3 Tokoh Kapitalisme di Indonesia yang Sangat Berpengaruh

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kapitalisme di Indonesia berawal dari abad ke-17 atau lebih tepatnya saat ada perusahaan dagang yakni VOC. Kapitalisme masuk ke Indonesia melalui berbagai macam saluran yakni melalui penaklukan penguasa lokal, kerja sama politik serta pengaturan finansial, pemaksaan atas ketersediaan hasil melalui monopoli dan pemaksaan atas tenaga kerja dan hasil bumi.

Masuknya kapitalisme yang dibawa oleh VOC ke Indonesia tidak serta merta membuat kultur ekonomi Indonesia berubah. Justru kedatangan VOC banyak mengadopsi gaya produksi yang sebelumnya sudah ada.

Kapitalisme turut mendorong adanya kelas kapitalis dari bangsa lain seperti Amerika dan Inggris. Tidak hanya, para pedagang dari etnis cina pun turun serta sebagai broker perdagangan pada skala menengah. Kelas kapitalis etnis cina banyak beroperasi di sistem perbankan seperti memberikan sewa dan kredit.

Selain dari pedagang asing, ada kelas dari pribumi itu sendiri. Kelas ini muncul dari golongan priyayi yang memiliki banyak tanah. Sayangnya golongan priyayi gagal memperlebar pasar dan hanya berkecimpung pada sewa tanah.

Setelah kemerdekaan yakni sebelum tahun 1949, semua partai politik setuju untuk melakukan Nasional struktur ekonomi negara. Hanya saja partai-partai politik mulai menunjukkan ke arah mana kebijakan ekonomi yang akan dipilih nanti.

Partai Komunis Indonesia sepakat untuk menghendaki model kepemilikan negara, sementara Partai Nasional Indonesia menginginkan sistem koperasi ,sedangkan partai Masyumi beserta partai-partai Islam setuju dengan adanya kebebasan pada perusahaan swasta untuk terus tumbuh.

Dari beberapa fase struktur ekonomi Indonesia, akhirnya menghasilkan salah satu struktur ekonomi kapitalisme. Struktur ekonomi inilah kemudian melahirkan beberapa tokoh di antaranya sebagai berikut.

1. Natsir

Natsir tokoh kapitalisme Indonesia

Kapitalisme yang diusung oleh Indonesia memiliki ciri khas tersendiri. Hal inilah yang kemudian terlihat pada kabinet yang dipimpin peh Natsir. Melalui program benteng, Natsir berusaha untuk mengadakan kapitalis domestik. Tujuan dari kapitalis domestik adalah untuk melindungi para pedagang pribumi yang sebelumnya tidak diberikan tempat saat masa Belanda.

Kekuasaan negara yang ketika itu dipegang oleh partai politik memiliki peranan yang penting terutama dalam menghadapi struktur ekonomi kapitalisme hasil warisan Belanda. Ketika itu, partai-partai politik berusaha untuk melindungi elemen kapital domestik. Pada kabinet Natsir muncul program ekonomi yang dinamakan dengan program benteng.

Program benteng ini merupakan salah satu strategi untuk melindungi pedagang pribumi saat melakukan kegiatan impor. Hingga tahun 1955, pedagang Tionghoa domestik tidak dimasukkan ke dalam program benteng karena mereka menjadi ancaman bagi keberlangsungan pedagang pribumi.

Praktik nyata dari program benteng ini adalah memberikan izin impor yang mudah, pemberian kredit melalui Bank Negara Indonesia sebagai prepayment guna membeli barang-barang impor. Program benteng yang diusung pada kabinet Natsir mengalami kemajuan yang signifikan.

Berkat program ini berhasil memajukan kegiatan impor para pedagang pribumi. Namun di sisi lain adanya program ini menjadi bias sasaran penerima manfaatnya. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat masuk dan diikutsertakan ke dalam program ini.

Prioritas utama pada program benteng ialah keluarga yang memiliki kekuatan atau dekat dengan para pejabat dan partai-partai politik. Hak izin impor serta mendapatkan bantuan kredit menjadi salah satu sumber daya politik yang langka.

Hal ini dikarenakan hak tersebut hanya didapatkan oleh keluarga yang memiliki kekuatan atau dalam artian lain memiliki orang dalam dari pemerintahan. Pada program benteng melahirkan banyak broker. Mereka memainkan peran sebagai mediator antara kalangan Borjuis domestik dengan pejabat birokrasi atau partai politik yang saat itu berkuasa.

