kedaulatan negara adalah:
- Kekuasaan dan Otoritas
Dalam pemikiran Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain sesuai dengan kehendak seseorang. Sementara itu, otoritas adalah bentuk khusus kekuasaan yang diterima dan diakui oleh masyarakat sebagai sah.
Kedaulatan negara berhubungan dengan otoritas yang sah dan diakui oleh warga negara, yang memberikan negara kewenangan untuk membuat keputusan dan menetapkan kebijakan.
- Birokrasi
Weber mengkaji peran birokrasi dalam pemerintahan modern. Birokrasi adalah sistem organisasi yang terdiri dari struktur hierarkis dan aturan-aturan tertulis yang mengatur operasi pemerintahan. Dalam konteks kedaulatan negara, birokrasi memegang peran kunci dalam pelaksanaan keputusan pemerintah dan menjalankan fungsi administratif untuk menjaga kestabilan dan konsistensi dalam tindakan pemerintah.
- Dominasi Rasional-Legal
Salah satu bentuk dominasi menurut Weber adalah dominasi rasional-legal, yaitu dominasi berdasarkan pada peraturan dan hukum yang sah. Kedaulatan negara didasarkan pada dominasi rasional-legal, di mana penguasaan negara atas wilayah dan warga negaranya diatur oleh hukum dan konstitusi yang ada.
- Monopoli Kekuasaan
Weber berbicara tentang monopoli kekuasaan negara, di mana negara memiliki hak eksklusif untuk menggunakan kekuatan fisik atau paksaan untuk menegakkan aturan-aturan dalam wilayahnya. Ini menggambarkan bagaimana negara memiliki kekuasaan tunggal dalam wilayahnya, yang merupakan ciri khas utama kedaulatan negara.
Pemikiran Weber tentang kekuasaan, otoritas, birokrasi, dan dominasi rasional-legal memberikan wawasan penting tentang bagaimana negara berdaulat berfungsi dan bagaimana otoritas negara diterima dan diakui oleh masyarakat. Teori-teorinya telah membantu memperdalam pemahaman tentang peran negara dalam masyarakat modern dan kompleksitas dari kedaulatan negara sebagai bentuk dominasi khusus.
Perlu diingat bahwa konsep kedaulatan negara telah berkembang seiring waktu, dan definisi tersebut mungkin telah mengalami perubahan atau diperluas oleh pemikiran-pemikiran baru dari berbagai ahli dan teoritisi politik.
Bentuk Kedaulatan Negara
Kedaulatan negara dapat mengambil beberapa bentuk tergantung pada sistem politik yang dianut oleh negara tersebut. Berikut adalah beberapa bentuk umum dari kedaulatan negara:
1. Kedaulatan Monarki
Kedaulatan monarki adalah suatu bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan seorang raja atau ratu, yang seringkali menjadi kepala negara. Dalam sistem monarki, monarkh atau penguasa monarki memiliki otoritas mutlak atau kuasi mutlak untuk mengambil keputusan politik, menjalankan pemerintahan, dan mempengaruhi kebijakan negara.
Dalam kedaulatan monarki, monarkh mendapatkan kekuasaannya melalui hak waris atau keturunan, artinya jabatan monarki diturunkan dari generasi ke generasi dalam keluarga kerajaan. Ada juga bentuk monarki yang tidak mutlak, di mana kekuasaan monarkh terbatas oleh konstitusi atau peraturan hukum, dan kekuasaan sebagian dipegang oleh lembaga legislatif atau eksekutif lainnya.
Meskipun bentuk monarki telah beragam, beberapa karakteristik umum dari kedaulatan monarki termasuk:
- Kepala Negara
Monarkh berperan sebagai kepala negara dan seringkali memiliki peran simbolis sebagai lambang persatuan dan identitas nasional.
- Kontrol Politik
Dalam monarki mutlak, monarkh memiliki otoritas absolut dalam pembuatan keputusan politik dan pemerintahan. Dalam monarki konstitusional, kekuasaan monarkh biasanya terbatas oleh konstitusi dan hukum, dan monarkh bekerja bersama dengan lembaga pemerintahan lainnya.
- Kerajaan dan Warisan
Penguasa monarki seringkali mewarisi tahta dari anggota keluarga kerajaan sebelumnya, seperti ayah atau ibu mereka. Pemilihan penerus tahta ini berdasarkan aturan warisan keluarga kerajaan.
- Simbol Persatuan
Monarki sering berfungsi sebagai simbol persatuan dan stabilitas nasional. Monarkh dapat menjadi sumber inspirasi dan identitas bagi rakyatnya.
Monarki dapat menjadi sistem pemerintahan yang stabil dan berfungsi baik dalam beberapa kasus, tetapi ada juga kritik dan kontroversi terhadap sistem ini karena otoritas yang sangat terpusat dan keturunan sebagai dasar penguasaan tahta.
