Pendidikan Karakter: Pengertian – Sejarah dan Fungsinya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Dewasa ini, dalam dunia ilmu parenting dan edukasi sering muncul pembicaraan mengenai pendidikan karakter dan urgensinya bagi kehidupan seseorang.

Pendidikan karakter dinilai memiliki peranan penting bagi kesuksesan seseorang, baik dibidang karir maupun dalam menghadapi tantangan hidup secara umum.

Masa pembentukan karakter seseorang biasanya terjadi di masa-masa awal kehidupan seseorang.

Oleh karena itulah, maka pendidikan karakter harus dimulai sejak dini dari lingkungan terdekat seorang anak, yaitu keluarga.

Pengertian Pendidikan Karakter

Pengertian Pendidikan Karakter Secara Umum

Pendidikan adalah suatu proses untuk mengubah sikap dan tingkah laku seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Sementara karakter adalah sifat, akhlak atau budi pekerti yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas nya terutama terkait dengan hal-hal kejiwaan.

Secara umum, pendidikan karakter bisa digambarkan sebagai sebuah upaya untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan mengenai nilai-nilai atau karakter positif dan budi pekerti yang baik, sehingga menghasilkan kesadaran dan kemauan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut KBBI

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa:

  • Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.
  • Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, berarti pula tabiat atau watak.

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Para Ahli

Berikut adalah beberapa pengertian pendidikan karakter dalam pandangan para ahli, adalah:

  • John W. Santrock
    Pendidikan karakter atau Character Education adalah pendidikan yang dilakukan dengan pendekatan langsung kepada peserta didik untuk menanamkan nilai moral dan memberi kan pelajaran kepada murid mengenai pengetahuan moral dalam upaya mencegah perilaku yang yang dilarang.
  • Thomas Lickona
    Menurutnya, pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
  • T. Ramli
    Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengedepankan esensi dan makna terhadap moral dan akhlak sehingga hal tersebut akan mampu membentuk pribadi peserta didik yang baik
  • Russell dan Megawangi
    Pendidikan karakter merupakan pembentukan perilaku dan tingkah laku yang baik untuk memiliki tingkah laku sesuai dengan norma yang baik dan luhur.
  • Elkind
    Menurut Elkind, pendidikan karakter adalah suatu metode pendidikan yang dilakukan oleh tenaga pendidik untuk mempengaruhi karakter murid. Dalam hal ini terlihat bahwa guru bukan hanya mengajarkan materi pelajaran tetapi juga mampu menjadi seorang teladan.

Sejarah Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter Aristokratis ala Homeros

Istilah karakter awalnya muncul di akhir abad ke-18 yang megacu pada teori pendidikan normative dengan pendekatan idealis-spiritualis, sebagai inti dari sejarah pendidikan tersebut.

Pendidikan karakter ala Homeros nampak dalam bait-bait puisi Illiad Odisea. Yang menggambarkan manusia ideal sebagaimana sosok pahlawan dan aristrokat.

Yang merupakan manusia dengan banyak keutamaan atau memiliki “arête”, baik dalam hal kekuatan fisik, sifat aristrokratis, kelas atas atau bangsawan, dan banyak menang dalam perang.

Pendidikan karakter Homeros menekankan pentingnya perkembangan individu dalam berbagai dimensi baik itu fisik dan juga moral.

Ada dua unsur pendidikan penting yang tergambar dalam puisi Humeros, yakni:

  • Hubungan antara pendidikan dengan lingkungan hidup yang mengitarinya.
  • Gagasan bahwa pendidikan itu merupakan proses pembentukan manusia secara total sepanjang hidup.

Pendidikan Karakter Populer dalam Hesiodos

Berbeda dengan pendidikan karakter Homeros, pendidikan karakter Hesiodos lebih cenderung pada visi “populis”, yakni ide bahwa keutamaan atau arête itu bisa dimiliki oleh semua orang tanpa kecuali.

