10 Tokoh Filsafat Indonesia beserta Pemikirannya

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tradisi filsafat Indonesia sebenarnya sudah ada sejak dulu saat masa kerajaan. Dulu, Mpu Prapanca merupakan tokoh kerajaan yang aktif mempraktikkan tradisi filsafat di lingkungan dahulu. Sayangnya, tradisi filsafat pada masa kerajaan belum dipatenkan sebagai sebuah kajian akademis karena keterbatasan pendidikan pada zaman itu.

Saat memasukan masa perjuangan sampai masa kemerdekaan yang ditandai dengan kembalinya kedaulatan dengan wujud kebebasan, saat itu mulai bermunculan para tokoh pemikir yang memusatkan perhatian kepada pembahasan mengenai filsafat khususnya filsafat Indonesia. Adapun para tokoh yang menjadi pelopor filsafat Indonesia adalah sebagai berikut.

1. Prof. Dr. Mohammad Nasroen

Muhammad Nasroen, Tokoh Filsafat Indonesia

Mohammad Nasroen merupakan salah seorang cendekiawan pelopor kajian filsafat yang ada di Indonesia. Sosok guru besar filsafat di universitas Indonesia ini lahir pada tanggal 29 Oktober 1906 di Lubuk Sikaping, Pasaman Sumatera.

Pada masa kemerdekaan Mohammad Nasroen pernah menjabat sebagai residen Sumatera Barat dan Gubernurnya Sumatera Tengah. Selain itu pada masa kabinet Sukiman Suwirjo pernah diangkat menjadi Menteri Kehakiman pada masa kepresidenan Soekarno Hatta.

Mohammad Nasroen merupakan seorang tokoh yang tertarik dengan persoalan keanekaragaman adat istiadat Minangkabau dan persoalan pemerintahan. Selain itu ia pun menulis beberapa buku yang mengulas tentang minatnya yakni dasar falsafah adat Minangkabau, asal mula Negara, masalah sekitar otonomi, sendi negara serta pelaksana otonomi daerah dan daerah otonomi tingkat terbawah.

Terdapat salah satu karya yang membuat dirinya dikenal menjadi pelopor kajian filsafat Indonesia yakni karya yang berjudul Falsafah Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1967 oleh penerbit Bulan Bintang. Di dalam karya tersebut ia menjelaskan mengenai keberadaan filsafat Indonesia dengan filsafat barat (Yunani Kuno) dengan filsafat timur.

Dari kedua filsafat tersebut ia menemukan sebuah kesimpulan bahwa filsafat khas yang tidak barat dan tidak timur. Ia juga mengatakan bahwa filsafat Indonesia termanifestasi dari ajaran filosofis mufakat, Pancasila, pantun-pantun, hukum adat, gotong royong, ketuhanan dan kekeluargaan.

Dari buku yang berjudul Filsafat Indonesia inilah kemudian menginspirasi adanya pembahasan serta penyelidikan mengenai filsafat Indonesia yang berkelanjutan. Saat ini buku falsafah Indonesia dianggap sebagai salah satu buku yang langka di mana naskah aslinya terdapat di dalam perpustakaan republik Indonesia.

2. Soenoto

Soenoto merupakan salah seorang yang tergabung dalam kelompok pengkaji filsafat Indonesia yang lahir pada tahun 1929. Pertama kali Soenoto mengenal filsafat yakni saat masuk kampus. Ia berhasil menuntaskan pendidikan sarjana serta magister ilmu sosial dan politik di balik Universitas Gajah Mada. Setelah lulus master, Soenoto kemudian melanjutkan pendidikan doktoralnya di Vrije University yang ada di Amsterdam, Belanda dengan mengambil jurusan yang sama.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia pernah menempati posisi jabatan seperti pada tahun 1958 ia diangkat menjadi dosen tetap Universitas Gajah Mada. Kemudian ia juga pernah diangkat sebagai Dekan Fakultas Filsafat UGM, ketua survei Pengamalan Pancasila UGM dan departemen dalam negeri serta peneliti filsafat Pancasila yang ada di Departemen Pertahanan Keamanannya.

Selama perjalanan karir pendidikannya, Soenoto telah melahirkan banyak kaeya-karya yang hebat dan berhubungan dengan filsafat Indonesia. Adapun karya-karya tersebut adalah Menuju Filsafat Indonesia: Negara-negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan yang terbit pada tahun 1987. Kemudian ada juga buku Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia yang terbit pada tahun 1983 dan buku Selayang Pandang Filsafat Indonesia yang terbit pada tahun 1981.