Lambat laun pemerintah sadar betul bahwa program ini terdapat salah sasaran. Maka dari itu, pemerintah berusaha untuk menciptakan struktur baru yakni state corporatism dan birokrasi patrimonial. Adanya program benteng ini rupanya telah melahirkan kalangan konglomerat pada awal pasca kemerdekaan Indonesia.

2. Soekarno

Soekarno tokoh kapitalisme Indonesia

Soekarno merupakan salah satu tokoh yang turut mendorong adanya kapitalisme. Kapitalisme yang diusung oleh Soekarno ialah melalui ekonomi terpimpin. Lewat ekonomi terpimpin, Soekarno berusaha untuk menguatkan pedagang pribumi melalui kapitalis domestik.

Usaha untuk melakukan transformasi kapital dari tangan asing dan Cina ke tangan pribumi melalui program benteng bisa dikatakan tidak berhasil. Maka dari itu, pemerintah berusaha untuk melakukan stimulasi tumbuhnya para pengusaha pribumi. Kegiatan stimulasi ini dilakukan dengan jalan memberikan kredit bagi pribumi.

Selain itu, pemerintah juga memberikan hak monopoli impor kepada pengusaha lokal. Tidak hanya itu, melalui bank-bank pemerintah yang didirikan diberikan bantuan berupa kredit. Berkat hal tersebut banyak pengusaha pribumi yang mulai bermunculan berupa perusahaan baik yang didirikan sendiri atau patungan.

Namun dengan adanya bantuan tersebut justru menimbulkan beberapa masalah. Para pengusaha yang mendapatkan kredit bukan dilihat dari kemampuan bisnis dan kelayakan usaha melainkan karena memiliki hubungan patronase dengan para elit politik yang ada di parlemen. Alhasil, keberadaan para pengusaha yang diuntungkan oleh program benteng ini tergantung dengan dinamika hubungan politik.

Kegagalan untuk mentransformasikan kapital membuat pemerintah memiliki dua kebijakan yakni dengan memberikan ruang pada kapital asing dan China atau negara sendiri yang mengambil alih kegiatan ekonomi. Melalui dekrit yang dikeluarkan oleh Soekarno pada tahun 1957, kegiatan ekonomi pada akhirnya diambil oleh negara.

Usaha pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan nasionalisasi hampir seluruh perusahaan asing yang ada di Indonesia. Pada tahun 1957, beberapa perusahaan milik Belanda dilakukan nasionalisasi. Kemudian pada tahun 1963, perusahaan milik Inggris, Amerika dan perusahaan lainnya baru dilakukan nasionalisasi.

Presiden Soekarno melalui kegiatan ekonomi terpimpin berusaha melakukan konsolidasi kapital negara. Negara semakin leluasa melakukan kebijakan ekonomi setelah Masyumi dan PSI dibekukan. Pemerintah membuat Rencana Delapan tahun dan Deklarasi Ekonomi pada tahun 1960. Ekonomi terpimpin secara esensialnya memiliki tiga hal yakni sebagai berikut.

  • Regulasi berada di tangan negara pada semua sektor ekonomi baik yang dikuasai swasta, negara ataupun koperasi. Semua kegiatan ekonomi mulai dari produksi, pemberian kredit, distribusi dikuasai negara melalui pembiayaan yang didukung negara.
  • Melenyapkan semua hal yang berbau imperialisme. Seperti semua perusahaan asing yang diambil alih oleh negara, skema hutang dari pemerintah ke penerima, serta jika dalam keadaan terpaksa maka akan diadakan patungan.
  • Sistem ekonomi ini menggantikan sistem ekonomi bentukan atau warisan kolonial dengan mengendepankan kemandirian dan industrialisasi.

Dengan adanya ekonomi terpimpin kucuran kredit tidak lagi mengalir ke kantong pengusaha lokal. Semua kredit langsung dialirkan ke perusahaan milik negara. Untuk mengatur perusahaan pribumi swasta, pemerintah mendirikan GPS (Gabungan Perusahaan Sejenis) dan OPS (Organisasi Perusahaan Sejenis).

Dengan adanya dua organisasi ini membantu mengatur alokasi bahan-bahan mentah yang diimpor. Namun, karena terlalu memiliki kuasa dalam pengaturan produksi, kedua lembaga ini justru menjadi tempat pemerasan yang dilakukan oleh para elit politik.