Arête diperoleh melalui kerja keras dan kesahajaan dalam menjalani kehidupan

Dalam sebuah karyanya  yang berjudul Opera e giorni (pekerjaan dan hari-hari), Hesiodos menyebutkan ada dua pokok yang menjadi landasan utama untuk meraih keutamaan yaitu bekerja keras dan berbuat adil.

Pendidikan Karakter Partiotis Sparta

Pada masa kejayaan Sparta, pendidikan karakter yang ada bersifat humanis dengan semangat patriotisme, tapi keadaan kemudian berubah setelah kekuasaan jatuh ke tangan para Tiran.

Dibawah kekuasaan Tiran, pendidikan karakter justru bersifat komunitaris dan demokrasi.

Pendidikan karakter diarahkan pada pembentukan karakter warga negara yang cinta tanah air secara total serta menjunjung tinggi nilai kekuatan, kekerasan, dan mengutamakan latihan fisik untuk kesiapan perang.

Pendidikan Karakter Harmonis ala Athena

Pendidikan karakter di Athena awalnya bersifat militeris dan kemudian berkembang secara kuantitatif dan semakin terbuka dan demokratis.

Gagasan bahwa arête tidak hanya khusus untuk para aristrokat atau bangsawan dan para pejuang perang, tetapi juga milik seluruh masyarakat sipil yang memang memiliki keunggulan dan prestasi.

Pendidikan karakter di Athena diwujudkan dalam kurikulum yang integral melalui pendidikan gimnastik, musik, puisi, drama atau teater, dan juga pendidikan sastra.

Melalui kurikulum inilah diharapkan terbentuk karakter moral warga negara yang berkualitas.

Pendidikan Karakter ala Sokrates

Diantara pandangan Sokrates yang terkenal tentang pendidikan karakter adalah kalimat “Kenalilah Dirimu Sendiri” mengenali diri sendiri berarti juga “Memelihara Jiwa”.

Pandangan Sokrates ini kemudian mengubah nilai arête yang awalnya bersifat populis menjadi interior atau berada dalam dimensi moralitas.

Pendidikan karakter ala Sokrates memandang pentingnya menumbuhkan nilai-nilai etis dalam jiwa manusia, sebab jiwa manusialah yang membedakan antara satu orang dengan yang lainnya.

Pendidikan Karakter ala Plato

Pendidikan karakter Plato bertujuan untuk membentuk sosok pemimpin filsuf yang mampu memimpin Negara. Sosok pemimpin ini harus bisa mengenal dan memahami tentang hakikat kebaikan dan keadilan.

Menurut Plato ada tiga hal yang menjadi jiwa bagi seorang manusia, yakni : negara, kebahagian dunia dan kebahaagiaan yang mengatasi dunia ini.

Oleh karenanya, tujuan pendidikan menurut Plato adalah menumbuhkan kemampuan dalam diri seseorang untuk bisa menggabungkan tiga hal tersebut dalam dirinya.

Pendidikan Karakter Kosmopolitan Hellenis

Pada masa ini, pendidikan karakter bersifat humanis dan terbuka terhadap berbagai macam kebudayaan lain.

Setiap individu dinilai punya kemampuan untuk tumbuh dengan kehadiran budaya lain yang berbeda dengan kebudayaan mereka sendiri.

Di masa Hellenis ini muncul kaum intelektual yang mengenalkan dan mengembangkan berbagai disiplin ilmu, seperti hukum archimedes (fisika), euklides (matematika), aristrakus dari samo (astronom), erastisfene (ahli geografi), dan lainnya.

Pendidikan karakter pada masa ini bertujuan untuk membentuk kesempurnaan manusia itu sendiri, bukan untuk tujuan selain itu.

Pendidikan Karakter ala Romawi

Pendidikan karakter di Romawi menjadi awal munculnya ide tentang pentingnya peranan keluarga dalam pendidikan karakter manusia.

Di Romawi, pendidikan karakter terbentu dari apa yang disebut sebagai mos maiorum dan sistem pater familias, yakni cara menghormati tradisi leluhur.

Menghormati tradisi leluhur ini dianggap sebagai cara membentuk karakter manusia dalam bertindak dan berpikir.