Berdasarkan buku-buku yang telah dilahirkannya, ia dianggap oleh sebagian besar para pemikir lainnya sebagai sosok yang telah berhasil menyempurnakan pemikiran awal mengenai filsafat Indonesia yang dirintis oleh M. Nasroen. Soenoto mengembangkan filsafat Indonesia dengan menelusuri tradisi-tradisi kefilsafatan Jawa secara mendalam dan memberikan padangan serta penjelasan mengenai tradisi filsafat yang ditemukannya.

Meskipun begitu, bagi sebagian orang lainnya bahkan dirinya sendiri ia mengakui bahwa dalam buku yang dilahirkannya masih terdapat kekurangan mengenai penjelasan filsafat Indonesia. Maka dari itu, perlu penyempurnaan dari pemikiran-pemikiran lain.

3. Drs. R Pramono

R Pramono merupakan salah seorang cendekiawan yang lahir pada tahun 1952. Ia dikenal sebagai salah seorang pelopor filsafat Indonesia. Sama seperti Soetono, R Pramono memulai perjalanan karir pendidikan filsafatnya saat masuk dunia kampus.

Ia berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada pada tahun 1976. Selain itu, ia berhasil menyelesaikan program magister di universitas yang sama.

Setelah menyelesaikan masa pendidikannya, ia pernah menjabat sebagai salah seorang dosen di fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Ia juga menjadi salah satu perintis jurusan Filsafat Indonesia di UGM bersama dengan Soetono pada saat itu.

R Pramono pernah menjabat sebagai sekretaris jurusan atau sekertarus jurusan di Jurusan Filsafat Indonesia. Selain aktif mengajar di kampus sebagai seorang dosen, R Pramono juga menjadi salah seorang dari peneliti Filsafat Pancasila yang ada di Departemen Pertahanan Keamanan pada tahun 1975 bersama dengan Soetono.

Sama seperti dua tokoh filsafat sebelumnya, R Pramono juga menulis sebuah buku yang berisi tentang filsafat. Terdapat salah satu karya filsafatnya yang terkenal yakni buku yang memiliki judul “Menggali Unsur-unsur Filsafat Indonesia.” Buku tersebut menceritakan tentang upaya untuk melakukan perluasan ruang lingkup kajian filsafat Indonesia yang semula berasal dari kajian tradisi kefilsafatan Jawa yang dilakukan oleh Soetono.

Kemudian untuk memperluas ruang lingkup, R Pramono menambahkan tradisi kefilsafatan Batak, Minang serta Bugis. Selain itu, ia juga telah menerbitkan beberapa karya-karya lainnya yang berhubungan dengan filsafat yakni penelitian pustaka: Beberapa Cabang Filsafat di dalam Serat Wedhatama yang diterbitkan pada tahun 1982. Ada pula bukunya yang berjudul Penelitian Pustaka: Gambaran Manusia Seutuhnya di dalam Serat Wedhatama terbitan tahun 1984.

R Pramono menyampaikan sebuah definisi terkait Filsafat Indonesia yang diartikan sebagai pemikiran-pemikiran yang tersimpul dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa filsafat Indonesia merupakan semua filsafat yang ditemukan dalam adat serta kebudayaan kelompok etnik atau budaya yang ada di Indonesia.

4. Prof Drs. Jakob Sumardjo

Jakob Sumardjo, Tokoh Filsafat Indonesia

Jakob Sumardjo merupakan salah seorang pelopor kajian filsafat Indonesia dan termasuk pemerhati sastra. Jakob lahir pada tanggal 26 Agustus 1939 di Klaten. Ia memulai karir di dunia filsafat nya saat aktif menulis di kolom harian kompas serta koran-koran terkenal lainnya seperti Pikiran Rakyat, Suara Pembaharuan, Suara Karya, Majalah Prisma, Horison dan Basis sejak tahun 1969.

Dengan bekal pemahaman hermeneutik yang dimilikinya, ia berhasil melakukan upaya penelusuran medan-medan makna dari kebudayaan yang memiliki bahan material seperti lukisan, alat musik, tarian hingga budaya intelektual seperti cerita, legenda rakyat, pantun, lisan, serta teks-teks kini yang secara filosofis merupakan sebuah warisan yang tinggi bagi masyarakat Indonesia.

Jakob pernah menjadi salah satu pengajar dari mata kuliah Filsafat Seni, Antropologi Seni, Sosiologi Seni dan Sejarah Teater di Institut Teknologi Bandung sejak tahun 1962. Jakob berhasil menyandang gelar Guru Besar di Institut Seni Budaya Indonesia serta masih aktif menjadi dosen di Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia atau ISBI Bandung dan dosen di Universitas Telkom.