Berbagai negara di dunia memiliki berbagai bentuk monarki, termasuk monarki mutlak, konstitusional, dan konstitusional parlementer.
2. Kedaulatan Republik
Negara republik memiliki kepala negara yang tidak berasal dari keluarga kerajaan. Kedaulatan negara dalam sistem republik berada di tangan warga negaranya, dan kepala negara biasanya dipilih melalui pemilihan umum atau proses demokratis lainnya. Kepala negara dalam republik dapat berupa presiden, kanselir, perdana menteri, atau gelar serupa.
3. Kedaulatan Demokratis
Dalam negara demokratis, kedaulatan berada di tangan rakyat. Kedaulatan negara disalurkan melalui pemilihan umum dan partisipasi aktif warga negara dalam proses pengambilan keputusan politik. Pemimpin negara dan perwakilan dipilih oleh rakyat, dan pemerintahan dijalankan berdasarkan kehendak mayoritas dengan penghormatan terhadap hak-hak minoritas.
4. Kedaulatan Totaliter
Dalam negara totaliter, kekuasaan pemerintah sangat terpusat dan otoriter. Kedaulatan negara berada di tangan satu individu atau kelompok kecil yang mengendalikan hampir semua aspek kehidupan negara dan masyarakat.
Pemerintah totaliter cenderung mengabaikan hak asasi manusia dan kebebasan sipil, serta seringkali menggunakan kontrol dan represi untuk menjaga kekuasaannya.
5. Kedaulatan Federasi
Beberapa negara mengadopsi sistem federasi di mana kekuasaan politik dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau wilayah otonom. Dalam sistem federasi, kedaulatan negara dibagi di antara entitas-entitas yang membentuk federasi, dengan sejumlah keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat dan sejumlah lainnya ditangani oleh pemerintah daerah.
6. Kedaulatan Parlementer
Negara dengan sistem parlementer memberikan kedaulatan negara kepada badan legislatif, seperti parlemen atau majelis rendah. Pemimpin eksekutif, seperti perdana menteri, biasanya dipilih dari anggota parlemen yang memiliki mayoritas dukungan. Kedaulatan negara dalam sistem ini berada di tangan parlemen dan pemerintah yang terbentuk darinya.
Kedaulatan negara dapat diterapkan dalam berbagai bentuk dan variasi lainnya tergantung pada struktur politik, sistem hukum, dan kebudayaan masing-masing negara.
Sifat Kedaulatan Negara
Sifat-sifat kedaulatan negara merujuk pada ciri-ciri utama yang melekat pada konsep kedaulatan dan menjelaskan bagaimana kekuasaan beroperasi dalam suatu negara. Berikut adalah beberapa sifat penting dari kedaulatan negara:
1. Supremasi
Kedaulatan negara menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan negara itu sendiri. Artinya, tidak ada pihak eksternal atau entitas lain yang memiliki kekuasaan lebih besar daripada negara dalam wilayahnya. Ini berarti negara memiliki wewenang tertinggi untuk membuat keputusan dan undang-undang tanpa campur tangan dari pihak asing.
2. Kemandirian
Kedaulatan negara menunjukkan kemandirian negara dalam mengambil keputusan politik, ekonomi, dan sosial tanpa adanya pengaruh yang signifikan dari pihak luar. Negara memiliki otonomi dan wewenang untuk merancang kebijakan internalnya sendiri.
3. Universalitas
Kedaulatan negara berlaku secara universal di seluruh wilayah negara. Ini mencakup daratan, perairan, dan wilayah udara di dalam batas-batas negara.
4. Keabsahan Hukum
Kedaulatan negara didasarkan pada keabsahan hukum, yang berarti bahwa kekuasaan negara diakui dan diatur oleh undang-undang dan konstitusi yang berlaku di negara tersebut. Tindakan pemerintah harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
5. Kontinuitas
Kedaulatan negara bersifat kontinu, artinya negara tetap berdaulat tanpa mengenal batasan waktu atau perubahan penguasa. Meskipun pemerintahan atau kepala negara dapat berganti, kedaulatan negara tetap berlanjut.
6. Tidak Terbatas
Kedaulatan negara tidak boleh terbatas oleh kekuatan asing atau negara lain, kecuali jika secara sukarela berpartisipasi dalam perjanjian internasional atau aliansi tertentu yang mengikat.
7. Bertanggung Jawab
Kedaulatan negara membawa tanggung jawab atas kesejahteraan dan keamanan warganya. Negara bertanggung jawab untuk memastikan keadilan, keamanan, dan kesejahteraan bagi warga negaranya.
Meskipun kedaulatan negara menunjukkan kekuatan dan wewenang, negara juga harus mematuhi norma hukum internasional dan menghormati hak asasi manusia, agar tidak menyalahgunakan kekuasaan tersebut.