Ciri khas sistem pater familias adalah menjadikan keluarga sebagai tempat pertada dan utama dalam proses pendidikan.

Peran ayah dan ibu adalah sebagai pembentuk utama karakter anak. Sementara dalam mos maiorum anak diajarkan untuk menjadikan nilai-nilai tradisional warisan leluhur sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Karakter Modern

Ada banyak ide dan pendekatan pendidikan karakter yang berkembang di era modern, diantaranya adalah:

  • Pendekatan positivisme yang  mengutamakan pengamatan inderawi langsung dan pengalaman hidup.
  • Pendekatan naturalisme yang mengukuhkan pentingnya alam dalam dunia pendidikan, sebagaimana dikemukakan oleh Emilianala Rouseasu.
  • Pendekatan Non Intervensif yang memberi kebebasan pada kekuatan alami dalam diri anak-anak dan membiarkan mereka tumbuh secara natural. Pengusung pendekatan ini antara lain : Rousseau, Piaget, Maria Montenssori, Decroly, dll
  • Pendekatan puerosentris yang mengembangkan gagasan kebebasan pendidikan pada kerangka perkembangan psikologis anak.
  • Pendekatan Cultural dan Spiritual yang merujuk pada kerangka mental individu.

Pendidikan Karakter F.W. Foester

Menurut  F.W. Foester, tujuan pendidikan adalah  pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya.

Kekuatan karakter seseorang bisa dilihat dari empat ciri fundamental  yaitu, keteraturan interior (berdasarkan hirarki nilai), koherensi, otonomi, dan keteguhan dan kesetiaan.

Pendidikan Karakter di Indonesia

Menurut Triatmanto (Asmani:2011), pendidikan karakter di Indonesia sudah mulai dicanangkan sejak tahun 1947 bersamaan dengan diberlakukannya sistem kurikulum dalam pendidikan Indonesia.

Namun, pada dasarnya pendidikan karakter ini telah diusung oleh para cedekiawan dan penggiat pendidikan sejak era sebelum kemerdekaan, seperti oleh Ki Hadjar Dewantara dengan Taman Siswanya.

R.A Kartini, juga para tokoh lainnya seperti Soekarno, M. Hatta, atau Tan Malaka melalui pemikiran-pemikiran mereka tentang karakter dan identitas kepribadian bangsa.

Fungsi Pendidikan Karakter

Fungsi pendidikan karakter pada intinya adalah untuk membentuk karakter positif dalam diri individu, sehingga memiliki sikap mental yang baik, mulia, dan tangguh.

Secara umum, fungsi pendidikan karakter adalah:

  • Mengembangkan potensi diri dasar manusia agar menjadi individu yang berpikiran positif, berhati mulia, dan bertingkah laku baik.
  • Membangun perilaku masyarakat multikultural yang harmonis
  • Membangun peradaban bangsa yang tangguh, kuat dan kompetitif.

Berdasarkan Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011), disebutkan bahwa fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut:

  • Membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural. 
  • Membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik. 
  • Membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.

Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter secara umum mengacu pada tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam TAP MPR No. II/MPR/1993, yakni meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu:

“Manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional, serta sehat jasmani rohani”.

Dalam UU No. 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa tujuan nasional pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan karakter adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia, dengan kepribadian yang mandiri, kreatif, disiplin, dan bertanggung jawab.

Berdasarkan Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011), Pendidikan karakter bertujuan untuk:

  • Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik. 
  • Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila. 
  • Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.

Sedangkan Menurut Kesuma (2011:9), tujuan pendidikan karakter adalah:

  • Meningkatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. 
  • Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. 
  • Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Syarat Pendidikan Karakter

Menurut pakar pendidikan Indonesia, Arief Rahman, ada lima syarat pendidikan karakter, yaitu:

  • Pendidikan karakter kepada Tuhan, yakni nilai-nilai religius harus ada pada diri seseorang.
  • Pendidikan  karakter kepada diri sendiri, yakni kesadaran akan tanggungjawab diri sendiri dan mengerti apa yang dibutuhkan untuk dirinya sendiri
  • Pendidikan karakter kepada keluarga, yakni terkait tentang hubungan dengan keluarga.
  • Pendidikan karakter kepada masyarakat, yakni terkait dengan hubungan dengan masyarakat sekitar.
  • Pendidikan karakter kepada alam di sekitarnya, yakni bagaimana hubungan seorang individu dengan alam.