Pemikiran-pemikirannya mengenai filsafat Indonesia, ia tuangkan ke dalam sebuah buku dengan judul Buku Menjadi Manusia terbitan tahun 2001, Buku Menjadi Sukma Indonesia, Pendataan Kesadaran Keindonesiaan di tengah Letupan Disintegrasi Sosial Kebangsaan yang diterbitkan pada tahun 2003 dan Buku Arkeologi Budaya Indonesia yang terbit pada tahun 2002.

5. Prof. Dr. Notonegoro

Prof Dr. Notonegoro, Tokoh Filsafat Indonesia

Notonegoro merupakan salah satu tokoh filsafat Indonesia. Ia lahir pada tanggal 10 Desember 1905 di Sragen, Jawa Tengah dengan nama kecil Sukamto. Ia pernah menempuh pendidikan sarjananya di Meester in de Rechshogeschool di Jakarta, Doktorandus in de indologi pada tahun 1932. Selain itu ia juga mendapatkan gelar doktor honoris causa dalam ilmu filsafat yang dianugerahkan oleh Universitas Gadjah Mada.

Pada tahun 1932, ia memulai karirnya di kantor pusat keuangan negeri Surakarta dan menjabat sebagai ketua bank pada tahun 1933. Selain itu, ia juga pernah mengajar di Particuliare Algemene Middelbare School di Jakarta. Setelah Indonesia merdeka, Notonegoro diminta menjadi anggota Kementrian kemakmuran.

Pada tahun 1949, ia membantu pendirian Universitas Gajah Mada dan menjadi dosen tamu yang mengajar masalah hukum agraria. Pada tahun 1952, ia diangkat menjadi dekan fakultas hukum.

Sama seperti ahli filsafat lainnya, Notonegoro juga ikut terlibat menyelidiki penyebab asli Pancasila. Dalam menyelidiki hal ini ia menggunakan teori kausalitas. Berdasarkan teori kausalitas, causa material Pancasila berasal dari sebuah tradisi, budaya serta agama yang dimiliki oleh Indonesia. Tradisi yang dimaksud di sini adalah kaitannya dengan sosial, ekonomi, masalah politik serta struktur negara.

Sementara itu, dari urusan budaya Indonesia melibatkan seluruh hal yang dihasilkan oleh pikiran manusia. Sedangkan causa materialis yang berasal dari agama dapat diwujudkan dari seluruh realitas Indonesia sebagai orang-orang yang bergama dan percaya pada Tuhan.

6. Prof Dr. Darmadjati Supardjar

Darmadjati Supadjar, Tokoh FIlsafat Indonesia

Darmadjati merupakan sosok cendekiawan yang berasal dari Losari, Kecamatan Grabag, Magelang. Sejak kecil ia sudah menyukai dunia pendidikan. Ia pernah menempuh pendidikan di Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada. Darmadjati bukan berasal dari keluarga yang berada sehingga untuk membiayai kuliahnya ia menjadi sopir angkutan umum arah ke kampusnya.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia pernah menjadi seorang dosen di universitas tempatnya dulu menimba ilmu. Bahkan ia juga pernah menjabat sebagai ketua jurusan dan diberikan amanat menjadi guru besar. Prof. Darmadjati merupakan sosok yang gigih untuk mengembalikan nilai-nilai Pancasila agar kembali dianut oleh masyarakat. Pada tahun 1996, ia pernah berdedikasi untuk kampusnya dulu dengan melahirkan Pusat Studi Pancasila UGM.

Selain itu, ia juga menuangkan pemikirannya ke dalam berbagai buku yang ditulisnya. Adapun buku yang telah dihasilkannya adalah Filsafat Ketuhanan Menurut Alfred North Whitehead, Mawas Diri, Nawangsari, dan Sumurupa Byar-e. Sosok cendekiawan yang lahir di Losari ini kemudian tutup usia pada tanggal 17 Februari 2014 karena penyakit yang dideritanya selama ini.

7. R. P. Prof. Dr. Franz Maganis Suseno

R. P. Prof. Dr. Franz Maganis Suseno atau yang lebih dikenal dengan Romo Magnis merupakan seorang pastor gereja katolik, cendekiawan, budayawan hingga guru besar filsafat dan anggota Ordo Yesuit di Indonesia. Ia lahir pada tanggal 26 Mei 1936.

Ia pernah menempuh pendidikan filsafat di Pullach kemudian pindah ke Indonesia pada tahun 1961. Pada tahun 1968, ia ditugaskan untuk membangun suatu tempat pendidikan filsafat di Jakarta yang kemudian dikenal dengan nama Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.

Pada tahun 1971, ia melanjutkan pendidikan doktornya di Ludwig Maximilian di Universitas Munchen. Ia kemudian dipromosi menjadi doktor dengan disertasi mengenai Karl Marx. Ia sering memberikan kuliah mengenai etika dan filsafat politik di STF Driyarka.