Kapitalisme negara yang diciptakan melalui ekonomi terpimpin ternyata jauh dari sesuatu yang dirancang oleh Soekarno. Kegagalan yang terlihat pada ekonomi terpimpin adalah adanya model patronase antara birokrat-politisi, militer dengan pelaku usaha yang semakin merajalelanya. Militer dan para petinggi politik justru turut serta menjungkirkan Soekarno dari kursi kekuasaan.

Terjadinya kemacetan dari aliran pendapatan pemerintah yang seharusnya mengalir kepada perusahaan negara justru tidak berjalan lancar. Banyak dari hasil produksi yang mengalir ke kantong para petinggi. Kapitalisme yang dirancang Soekarno menjadi macet total.

Semula pihak yang diuntungkan pada kesepakatan yang telah dibuat adalah para petinggi politik, militer hingga pengusaha yang menjadi klien. Namun, karena terjadinya kemandegan pada akumulasi modal mengancam politik patronase.

Hal ini dikarenakan pada konsep ekonomi ini terlalu mengandalkan uang negara sehingga tidak ada modal asing yang mengalir. Ketika Soeharto menjabat, hal yang dilakukan pertama kali adalah membuka pintu investasi selebar-lebarnya. Pembukaan investasi disahkan dengan undang-undang Penanaman Modal Asing.

3. Soeharto

Soeharto tokoh kapitalisme Indonesia

Jika Soekarno mengusung kapitalis domestik lain halnya dengan yang dilakukan oleh Soeharto. Belajar dari rezim yang sebelumnya, Soeharto mengusung model kapitalis domestik dan kapitalis asing. Setelah Soekarno lengser dari jabatannya sebagai presiden, Presiden Soeharto mulai membenahi berbagai permasalahan ekonomi yang terjadi.

Salah satu langkah besar yang dilakukan oleh Soeharto adalah dengan membuka investasi dari pihak asing. Pada zaman ini, kapital.asing secara perlahan mulai menampakkan batang hidungnya. Resesi ekonomi yang diwarisi oleh zaman orde baru, secara perlahan mulai dapat diatasi dengan berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan yang pro pasar dan investasi asing dengan ditetapkannya UU PMA.

Setahun setelah penetapan UU PMA, Undang-undang Penanaman Modal Domestik Nasional (PMDN) pun disahkan. Akibatnya, pada zaman ini Indonesia dibanjiri oleh kapital asing. Namun, di sisi lain kapital domestik pun ikut berkembang seperti Tionghoa dan Pribumi. Penguatan kapital domestik ini dikarenakan disahkannya Undang-undang PMD.

Keputusan untuk menumbuhkan kapitalis domestik menimbulkan berbagai macam konflik. Hal ini dikarenakan secara bersamaan pemerintah membuka pintu investasi bagi kapitalis asing. Keputusan ini menciptakan dua kelompok yang mendukung investasi asing dengan kelompok pendukung nasionalisme ekonomi.

Kelompok pertama dengan rajin mendorong investasi asing yakni dinamakan dengan para teknokrat yang tergabung ke dalam BAPPENAS atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Di dalamnya kelompok ini bergabung dengan mafia Barkeley.

Sementara itu, kelompok kedua yang mendukung nasionalisme ekonomi dinamakan dengan CSIS anak dari Ali Murtopo. Lembaga ini merupakan lembaga pemikir yang berpengaruh di masa orde baru serta Pertamina di bawah Ibnu Sutowo.

Kelompok pertama yakni kelompok teknorat percaya bahwa resep IMF serta IBRD akan membawa kapital asing masuk untuk mendorong kompetisi serta mendorong kapitalis untuk tumbuh. Pada tahun 1965, kecendrungan para teknokrat pada pandangan tersebut karena keyakinan ada pasar bebas dan pembatasan negara terhadap kebijakan moneter dan fiskal yang bisa menciptakan kondisi bagi akumulasi kapital.

Dengan adanya tumpukan utang hasil dari rezim sebelumnya, tidak ada cara lain yang dilakukan oleh Soeharto selain melakukan negosiasi ulang dan membuka peluang masuknya kapital asing. Hal ini dikarenakan kedua hal tersebut yang menjadi syarat yang ditentukan oleh IMF dan IBRD.

Negosiasi ulang terkait hutang diikuti dengan rencana pembangunan infrastruktur, stabilisasi mata uang dan menghilangkan hambatan masuknya investasi asing. Semua cara itu dilakukan oleh Soeharto guna menggerakkan akumulasi kapital. Pemerintah berusaha untuk meyakinkan para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

fbWhatsappTwitterLinkedIn