Manfaat Pendidikan Karakter

Beberapa manfaat dari pendidikan karakter adalah sebagai berikut:

  • Membentuk karakter individu yang tangguh dan positif
  • Membentuk individualisme yang menghargai orang lain dan juga lingkungannya
  • Melatih mental dan moral manusia yang kuat dan baik
  • Menciptakan generasi penerus yang memiliki integritas tinggi
  • Mengasah kemampuan dalam mengambil keputusan.

Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter

Ada 18 poin nilai-nilai dalam pendidikan karakter, yaitu:

1. Religius

Yaitu sikap beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, dengan jalan patuh menjalankan ajaran agama dan meninggalkan larangan-larangannya.

2. Jujur

Yakni perkataan atau tindakan yang sesuai dengan fakta, dan bisa dipercaya.

3. Toleransi

Yaitu perilaku menghargai perbedaan, baik dalam masalah agama, suku, ras, budaya, dan lain sebagainya.

4. Disiplin 

Yaitu perilaku tertib sesuai dengan waktu atau jadwal dan tata tertib atau peraturan yang ada.

5. Kerja Keras

Yaitu perilaku serius dan pantang menyerah dalam mengerjakan sesuatu.

6. Kreatif 

Yakni kemampuan berfikir dan memunculkan  ide-ide baru .

7. Mandiri 

Yaitu sikap untuk tidak bergantung kepada orang lain, dalam menyelesaikan tugasnya atau memenuhi kebutuhannya sendiri.

8.Demokratis 

Yaitu pola pikir yang menganggap sama antara semua orang dalam masalah hak dan kewajibannya.

9. Rasa Ingin Tahu

Yakni sikap  yang ingin mengetahui lebih dalam dan luas mengenai sesuatu yang  di lihat, di dengar, maupun yang di pelajarinya.

10. Semangat Kebangsaan

Yakni sikap yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongannya.

11. Cinta Tanah Air 

Yakni sikap mencintai dan mau berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

12. Menghargai Prestasi

Yakni sikap ingin meraih sebuah keberhasilan yang bermanfaat dan juga menghargai keberhasilan orang lain. 

13. Bersahabat/Komunikatif

Yakni perilaku senang bergaul, berkomunikasi, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai 

Yakni sikap yang menyukai keadaan yang damai dan perilaku yang tidak menyebabkan perpecahan atau pertengkaran antara sesama.

15. Gemar Membaca

Yakni kebiasaan suka membaca segala sesuatu yang sikapnya informatif dan bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan, serta meningkatkan nilai-nilai kebajikan dalam jiwa.

16. Peduli Lingkungan

Yaitu sikap memperhatikan terhadap kelestarian lingkungan alam di sekitarnya dan juga mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

17. Peduli Sosial 

Yaitu sikap dan tindakan yang memperhatikan keadaan orang-orang di sekitarnya disertai usaha untuk membantu mereka yang membutuhkan

18. Tanggung-jawab 
Yakni sikap dan perilaku mau dengan sukarela melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Metodologi Pendidikan Karakter

Menurut Lickona (1991), metode pendidikan karakter yang baik adalah sebagai berikut:

Metode Bercerita/Mendongeng (Telling Story)

Yakni metode bercerita atau mendongeng dengan improvisasi seperti perubahan mimik, gerak tubuh, mengubah intonasi suara, dengan alat bantu maupun tidak.

Cerita atau dongeng yang disampaikan berisi kisah yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang kuat yang bisa dipetik hikmahnya sehingga akan membekas pada diri anak dan bisa menjadi teladan atau contoh yang baik dalam berperilaku.