Selain itu, ia juga telah menulis lebih dari 700 karangan populer maupun ilmiah dan 44 buku. Buku yang ditulisnya kebanyakan dalam bahasa Indonesia. Sebagian besar bukunya membahas mengenai etika, filsafat politik, alam pikiran Jawa dan filsafat ketuhanan.

8. Tan Malaka

Tan Malaka, Tokoh Filsafat Indonesia

Tan Malaka memiliki nama lengkap Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. Ia lahir di Nagari Pandan Gadang, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Tan Malaka menggambarkan pemikiran Nietzcheu, Rousseau, dan Marx Engels sebagai tesis, antitesis dan sintesis. Kemudian ia juga menggambarkan pemikiran Hegel Hindenburg Stinnes Danton Robespierre Marat dan Bolshevik sebagai genesis, negasi, dan negasi dari negasi.

Madilog dan Gerpolek kerap dianggap sebagai karya penting dari seorang Tan Malaka. Madilog sendiri adalah istilah baru dalam cara berpikir dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan jalan dan kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta merupakan lantainya ilmu bukti.

Bagi Filsafat, idealisme yang pokok dan utama merupakan Budi atau mind, kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme sendiri menganggap alam, benda dan realita nyata objektif sekeliling sebagai sesuatu yang ada, pokok dan pertama.

Bagi Madilog yakni Materialisme, Dialektika, Logika, sesuatu yang pokok dan pertama adalah bukti. Meskipun belum dapat diterangkan secara rasional dan logika namun jika fakta sebagai landasan ilmu bukti ada secara nyata sekalipun pengetahuan secara rasional belum menjelaskannya belum lanjut.

Semua karya yang dihasilkan oleh Tan Malaka dilatarbelakangi oleh keadaan Indonesia saat itu. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang dari sejarahnya bukanlah sebuah cara berpikir teoritis. Dalam karya-karya yang telah dihasilkannya, Tan Malaka membuat sebuah benang merah kemandirian yang merupakan sikap konsisten dan jelas pada gagasan-gagasan dalam perjuangannya.

9. Rocky Gerung

Rocky Gerung, Tokoh Filsafat Indonesia

Rocky Gerung merupakan seorang filsuf, akademisi serta intelektual publik. Ia adalah salah seorang dari pendiri Setara Institute Pendidikan Demokrasi. Rocky merupakan seorang pengajar kajian filsafat dan feminisme (kaffe) yang merupakan salah satu program Jurnal Perempuan.

Selain itu ia juga menjadi penulis di Jurnal Prisma tentang HAM dan Pancasila. Sebagai seorang ilmuwan filsafat, salah satu bidang kajian yang kerap dibahasnya adalah filsafat feminisme. Ia telah banyak menuliskan feminisme di jurnal perempuan.

Rocky Gerung kerap tampil di publik untuk memberikan argumennya namun kerap mengandung kontroversi. Namun terlepas dari hal itu ia pernah mendapatkan kehormatan untuk memberikan pidato kebudayaan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Adapun pidato yang disampaikannya adalah Memelihara Republik, Mengaktifkan Akal Sehat.

10. Prof Dr. Fransisco Budi Hardiman

Prof Dr. Fransisco Budi Hardiman, Tokoh Filsafat Indonesia

Prof Dr. Fransisco Budi Hardiman merupakan sosok ahli filsafat yang lahir pada tanggal 31 Juli 1962. Melalui dua buku yang ditulisnya yakni Kritik Ideologi dan Menuju Masyarakat Komunikatif, ia memperkenalkan pemikiran kritis Jurgen Habermas ke masyarakat Indonesia. Baru setelah menerbitkan kedua karya tersebut ia berangkat ke Jerman untuk belajar filsafat dan meneliti teori diskursus yang dirumuskan oleh Habermas.

Indonesia pernah mengalami kerusuhan hal itulah yang kemudian membuat mindset Francisco berubah dari teori kritis menjadi riset kekerasan masa. Setelah tiba di tanah air ia mulai memikirkan dasar-dassr antropologi negatif dari kendala-kendala yang muncul di negara demokrasi.

Pada tahun 2005, ia berhasil menerbitkan sebuah karyanya yang berjudul memahami negativitas diskursus tentang masa, teror dan trauma. Karya tersebut merupakan sebuah pergumulan filosofis di tengah kerusuhan dan tragedi kemanusiaan yang tengah terjadi di Indonesia.

Lewat karyanya ini ia bermaksud menunjukkan bahwa manusia sangat terbuka terhadap perversi nilai-nilai dan memiliki sikap pengecut sehingga mudah diatur sebagai masa yang melakukan kekerasan.

fbWhatsappTwitterLinkedIn