Metode Diskusi

Yakni dengan pertukaran pikiran (sharing of opinion) antara dua orang atau lebih yang bertujuan memperoleh kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan bersama.

Melalui diskusi ini, pemikiran tentang nilai-nilai karakter dapat ditanamkan dengan ditransfer kepada orang lain.

Metode Simulasi/Bermain peran (Playing dan Sosiodrama

Yakni dengan permainan meniru atau memerankan seseorang atau mensimulasikan suatu kejadian.

Pembelajaran ini bertujuan untuk memperoleh keterampilan tertentu baik yang sifatnya profesional maupun keterampilan secara umum.

Simulasi juga ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.

Metode Live In

 Metode Live In bertujuan agar anak mempunyai pengalaman hidup bersama orang lain dan  secara langsung berhadapan dengan situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian, anak dapat belajar tentang cara berpikir, tantangan, permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidupnya.

Prinsip Pendidikan Karakter

Beberapa prinsip pendidikan karakter yang efektif menurut Asmani (2012:56-57), sebagaimana yang juga di rekomendasikan oleh Kementrian Pendidikan Nasional, adalah sebagai berikut:

  • Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter. 
  • Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.
  • Menggunakan pendekatan yang tajam proaktif dan efektif untuk membangun karakter. 
  • Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
  • Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mewujudkan perilaku yang baik. 
  • Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka dan membangun mereka untuk sukses. 
  • Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik. 
  • Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagai tanggung jawab untuk pendidikan karakter yang setia pada nilai dasar yang sama.
  • Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan yang luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter. 
  • Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
  • Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

Contoh Pendidikan Karakter

Beberapa contoh pendidikan karakter antara lain:

Di lingkungan keluarga:

  • Mengajarkan sholat 5 waktu
  • Mendiskusikan tentang peristiwa sosial yang terjadi di masyakarat
  • Mengadakan kerjabakti di lingkungan keluarga
  • Membacakan dongeng penuh hikmah kepada anak
  • Menyediakan buku-buku atau tontonan yang mengajarkan karakter positif, dan lain sebagainya.

Di lingkungan sekolah:

  • Kegiatan sosial ke panti asuhan atau daerah bencana
  • Mengadakan diskusi kelas tentang nilai-nilai sosial
  • Menjadwalkan kegiatan literasi secara rutin
  • Mengadakan kerjasama seperti: kegiatan kerja bakti dan gotong royong
  • Mengadakan perayaan keagamaan di sekolah, dan sebagainya.

Di lingkungan masyarakat:

  • Mengadakan kegiatan kerjabakti lingkungan
  • Mengunjungi tetangga yang sakit
  • Mengadakan iuran untuk membantu tetangga yang memerlukan
  • Melakukan kegiatan keagamaan bersama.

Cara Menanamkan Pendidikan Karakter

Menurut  Ridwan (2012:1) ada tiga hal yang perlu  diintegrasikan dalam pembentukan karakter, yaitu:

1. Knowing the good

Yaitu menanamkan kemampuan untuk mengenali hal yang  baik dan buruk, memahami tindakan  apa yang harus diambil, serta mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.

2. Feeling the good

Yaitu menumbuhkan  perasaan cenderung menyukai  kebajikan dan membenci keburukan.

3. Active the good

Yaitu mengajarkan kemampuan untuk  melakukan  dan membiasakan perbuatan baik.

Adapun strategi dalam menanamkan pendidikan karakter adalah melalui hal-hal berikut:

  • Keteladanan atau contoh yang dilakukan secara konsisten, baik melalui perbuatan, sikap, dan ucapan.
  • Penanaman kedisiplinan sejak dini sehingga mengakar kuat dan terbawa hingga dewasa
  • Pembiasaan kepada hal-hal baik agar menjadi sesuatu yang mudah dan ringan untuk dilaksanakan
  • Menciptakan suasana yang konduksif atau mendukung terbentuknya karakter yang positif
  • Pembinaan yang terus menerus dalam setiap waktu dan kesempatan.
fbWhatsappTwitterLinkedIn